Chapter 8
Selamat datang di chapter 8
Syudah lama nggak up, ada yang nungguin nggak?
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan) sebelum di buang Mr. CEO
Well, thanks
Happy reading everyone
Hope you like it
❤❤❤
_____________________________________
Dia tidak boleh tahu
Jika aku bukan seperti yang dia pikir
••Dominic Molchior••
______________________________________
Phoenix, 23 Desember
07.00 a.m.
Rutinitas pagiku sekarang adalah sarapan french toast dan minum kopi Brazil buatan Mia Oswald satu jam sebelum jam kantor di mulai.
Ya. Tentu saja dengan menggunakan sifat dikatator dan otoriter untuk meminta wanita bar bar cerewet itu agar memasaknya di pantry kantor. Aku hanya tidak ingin french toast dan kopiku dingin. Yang artinya dia juga harus berangkat ke kantor lebih pagi untuk membuatkanku sarapan.
Kuakui tidak ada yang membuat sarapan sesederhana french toast dan kopi seenak buatan Mia Oswald. Walau pun wajah kesal yang dia usahakan normal selalu menghiasi setiap pagi saat menyerahkan sarapan dan kopi yang sudah jadi ke ruanganku, tidak masalah.
Tok tok tok
"Masuk."
"French toast dan kopinya Sir," katanya sembari meletakkan senampan sarapan tersebut di atas meja.
"Terima kasih, kau sudah sarapan?"
Dia tidak melafalkannya dengan keras karena menggerutu, tapi aku bisa mendengarnya. "Memangnya ada yang lebih penting dari sarapan selain perintah atasan?"
Demi saturnus! Kenapa wajahnya sekarang jadi sedikit lucu jika sedang begitu? Aku harus menahan tawa untuk mempertahankan wibawa."Mari sarapan bersama."
"Apa?"
"Aku tidak mengatakannya dua kali. Duduklah di situ," kataku sambil memberikan satu makanan itu padanya yang masih terheran.
Dengan ragu dan wajah bingung Mia Oswald mulai duduk dan mengambil french toast itu kemudian mulai memakannya. Walau pun sangat banyak memasukannya dalam mulut tapi entahlah aku selalu merasa itu bukan cara makan yang rakus, melainkan semua gerakan Mia Oswald terasa anggun. Seperti menghargai masakan hasil si pembuat.
"Mulai besok kita juga sarapan bersama. Jadi tidak ada alasan kau berpikir perintah atasan lebih penting dari sarapan. Sarapan itu juga penting asal kau tau!"
Mia Oswald sedikit mendelik, berikutnya menelan makanan kemudian menanggapi. "Kau mulai terdengar seperti ibuku. Kalian mungkin cocok jika membicaraka masalah pentingnya sarapan dan bla bla bla..."
Lagi - lagi aku menahan diri untuk tidak mengulas senyum. "Aku hanya tidak ingin-"
"Sekretarismu sakit dsn menghambar pekerjaan, ya ya aku paham," sahutnya.
"Ngomong - ngomonf apa kau juga selalu memperlakukan Mrs. Thompson semena - mena, seperti ini? Harus menyiapkan sarapan dan mengajaknnya makan bersama jika dia belum?" tanya wanita dengan cat kuku warna baby pink itu.
Tidak, aku tidak pernah semena - mena padanya dalam urusan sarapan, hanya sekali, itu pun sangat mendesak. Dan itu terjadi beberapa minggu lalu pasca kita pertama kali bercinta, Mia. Aku hanya semena - mena terhadapmu.
"Kurang lebih."
Mia Oswald tidak bolah tahu. Wanita itu hanya boleh tahu jika aku memang diktator dan otoriter seperti yang dia pikir. Sehingga dia akan terus mematuhi perintahku.
***
Phoenix, 23 Desember
08.00 a.m.
Tok tok tok
"Masuk."
"Tim divisi marketing sudah siap di ruang rapat Sir," kata Mia Oswald setelah berdiri di depan mejaku. Ada kelegaan tersendiri ketika dia menggunakan bahasa formal serta kelihatan profesional.
"Baik, kita ke sana."
Kami berjalan ke ruang rapat. Atau lebih tepatnya aku berjalan selangkah di depan dengan Mia Oswald yang mengekor di belakang membawa tentengan map. Bunyi stiletto merah yang dia kenakan berbaur dengan decitan pantofel hitamku. Menciptakan ketukan irama bersaut - sautan.
Ketika aku membuka pintu ruangan itu yang tadinya ramai kini senyam mendadak. Bentuk respect padaku yang sudah mengambil tempat di kursi tengah ruangan. Sedangkan Mia Oswald dan Mrs. Benita Thompson duduk beberapa jengkal di sebelah kiriku.
Wanita yang ekhm... manis itu meletakkan map di atas meja dengan gerakan anggun kemudian mengubek monitor laptop yang sudah menampilkan power point untuk presentasi ketua tim divisi marketing. Kemudian mengambil tempat duduknya kembali.
"Selamat pagi," sapaku pada jajaran divisi marketing yang fokus menatapku. "Langsung saja, silahkan mulai presentasi," ucapku lagi kepada ketua tim marketing yang tampak percaya diri bersiap presentasi seperti mahasiswa teladan.
Pria berumur empat puluhan itu dengan tegas dan enjoy menjelaskan tentang hasil skema pemasaran tahun ini. Dari bulan Januari sampai bulan Desember. Pria itu juga menunjukkan gravik pada layar proyektor. Ada saatnya gravik itu meningkat, ada juga saatnya gravik itu menurun. Puncak penurunannya malah terjadi pada bulan ini. Kemudian pria itu menarik kesimpulan dari apa yang sudah mereka kerjakan dan yang mereka peroleh selama setahun.
"Tunggu," kataku saat pria itu akan mengakhiri sesi presentasinya. "Kau bilang bulan Juli mengalami peningkatan signifikan, kenapa bulan ini malah menurun?"
"Begini Sir, bulan ini jauh lebih dingin dari bulan lalu, cuacanya kurang mendukung, lokasinya juga jauh, membutuhkan waktu selama hampir dua hari pengiriman, batu bara kita mengalami tingkat penyusutan kualitas. Cuaca yang dingin membuat batu bara mudah menyerap air Sir. Itu pun sudah hampir di cekal oleh petugas yang ada di sana karena kurang memenuhi standart," terang pria itu jelas.
Aku mengernyitkan alis pertanda ini persoalan serius. "Di mana lokasinya?"
"Virginia Barat Sir," jawab pria itu lagi.
Aku memutus pandangan dari pria itu lalu menoleh ke Mia Oswald yang sibuk menulis hasil rapat. "Miss Oswald tolong jadwalkan kunjunganku ke Virginia Barat menggunakan heli besok pagi."
"Baik Sir," ucapnya.
Pasca rapat aku kembali ke ruanganku, berjalan membelah kubikel demi kubikel. Mrs. Benita Thompson dan Mia Oswald yang baru akan melangkahkan kakinya ke arah kubikel mereka masing - masing, kuminta ikut denganku masuk ruangan. Dengan sikap profesional mereka mematuhi perintahku.
"Mrs. Thompson tolong ajari bagaimana harusnya seorang sekretaris mempersiapkan kunjungan luar kota, Dan Miss Oswald, setelah Mrs. Thompson selesai mengajarimu, masuklah ke ruanganku."
"Baik, Sir," jawab kedua wanita itu patuh dan kompak.
"Tolong berikan laporan hasil rapat tadi. Dan silahkan kembali ke kubikel masing - masing," titahku yang langsung di laksanakan oleh keduanya.
Sekitar setengah jam kemudian, Mia Oswald mengetuk pintu. Kupersilahkan dia masuk dan duduk di kursi depan mejaku.
"Bersiaplah untuk besok, jangan lupa mantel, syal dan sarung tanganmu," ucapku tanpa melihat wanita itu.
"Bukankah Mrs. Thompson yang akan ikut ke Virginia Sir?"
Aku menghentikan gerakan menulis note untuk menatapnya. "Tidak, kau yang ikut. Dan setelah pulang kantor, ikutlah ke estatku untuk mempersiapkan apa saja yang aku butuhkan besok."
"Baik," katanya kemudian ragu sejenak.
"Ada yang ingin kau tanyakan lagi?" tanyaku ingin tahu apa yang membuatnya berwajah seperti itu.
"Berapa lama kita akan ke Virginia?"
"Tergantung seberapa besar masalah pertambangan yang harus kita urus. Kenapa?" Kulihat wajahnya antara bingung dan sedikit kesal tapi dengan cepat berusaha dia netralkan kembali.
"Tidak apa - apa, jika tidak ada lagi yang harus kukerjakan, permisi."
***
Phoenix, 23 Desember
18.10 a.m.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul enam sore. Semua karyawan sudah pulang, kecuali aku dan Mia Oswald yang masih menungguku menyelesaikan beberapa berkas yang harus tamat hari ini karena besok akan kutinggal ke luar kota.
Aku bisa melihat lampu kubikelnya masih menyala melalui jendela ruangan CEO.
Biar kutebak, mungkin saat ini wajah wanita itu sedang mendengus kesal, atau mulutnya pasti akan mengeluarkan sumpah serapah, gerutuan panjang dan lama.
Membayangkannya saja sudah membuat kepalaku pusing. Jadi dengan fokus yang tinggi dan secepat yang kubisa, sebaiknya aku segera menyelesaikan berkas ini.
Namun ternyata itu hanya pikiranku saja. Ketika beberapa menit kemudian semua berkasku sudah selesai dan aku membuka pintu ruangan, kulihat dia sedang menelpon seseorang.
Mia Oswald tidak menyadari kehadiranku yang sudah sepuluh langkah darinya karena posisinya membelakangiku. Aku baru akan meneruskan langkah tapi malah berhenti. Seperti mendadak penasaran dengan siapa dia menelpon ketika mendengar suaranya sedikit kacau seperti itu. Aku bahkan bisa melihatnya mengusap air mata dari posisiku berdiri. Hal yang pertama kali kulihat dari wanita cerewet itu. Seratus delapan puluh derajat berbeda dari biasanya.
Mia Oswald menangis.
"Maafkan aku, sepertinya liburan natal dan tahun baru aku belum bisa pulang ke Brooklyn karena harus ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Tapi mom, tenang saja. Aku pasti akan mengirimkan uangnya. Tolong jaga daddy," katanya setelah meletakkan selembar roti tawar tanpa selai dan sebotol minuman warna orange di atas meja lalu mengusap air matanya.
"..."
"Ya, tentu saja aku sangat baik, gajiku sangat tinggi, dan setiap hari aku makan enak, atasanku dan semua rekan kerjaku juga semuanya sangat baik."
Benarkah? Kurasa aku tidak sebaik itu. Gajimu bahkan tidak lebih dari uang hobi berkudaku setiap minggu. Dan makan enak? Kulihat kau hanya makan selembar roti tawar untuk makan malam.
Kenapa hatiku seperti ingin marah?
"Ya, jaga kesehatanmu mom, aku harus pergi dulu, bye."
Setelah wanita itu menutup telponnya ada panggilan lain masuk. Mia Oswald mengusap air matanya lagi, berdehem lebih dulu sebelum mengangkat telpon itu.
"A..lo Mrs. Brighman," sapanya di usahakan ceria kemudian menjauhkan telpon karena suara di seberang terdengar marah - marah.
"Tolong jangan begitu, kau tau sendiri aku belum genap sebulan bekerja. Aku pasti akan membayarnya. Tolong beri aku waktu Mrs... Alo? Mrs. Brighman... Halo...? Shit!"
Sepertinya aku tidak asing dengan nama Mrs. Bringhman. Dan Mia Oswald, pasca telpon di putus secara sepihak, dia mengumpat dan meletakkan kepalanya telungkup dalam lipatan tangan di meja. Dia terdengar seperti tersedu - sedu?
Aku tahu ini bukan urusanku dan seharusnya aku tidak peduli tapi kenapa malah ada suara - suara di hati dan pikiranku yang menyebutkan kata salah jika aku tidak melakukan sesuatu untuknya?
Rasanya aku benar - benar ingin marah! Tanpa ada sebab yang jelas!
Lamunanku buyar ketika wanita itu mendongak dan mengepalkan tangan di udara sambil berkata, "aku Mia Oswald yang kuat dan mandiri. Aku tidak boleh menangis! Setelah menyelesaikan ini aku akan mencari uang tambahan!"
Lalu dia mengusap kasar wajahnya sekali lagi dan menarik napas dalam - dalam kemudian mengeluarkannya perlahan. Saat dia mengeluarkan kaca untuk mengecek kondisi wajahnya, mata kami bertemu. Mia Oswald reflek berdiri ketika melihatku. "M-Mr. Molchior kau sudah selesai? Sejak kapan kau berdiri di sana?"
"Baru saja! Kau terlalu berisik! cepatlah, aku tidak punya banyak waktu!" kataku dengan intonasi tidak santai lalu bergegas melanjutkan langkah menuju elevator petinggi di ikuti Mia Oswald yang dengan crkatan memasukkan semua barangnya ke dalam tas jinjing ter.asuk selembar roti dan minuman. Dia sedikit berlari mengejarku agar tidak ketinggalan.
Sesampainya di depan elevator dia menekan tombol panah bawah pada elevator khusus karyawan saat pintu elevator khusus petinggi di sebelahku terbuka. Di luar perintah otak, aku reflek menarik tangannya untuk masuk elevator di sebelahku.
"Tu-tunggu dulu Mr. Molchior aku-"
"Diamlah, aku sedang tidak ingin mendengar ocehanmu!" potongku cepat dengan nada dingin seperti biasa. Mia Oswald menurutinya. Malah dia tidak mengoceh sama sekali sepanjang perjalanan menuju estatku. Rasanya hening, hanya terdengar suara radio yang mendominasi.
Aku jadi sedikit kepikiran dan juga bertanya - tanya. Bagaimana dia bisa menyebutkan kalimat baik - baik saja dan menambah daftar kerjanya untuk mencari uang demi keluarga dan sewa apartement?
Kemana perginya Hansel Brent?! Apa yang dia lakukan?! Dasar pria pengecut! Demi saturnus! Dia bahkan tidak layak di sebut sebagai pria karena membiarkan Mia Oswald seperti ini!
______________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang uda vote dan komen di tulisan iseng ini
Bonus photo Mia Oswald
Tolong ilernya di kondisiin liat Mr. CEO
See you next chapter
With Love
©®Chacha Prima
1 Februari 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top