12. Kecurigaan Daniel
Cukup lama Daniel berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka. Tampaknya Jenna lupa untuk menutupnya dengan rapat dan sibuk dengan Liora dan Xiu yang duduk bersandar di ranjang pasien yang berwarna merah muda. Kamar perawatan anak ini dipenuhi dengan gambar-gambar animasi yang cerah, layaknya kamar anak pada umumnya dengan desain yang tentu saja diusahakan membuat anak-anak betah.
Lama Daniel hanya mengamati wajah Liora yang tertunduk, menatap dalam-dalam wajah Xiu yang berada dalam pangkuan wanita itu. Sementara Jenna menata makanan yang ada di kantong dipindahkan ke meja. Liora bukanlah seseorang yang sukaterlambat makan. Bahkan saat makan malam dengan klien tadi Liora tak sempat makan, dan karena Xiu sekarang wanita itu belum makan hingga hampir jam 12 malam.
Daniel merasa ada yang aneh dengan tatapan wanita itu. Bagaimana cara wanita menatap Xiu, kelembutan dan perhatian yang ditunjukkan oleh Liora pada Xiu. Ada sesuatu yang mendadak membuat jantung Daniel tercekat. Apakah sebesar itu kasih sayang Liora pada pada keponakannya? Apakah sekhawatir itu Liora pada keponakannya hingga pergi begitu saja dan tak memedulikan apa pun.
Semua sikap Liora tentu akan membuat siapa pun salah paham. Kasih sayang yang dimiliki oleh Liora untuk Xiu terlalu berlebihan. Daniel bertanya-tanya, apakah Liora juga memperlakukan kedua keponakan yang lain sama seperti itu?
Wajah Xiu memang yang paling mirip dengan Jenna, Axel dan Alexa sepenuhnya memiliki fitur wajah Jerome. Daniel tak bermaksud membedakan, tetapi kecurigaan tanpa alasan merayap ke dalam hatinya begitu saja. Karena wajah Jenna sama dengan Liora.
"Apa yang kau lakukan di sini, Daniel?" Sudah tentu pertanyaan dengan nada sengit itu adalah milik Jenna. Wanita itu memang sulit untuk menyukainya. Hubungan keduanya sejak awal sudah memburuk dan tak pernah membaik sejak mengetahui dirinya adalah selingkuhan Liora. Jenna maju ke depan Daniel, mendorong pria itu keluar tapi jelas tubuh besar Daniel tetap bergeming di tempatnya. "Keluar kau."
"Aku hanya ingin menengok keponanakanku, Jenna. Kenapa kau begitu panik? Apa ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku?"
Wajah Jenna memucat. Mengerjap dengan gugup. Beruntung Liora yang baru saja membaringkan Xiu dan lebih dulu menyadari keberadaannya mengambil alih pertanyaan Daniel.
"Apakah ada sesuatu yang perlu kami sembunyikan darimu? Selain masa lalu kita semua yang sudah terkubur jauh di belakang."
Daniel dan Liora saling pandang dalam beberapa saat yang cukup lama. Tatapan keduanya saling melekat hingga Daniel memutuskan untuk berjalan lebih ke dalam dengan penuh ketenangan. "Kau tiba-tiba pergi tanpa pamit, meninggalkanku begitu saja dengan tumpukan pekerjaanmu yang belum selesai. Menurutmu, berapa kerugian yang akan kudapatkan dengan sikap tak sopanmu ini jika kesepakatan dengan tuan Eric batal?"
Mata Liora terpejam, menyadari kesalahannya. Ia menatap Jenna dan memberi isyarat akan keseriusan ancaman yang diberikan oleh Daniel. Jenna pun juga terdiam dan menutup kembali mulutnya.
"Kau datang ingin aku meminta maaf? Kita bisa membicarakan masalah ini besok di kantor, Tuan Daniel."
Daniel berbalik, senyum tersungging di kedua ujung bibirnya. "Ya, sekarang aku hanya ingin menjenguk keponakanku. Kau sepertinya sangat menyayangi Xiu, ya?"
Wajah Liora seketika membeku dan Jenna memucat. Reaksi itu pun tak luput dari pengamatan Daniel.
"Ya, dia keponakanku. Sama seperti Alexa dan Axel. Aku tak pernah membedakannya."
Senyum Daniel berubah menjadi seringai. "Aku tak bertanya. Aku bahkan tak meragukannya. Untuk apa kau menjelaskannya secara detail?" Suaranya diselimuti tawa yang terselip. "Aku yakin kau menyayangi ketiganya sama besar. Tak ada alasan harus memberi kasih sayang yang lebih untuk salah satunya, kan?"
Jenna dan Liora semakin dibuat bungkam, rahang keduanya terkatup rapat dan udara di antara ketiganya mulai diselimuti ketegangan.
"Sebenarnya apa yang kau katakan, Daniel?" Liora berhasil mengeluarkan suaranya tetap datar dan penuh ketenangan.
Daniel kembali menatap Xiu yang berbaring di tempat tidur. "Dia sangat cantik. Mirip denganmu ..." Daniel sengaja memberi jeda sejenak, matanya sedikit menyipit dan lebih tajam mengamati wajah Xiu. Kemudian kembali menatap Jenna dan Liora bergantian, keduanya tampak tegang dengan raut yang tak kalah pucatnya. "Jenna."
Jenna tampak bernapas dengan lega.
"Hidung, mata, bibir, dan garis wajahnya. Semua mirip denganmu, Jenna." Lama Daniel mengamati Jenna, kemudian berpindah pada Liora. "Meski hidungnya lebih mirip dengan Liora."
Kali ini kepucatan di wajah Liora tak bisa lebih pucat lagi. Keheningan yang menyesakkan di antara ketiganya semakin tak tertahankan. Layaknya senar yang ditarik hingga batas maksimal, hanya menunggu detik-detik putusnya senar tersebut.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini, Daniel." Suara baritone yang tajam menyela di antara keheningan tersebut. Jenna menoleh dan serasa diterjang kelegaan yang teramat besar akan kedatangan sang suami.
"Jerome?" Jenna bergegas menghampiri sang suami dan menyelipkan lengan di lengan Jerome. Sedangkan Daniel dan Liora masih saling pandang dalam ketegangan tersebut.
Daniel lebih dulu memutus kontak mata tersebut. Membalas pertanyaan Jerome dengan senyuman. "Aku mendengar keponakanmu sakit dan kau masih berada di luar kota."
"Aku sudah di sini." Dan tatapan sudah waktunya kau enyah dilemparkan oleh Jerome.
Daniel terkekeh. Serasa diserang oleh ketiganya di saat yang bersamaan.
"Tak ada alasan kau ada di sini, Daniel. Kami tak akan menyambutmu dengan baik. Ataupun mengharapkan perhatianmu. Terutama untuk anakku."
Daniel mendesah dengan keras. "Ya, sepertinya sudah waktunya aku pergi."
"Semakin cepat semakin baik, Daniel." Jenna mengguman tanpa sedikit pun rasa sungkan.
Daniel tersenyum, menatap Jenna lebih lama sebelum berjalan keluar ruang perawatan Xiu.
Begitu pintu ditutup, Jenna dan Liora seolah kembali bernapas. "Kenapa kau lama sekali, Jerome?"
"Ke mana Abe?"
"Aku menyuruhnya ke bawah untuk membeli sesuatu."
"Apa?"
"Perutku tiba-tiba tidak nyaman dan aku menyuruhnya membeli strawberry."
Kerutan yang dalam membentuk di kening Jerome. "Strawberry? Tengah malam begini?"
Jenna mengangguk, melepaskan lengannya dari tangan Jerome dan kembali ke meja untuk duduk. "Apa kau sudah makan?"
Jerome mengangguk. "Kenapa kau belum makan malam?"
"Kami sibuk mengurus Xiu dan berbagai keperluannya hingga melewatkan makan malam, Jerome. Kami benar-benar bingung, sama sekali tak memikirkan makan." Jenna memanggil Liora yang masih berdiri di tengah ruangan. "Kemarilah, Liora. Ayo makan."
Liora mengangguk dan duduk di samping Jenna. Membiarkan sang adik mengisi piring untuknya sedanhkan benaknya dipenuhi kegelisahan yang lain. "Apakah menurutmu Daniel mencurigai sesuatu?" tanyanya pada Jerome yang sudah berdiri di samping tempat tidur Xiu. Mengamati bayi mungil itu.
"Tak ada alasan dia mencurigai sesuatu di sini, Liora."
"Aku merasa firasa buruk di dalam hatiku."
Jerome terdiam sejenak. "Hanya perasaanmu saja. Dia tak mungkin tahu. Kita sudah menutupi semua jejakmu hubunganmu dengannya."
Liora mengangguk.
"Kau hanya begitu mengkhawatirkan Xiu. Tenanglah, Jerome pasti sudah mengurusnya." Jenna berusaha menenangkan sang kakak dengan elusan di punggung. Meletakkan piring yang sudah berisi nasi di tangan Liora. "Sekarang makanlah."
Liora pun mulai menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Jerome sambil menempelkan telapak tangannya di kening Xiu. "Panasnya sudah turun."
"Ya. Semoga semakin membaik."
"Bagaimana dia bisa sakit, Jenna?"
Jenna menggeleng dengan lemah. "Kuharap bukan perbuatan kakakmu."
Liora menoleh dengan cepat. Pada Jenna kemudian berpindah pada Jerome yang merapikan selimut Xiu dan berjalan ke sofa. Duduk di samping Jenna. "Kakakmu?"
Jerome tak menjawab, tapi diam pria itu jelas sebuah makna yang lebih serius.
"Aku tak tahu kau memiliki kakak."
"Kakak perempuan. Namanya Jennifer. Kupikir kau tahu. Dia benar-benar lebih menyebalkan dari Monica."
Liora mendengarkan. Sepanjang ia menjadi kekasih Jerome, pria itu memang selalu tertutup tentang keluarganya. "Aku tahu seberapa menyebalkannya. Lalu apa hubungannya dengan Xiu."
"Apa dokter mengatakan sesuatu?" tanya Jerome pada Jenna.
"Dokter bilang gejala tifus. Sepertinya ada yang salah dengan makanan dan minumannya."
Jerome mengangguk sekali. "Aku akan memeriksanya."
"Aku tak peduli dia membenciku, Jerome. Tapi jika melibatkan anak-anak, aku jelas tak akan tinggal diam," gerutu Jenna.
Jerome mengusap punggung Jenna. "Ya, biarkan aku yang mengurusnya. Habiskan makananmu."
***
Esok harinya, Jerome pulang ke rumah pagi-pagi sekali karena pekerjaan yang mendadak sekaligus bicara dengan Jennifer. Jenna dan Liora kembali dikejutkan dengan kemunculan Daniel.
"Apalagi yang kau lakukan di sini?" desis Liora tajam yang baru saja keluar dari pintu ruangan perawatan Xiu dan nyaris menabrak Daniel yang tiba-tiba muncul.
Daniel sama sekali tak terpengaruh dengan sikap dingin Liora, masih dengan senyum penuh ketenangannya pria itu mengulurkan dua berkas yang ada di tangannya. "Kau harus membacanya. Kita ada pertemuan pagi."
"Hari ini aku tidak akan ke kantor."
"Kenapa?"
"Xiu sakit."
"Bukankah ada Jerome dan Jenna yang mengurusnya dengan baik. Sebagai orang tuanya."
Wajah Liora sempat memias. Memutuskan tak akan membantah lagi kalimat Daniel atau kecurigaan pria itu semakin menumpuk dan itu lebih dari buruk. Keadaan Xiu sudah membaik dan Jenna menjaganya dengan baik. Juga ada Abe yang berjaga di depan ruang perawatan Xiu. Sepertinya ia bisa sedikit tenang meninggalkan Xiu. Sebaiknya ia menuruti keinginan Daniel. "Bukankah Nia bisa membantumu."
"Apa kau ingin lari dari tanggung jawabmu? Sejak awal kau yang memeriksa laporan ini, kan?"
Liora tak berkata-kata lagi, mengambil dua berkas yang diulurkan oleh Daniel. "Aku harus pulang sebentar."
"Aku akan mengantarmu."
"Tidak perlu," tolak Liora dengan segera. Mengangguk sekali untuk berpamit. Tapi Daniel jelas lebih keras kepala. Pria itu mengikuti Liora dan sebelum wanita itu mendapatkan taksi, ia mendudukkan Liora di kursi depan mobilnya.
"Akan jauh lebih menghemat waktu jika kita pergi bersama." Daniel menutup pintu mobil. Memutari bagian depan mobil dan duduk di balik kemudi. Melajukan mobil meninggalkan halaman rumah sakit.
Sepanjang perjalanan, tak ada satu pun yang saling bicara. Liora sengaja menyibukkan diri dengan berkas yang diberikan oleh Daniel sementara pria itu sibuk fokus pada jalanan.
Getaran ponsel menyela kesunyian tersebut. Daniel mengambil ponselnya dan menatap nama Carissa di seberang. "Ya, ada apa, Carissa?"
Liora tak bisa menahan bola matanya bergerak ke sudut. Menelan ludah dan merasa canggung berada di dalam mobil hanya berdua dengan Daniel.
"Aku sedang dalam perjalanan pertemuan."
"..."
"Dengan sekretarisku."
"..."
"Ya, bersama Liora."
"..."
"Fitting baju? Jam berapa?"
Liora tak bisa menahan kerutan di keningnya. Ah, bukankah minggu depan hari pernikahan Daniel dan Carissa?
"..."
"Aku akan memeriksa jadwalku, kenapa begitu mendadak?"
"..."
"Baiklah. Jam satu aku akan menjemputmu." Panggilan keduanya pun berakhir. Daniel pun beralih pada Liora. "Bisakah kau membatalkan pertemuanku siang nanti."
"Ya," jawab Liora singkat dengan satu anggukan. Tanpa menoleh ke samping.
Hening selama beberapa saat.
"Apakah kau baik-baik saja?" Daniel bersuara lebih dulu. "Apakah kau benar-benar akan baik-baik saja dengan pernikahan kami?"
Liora mendesah pelan, kemudian mengangkat wajah pada menatap Daniel. Dan masih dengan penuh ketenangan, wanita itu membalas, "Apakah ada alasan aku tidak baik-baik saja dengan pernikahan kalian?"
Cengkeraman tangan Daniel pada setir semakin menguat akan jawaban Liora yang penuh ketenangan dan terkesan tak peduli. Daniel pun terkekeh. "Memang semudah itu kau membuangku, ya?"
Liora terdiam sejenak. "Alasan aku mempertahankan pekerjaan ini adalah menutup apa pun yang ada di belakang kita, Daniel. Kau tak perlu mengungkitnya."
"Tidak. Alasan aku kembali dan menetapkan posisimu adalah untuk membalas semua keburukan yang kau berikan pada hidupku, Liora." Daniel mengucapkannya dengan penuh emosi, kemudian meminggirkan mobil dan menginjak rem dengan keras. Membuat tubuh Liora tersentak ke depan dan kembali menghantam sandaran kursi dengan cukup keras. Merasakan kemarahan Daniel yang seketika membuat bulu tengkuknya meremang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top