17. Tak Diberi Pilihan

"Kau tak punya hak apa pun atas anakku, Daniel." Liora mendorong dada Daniel dengan kemarahan yang bercampur kebencian.

"Jadi sekarang kau mengakui dia anakmu, hah? Anak kita berdua.

Liora diam sejenak. "Dia tak perlu tahu punya ayah berengsek sepertimu."

"Kau bilang Xiu tidak ada hubungannya dengan permasalahan kita berdua, kan? Termasuk apa yang dikatakan oleh Carissa padamu."

Liora seketika terdiam. Kemarahan di dadanya semakin merebak mengingat kekecewaan dan pengkhianatan yang diberikan pada Daniel.

"Aku tak pernah berkhianat."

"Seolah itu berarti sesuatu bagiku, Daniel," decih Liora sambil membuang wajahnya.

Daniel mendesah dengan gusar. Tak tahu bagaimana lagi harus menjelaskan pada Liora. Tetapi, kenapa pula ia perlu menjelaskan? Kedua mata Liora jelas menyiratkan tak ada apa pun yang akan berubah di antara mereka. Wanita itu menganggap dirinya adalah kesalahan terbesar yang pernah diambil Liora, dan memang demikian.

"Satu-satunya yang tersisa bagi kita berdua adalah saling menjauh dari hidup masing-masing, Daniel. Sebelum kita berdua hanya bisa saling menyiksa satu sama lain."

Kali ini kata-kata Daniel membuat wajah Daniel mengeras tak terima. "Kau mungkin bisa mengusirku dari hidupmu, Liora. Tapi kau tahu aku punya hak atas Xiu yang tidak bisa kau sangkal. Dan itu tidak berada di tanganmu."

Kemarahan di wajah Liora seketika memucat. "Tidak." Liora menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Kau tidak punya hak itu, Daniel. Xiu lahir di luar pernikahan. Sepenuhnya berada di tanganku."

Daniel terdiam sejenak, tapi jelas ia tak akan mengalah apalagi membiarkan Liora memperlakukannya seperti ini. Wajahnya mengeras, membentuk seringai ketika mengambil ponsel dari dalam saku jasnya. Menekan salah satu kontak dan menempelkannya di telinga.

"Bagaimana?" Sambil mendengarkan jawaban dari seberang, Daniel tak melepaskan tatapannya pada kedua mata Liora. Seringainya semakin tinggi.

"Berikan pada dokter yang menanganinya."

"..."

"Bagaimana keadaannya?"

"..." Daniel bisa melihat ketegangan di wajah Liora yang semakin meruncing.

"Apakah memungkinkan untuk memindahkannya?"

"..."

Seringai Daniel naik lebih tinggi. "Atur itu untuk pagi hari."

"..."

"Apa yang akan kau lakukan padanya, Daniel?" sembur Liora bahkan sebelum mengakhiri panggilan. Tangannya ditangkap oleh Daniel sebelum menyentuh dada pria itu.

"Ya. Bawa mobil ke belakang rumah sakit." Daniel mengakhiri panggilan tersebut dan menurunkan ponsel lalu memasukkannya ke dalam saku jas.

"Ke mana kau akan membawanya?!" jerit Liora dengan kepanikan yang semakin jelas.

"Jika aku tak memiliki hak itu, kau tahu aku akan mengambilnya, Liora."

"Kau benar-benar berengsek, Daniel!" teriak Liora. Tangan lainnya kembali melayang ke arah Daniel, dan lagi-lagi ditangkap oleh pria itu. Tak butuh kekuatan lebih bagi Daniel untuk menahan rontaan Liora. Membiarkan wanita itu meluapkan amarah padanya. "Dia anakku. Hanya dia yang kumiliki. Setelah semua keburukan yang kau berikan padaku, tidak bisakah kau membiarkanku kali ini? Bunuh saja aku jika kau masih tak punya hati untuk merebutnya dariku!"

Kata-kata Liora mengena tepat di dada Daniel. Ya, sudah terlalu banyak keburukan dan penderitaan yang diberikannya pada Liora. Ialah yang menghancurkan hubungan wanita itu dengan Jerome, membuat wanita itu harus menerima kekejaman Jerome, dan bahkan tak sampai di situ. Tetapi bukan hanya Liora saja yang terluka dalam permasalahan mereka. Bukan hanya wanita itu yang berkorban untuk hubungan mereka.

Menguatkan hati, Daniel mengabaikan ketidak berdayaan Liora. Ia akui dirinya egois, tetapi jika ia tak bisa mendapatkan Xiu, maka Liora pun tak bisa membawa putrinya melenggang pergi seolah tak ada apa pun di antara mereka berdua.

"Buktikan kalau kau memiliki rasa bersalah itu padanya. Pada kami berdua!"

"Kita akan bicara setelah emosimu lebih tenang." Suara Daniel berusaha ia keluarkan dengan setenang mungkin.

"Kau pikir aku bisa tenang dengan dirimu yang masih berkeliling di sekitarku? Hidupku dipenuhi ketenangan sebelum kau muncul kembali, Daniel. Kau tahu hidupku tak pernah bisa tenang selama kau terlihat di mataku."

Kata-kata Liora seperti belati yang ditancapkan di dada Daniel. Wanita itu berada dalam ketenangan tanpa dirinya. Tetapi kebalikan dari yang Liora rasakan untuknya, hidupnya tak pernah didatangi ketenangan sejak wanita itu mencampakkannya dan melarikan diri darinya. Setiap langkah yang ia ambil dalam hidupnya hanya dan selalu tentang Liora.

Ia hanyalah salah bagi Liora, tetapi wanita itu adalah satu-satunya baginya. Bagaimana mungkin ia akan membiarkan ketimpangan ini terus bertahan seperti ini. Ini jelas tidak adil untuknya. Sekarang ia juga akan membuat dirinya adalah satu-satunya bagi wanita itu. Dan wanita itu akan menjadi salah satu baginya.

Rontaan dan makian Liora masih terus menyerang Daniel yang sama sekali tak terpengaruh. Genggaman kedua tangannya menguat, bahkan ketika tendangan wanita itu mencoba menyakitinya. Kaki wanita itu bahkan tak mengenakan alas kaki ketika membawa Xiu ke rumah sakit. Hanya semakin memperjelas begitu dalamnya perasaan wanita itu pada Xiu.

Mobilnya muncul dari arah kanan rumah sakit, mendekat ke arahnya. Saat berhenti di depannya, ia membuka pintu dan mendorong tubuh Liora ke dalam.

"Lepaskan, Daniel. Kau akan membawaku ke mana? Xiu membutuhkanku!"

"Kita akan bicara setelah kau merasa lebih baik. Dan ... aku yang akan menjaganya untuk malam ini."

"Tidak!!" Rontaan Liora semakin menjadi, membuat Daniel kewalahan. Liora menggigit tangan Daniel dan menendang pintu mobil, hanya sejenak pria itu lengah dan Liora berhasil melompat keluar dari mobil. Berlari ke arah samping mobil. Tetapi hanya beberapa langkah ia berhasil melarikan diri, lengan Daniel menangkap pinggangnya dan menggeram kesal. Setengah membanting tubuhnya kembali masuk ke dalam mobil dan menutupnya sebelum wanita itu berhasil bangun terduduk.

Liora menjerit, berteriak dan memukul-mukul pintu mobil yang mulai melaju semakin jauh dari Daniel. Tak peduli jika teriakannya hanya memberikan rasa sakit di tenggorokannya.

Isakan tangisannya pun sama sekali tak membuat mobil yang membawanya mengurangi kecepatan apalagi membawanya kembali ke rumah sakit. Ditambah dua pengawal yang duduk di depan, satu fokus pada arah jalanan dan satunya lagi fokus untuk mengawasi setiap gerak-geriknya. Seolah sudah memperhitungkan rencana atau kenekatan yang akan dilakukannya untuk menghentikan mobil.

Pada akhirnya, ia berhenti sendiri karena terlalu lelah dan suaranya sudah habis. Duduk dengan hati yang hancur berkeping-keping. Meski ia mencoba untuk mengebaskan hati atas apa yang dilakukan Daniel padanya, tetap saja rasa sakit itu masih menusuk di dadanya.

Ribuan penyesalan datang berjumbal memenuhi pikiran dan hatinya. Kenapa Daniel harus datang di hidupnya? Pria itu adalah kesalahan terbesar yang tak akan pernah terampuni.

Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah hotel yang sama dengan yang disewanya untuk bermalam. Salah satu pengawal turun lebih dulu dan membukakan pintu untuknya. "Sudah sampai, Nona."

Liora melangkah turun, tetapi sama sekali tak berminat untuk melarikan diri. Memangnya ke mana ia harus melarikan diri jika Xiu berada di tangan Daniel? Pikirannya sudah kembali tenang meski hatinya masih berdenyut nyeri. Ia menghapus air matanya dan melangkah masuk ke dalam lobi hotel.

"Tuan akan datang di pagi hari. Anda sebaiknya istirahat di kamar." Pengawal itu mengulurkan kartu berwarna hitam ke arah Liora. "Kamar 701. Semua barang Anda sudah dipindahkan ke sana."

Mata Liora terpejam, jadi pria itu memang sudah menemukan keberadaannya sejak awal? Wanita itu menarik napas panjang dan dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. Mencoba menjernihkan pikirannya. Ia harus memikirkan cara yang matang untuk lolos dari pria itu. Bersama Xiu.

Kamar yang dipilih Daniel jelas yang paling baik di gedung ini. Pria itu tak pernah lupa bagaimana cara menghamburkan uang. Apalagi dengan posisi pria itu sebagai penerus tunggal tuan Saito.

Liora masuk ke dalam kamar. Satu-satunya hal yang membuatnya mempertahankan kewarasannya adalah Xiu yang berada di tangan Daniel. Setidaknya satu hal yang pasti, Daniel tak akan menyakiti putrinya.

Ya, sebagai ayah kandung Xiu, keberadaan Daniel seperti pisau bermata dua baginya. Liora meyakinkan dirinya sendiri bahwa Daniel akan mengurus Xiu dengan baik. Memastikan putrinya mendapatkan perawatan yang lebih baik menggunakan kekuasaan yang pria itu miliki.

Meski begitu, ketenangan yang dipaksakannya itu tak membuat Liora bisa memejamkan matanya hingga pagi. Ia hanya duduk di sofa dan menunggu setiap detik terlewat tanpa ketenangan sedikit pun.

Dan yang lebih buruk, Daniel bahkan mengingkari janjinya untuk menemuinya di pagi hari. Pria itu muncul di kamar tepat jam sembilan. Yang membuat langkah mondar mandir Liora segera terhenti, lalu menghampiri pria itu dengan kecemasan yang terlalu jelas. "Kenapa kau begitu terlambat? Apakah Xiu baik-baik saja? Apa sesuatu terjadi padanya?"

Daniel mendengus tipis, bahkan sejak semalam Liora tak mengganti pakaian. Wajah yang kuyu dan terlihat tidak bisa memejamkan mata sepanjang malam. "Kau masih terlihat kacau, Liora. Sepertinya kita perlu menunda apa pun yang perlu kita bicarakan."

Liora seketika menahan lengan Daniel yang hendak berbalik. "Kenapa kau lakukan ini padaku, Daniel?" Ada permohonan yang begitu kental dalam suaranya yang semakin melirih. "Tidak cukupkah kau menyiksaku sepanjang malam?"

Ada rasa iba yang berhasil merayap di dada Daniel mendengar permohonan tersebut. Yang tak perlu dipertanyakan ketulusannya. "Dia baik-baik saja. Demamnya sudah turun."

Kelegaan segera menghampiri raut Liora, meski itu tidak pernah cukup. Pegangannya pada lengan Daniel melonggar. Dan kelegaan itu tak bertahan lama. Ketika pria itu kembali melanjutkan kalimatnya.

"Dan bahkan dia mengenaliku dengan baik."

Raut Liora yang sudah pucat semakin pucat tak terkendali, dicampuri kepanikan yang semakin menjadi.

"Dia juga mencarimu, tapi aku berhasil menenangkan dan menidurkannya."

"Berengsek kau, Daniel." Kedua tangan Liora melayang, akan mendaratkan pukulan di dada Daniel. Yang lagi-lagi dengan sigap ditangkap oleh pria itu. "

"Kau harus tenang, Liora. Aku bahkan belum melakukan apa pun."

"Aku membencimu, Daniel. Seumur hidupku aku akan membencimu," desis Liora.

Kebencian di wajah Liora begitu dalam hingga membuat Daniel tak bisa mengabaikan hujaman di hatinya. Matanya mengerjap, berusaha menguatkan hati dan memasang ekspresi sedingin mungkin. "Ya, lakukan itu seperti yang kau inginkan. Itu tak akan mempengaruhi apa pun yang kuinginkan dari Xiu."

"Kau tak berhak menginginkan apa pun darinya."

"Kalau begitu kita akan lihat." Daniel memegang tangan Liora, kemudian menyeret wanita itu keluar dari kamar dan melintasi lorong pendek menuju lift. Begitu sampai di lantai bawah, keduanya melintasi lobi dan masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di depan teras hotel.

"Mau ke mana kita?"

"Tergantung bagaimana akhir dari pembicaraan kita."

"Apa maksudmu?"

"Kau memiliki dua jam perjalanan untuk memutuskan pilihanmu. Memberiku kesempatan untuk menjadi ayah Xiu atau aku yang terpaksa turun tangan untuk melakukan segala cara demi merebut Xiu darimu."

"Itu bukan pilihan, Daniel," desis Liora dengan penolakan yang tegas.

"Jika kau masih bersikeras mencoba menyingkirkanku dari hidup anakku, maka akulah yang akan menyingkirkanmu dari hidupnya, Liora."

"Apa?!" Mata Liora melebar. "Kau tak bisa melakukan itu padaku!"

"Aku bisa. Kau tahu aku bisa, Liora. Jadi, mencobalah bersikap adil dan sedikit meruntuhkan keangkuhan atau kau benar-benar akan kehilangan Xiu di hidupmu."

Liora menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak. Kau tak bisa melakukan itu pada kami."

"Kalau begitu, kuanggap kau bisa berbagi Xiu denganku," putus Daniel meski penolakan di wajah Liora masih terlihat keras. "Jadi, kita bisa bicara sekarang?" Tatapan Daniel berubah serius. Yang membuat Liora tak berkutik.

Liora jelas gak berdaya menghadapi Daniel yang sekarang. Kekuasan pria itu bisa dengan mudah merenggut Xiu darinya. Liora mencoba menenangkan dirinya. Menahan penolakan yang sudah di ujung lidah. Sungguh, membawa Daniel kembali di antara hidupnya dan Xiu adalah hal terburuk yang tak pernah terbayangkan. "Kau benar-benar memaksa datang dan menghancurkan kehidupanku, Daniel. Untuk ketiga kalinya. Tujuannmu terlihat jelas. Jangan kau pikir aku tak tahu."

Daniel tak mengatakan apa pun. Tak menyangkal atau membenarkan. Jawaban pria itu sudah jelas di kedua matanya. "Ini permainan baru yang tak kusangka akan kita permainkan, Liora."

"Ya, aku tahu kau memang berengsek. Aku pun tak menyangka kau bisa seberengsek ini."

"Maka kita akan lihat, siapa yang akan bertahan hingga akhir."

"Aku tahu kau yang akan menang, Daniel. Tapi .... aku akan membuat kemenanganmu menjadi sebuah penyesalan yang tak akan terampuni."

Sumpah Liora berhasil membekukan raut kepuasan di wajah Daniel. Keduanya saling tatap dalam ketegangan. Dengan dendam dan kebencian yang saling mengunci satu sama lain. Mengikat keduanya dalam emosi yang begitu dalam.

"Kemenanganmu akan menjadi kekalahan terbesar yang pernah terjadi di hidupmu. Semua yang kau korbankan demi kemenanganmu tak akan pernah sepadan. Pastikan kau mengingat semua ini, Daniel."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top