Chapter 5

Selamat datang di chapter 5

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan) sebelum Mr. CEO matanya kelilipan gegara ada typo

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤
______________________________________

Jika kau ingin membuatku bad bood sepanjang hari, maka selamat, kau adalah ahlinya

°°Mia Oswald°°

______________________________________

Phoenix, 8 Desember
11.30 a.m.

Brengsek!

Seharusnya aku membanting pintu ruangannya keras - keras! Bukan malah menutupnya pelan lalu memperlihatkan muka masam pada Mrs. Benita Tompson saat kembali ke kubikelku.

Aku tahu pekerjaannya sebagai sekretaris sudah lumayan banyak, tapi rasa simpati wanita negro dewasa itu membuatnya masih menyempatkan diri untuk mengasihaniku.

"Oswald, aku turut prihatin. Tapi tenanglah, lama - lama kau akan terbiasa dengan amarahnya," kata Mrs. Benita Tompson sembari melirik ruangan Dominic Molchior. "Kami semua merasakan amarahnya setiap jam, memang memusingkan," tambahnya.

Apa dia juga menyuruhmu mendesah dan melebarkan selangkangan untuknya?! Makiku dalam hati.

"Terima kasih Mrs. Tompson," jawabku.

Sungguh, jika bukan karena terdesak masalah keuangan, dan tawaran gaji menggiurkan di perusahan Cozivart ini, aku akan melangkahkan kaki keluar dari sini sejak hari pertama masuk kerja. Tidak enak rasanya bekerja dengan orang yang selalu merendahkanmu dan menjadikanmu sebagai alat pemuas napsunya.

Aku ingin mengahajarnya, memotong masa depannya dalam bentuk kecil - kecil lalu membuang dan menyiramnya ke toilet. Atau minimal menendang wajahnya dengan stilettoku. Atau mencolok matanya agar tidak jelalatan melihat seluruh tubuhku yang terbalut baju kantoran biasa. Bukan ketat atau sexy seperti sekretaris di film - film.

Aku juga ingin melaporkan ini sebagai kasus tindakan pelecehan, tapi tidak bisa. Dia atasanku. Selain sumber keuanganku berasal, nama belakang Molchior-nya pasti memiliki kekuatan untuk mengendalikan hukum. Dan orang kecil sepertiku pasti akan di tuduh yang macam - macam oleh netizen maha benar dan polisi pasti mengira aku mengada - ngada untuk mencari sensasi.

Jadi, mau tidak mau aku harus membiasakan diri. Tapi aku sudah bertekat, jika dia melecehkanku lagi, aku akan menyiapkan jurus - jurus jitu untuk menolaknya tanpa bisa dia sangkal.

Huft

Aku menarik napas dalam - dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Bermaksud mengusir bayangan rasa ciumannya barusan atau perlakuan tidak senonohnya. Namun yang kuingat malah pertanyaan ajaib Dominic Molchior.

"Ada apa dengamu hari ini Mia?"

Aku tidak paham paksud omongannya yang malah menyangkut pautkan bantahanku sebagai rasa frustasi sex! Dasar iblis gila!

Padahal aku hanya senang karena selama seminggu penuh orang itu sibuk, sedikit mengabaikanku yang artinya tidak marah - marah, tidak diktator mau pun otoriter. Lalu senin ini dia begitu lagi? Astaga, tampaknya aku butuh persediaan kesabaran sepanjang tahun bekerja dengannya.

***

Phoenix, 8 Desember
12.05 p.m.

Akhirnya, jam istirahat kantor pun menyambut. Seperti kebiasaan rutin selama seminggu ini, kulihat Hansel Brent yang sudah memakai syal dan sarung tangan, melangkahkan kaki - kaki panjangnya kemari sembari bersiul pelan untuk mengajakku makan siang. Kedatangannya membuatku tenang.

Ah... dia selalu menenangkan.

"Kau siap makan siang denganku honey?" tanyanya setelah berhenti tepat di samping meja kubikelku. Kulihat dia melirik meja Mrs. Benita Thompson di sebelah yang sudah kosong karena sang pemilik sudah pergi makan siang.

"Tentu saja," kataku senang, reflek berdiri. Tangan kananku menyambar tas. "Aku ingin makan tortila di tempat favorite kita, selain rindu suasananya aku juga rindu hazelnutnya. Oh, tentu saja kau juga boleh memilih tempat makan siang yang kau inginkan honey, kau tahu aku tidak mungkin terus - menerus membiarkan diriku selalu memilih tempat makan kesukaanku," tukasku dengan tangan bebas berekspresi, melihat Hansel Brent yang hanya tertawa kecil ketika mendengar semua ocehanku. "Kenapa? Kau mau mengataiku cerewet? Aku sudah bosan mendengarnya honey."

"Tidak, tentu saja tidak, aku hanya senang melihatmu, ayo, jangan lupa mantel, syal dan sarung tanganmu," jawabnya sambil merangkul pinggangku setelah memakai mantel dan syal. Sementara sarung tangan kumasukkan dalam kantong mantel karena ingin menyentuh salju. Lalu kami berjalan ke parkiran mobil dengan terburu - buru sebelum jam makan siang habis.

Well, sepanjang jalan aku terus saja berceloteh tentang banyak hal. Mulai dari mengomentari salju - salju yang sudah mulai turun lagi, kemudian kemacetan lalu lintas yang pada akhirnya mengharuskan kami puas hanya dengan makan di restoran cepat saji tidak jauh dari kantor dan banyak hal lain sampai akhirnya kami harus segera kembali.

Kali ini di tengah perjalanan Hansel Brent membuka omongan lebih dulu. "Apa kau baik - baik saja bekerja dengan Mr. CEO?"

Pertanyaannya membuatku tercekat. Tentu saja semuanya tidak baik - baik saja ketika atasan sumber penghasilanmu terus saja melecehkanmu. Tapi aku tidak bisa mengatakan itu dan membuat masalah tambah runyam. "Apa pernah ada orang yang bekerja dengannya dan berakhir baik - baik saja?" jawabku malah balik bertanya. Aku melihatnya tersenyum masam. "Apa lagi di akhir tahun yang sibuk seperti sekarang bukan? Oh! Aku tidak sabar ingin cepat liburan!" tambahku sembari memutar bola mata malas disertai dengusan.

Hansel Brent yang dari tadi fokus ke jalan pun melirikku sebentar. "Kau benar. Ngomong - ngomong tentang liburan, apa rencanamu?"

"Pulang ke Brooklyn, kurasa," jawabku singkat setelah berpikir sebentar. Hansel Brent terlihat sedikit kecewa. "Aku juga ingin menghabiskan malam natal bersamamu seperti tahun lalu saat mereka datang ke sini, tapi kau tahu sendiri sekarang ayahku sudah tidak sesehat dulu untuk datang ke sini seperti tahun lalu, jadi aku harus pulang ke sana." Aku menambahkan.

Sebenarnya keluarga adalah topik sensitif untuk di bahas. Hansel Brent yang memahaminya segera memutus topik tersebut. "Aku mengerti, semoga ayahmu cepat kembali sehat honey, nah ayo turun," katanya sembari tersenyum.

Kami berjalan ke arah elevator karyawan yang berhadap - hadapan dengan elevator petinggi perusahaan dalam keadaan saling diam. Selalu begitu setelah aku membahas keluargaku.

Sebelum berpisah pada ruangan masing - masing dia sempat memelukku dan mengatakan, "jangan sedih, semuanya pasti akan baik - baik saja." Kalimat Hansel Brent memberikan energy positif padaku. Dan hanya anggukan yang dapat kuberikan sebagai jawaban sembari membalas pelukannya.

Ketika baru saja melepas mantel dan mendaratkan pantat pada kursi, aku di kejutkan oleh suara bariton ketus iblis terkutuk itu yang berada tepat di belakangku.

"Tampaknya kau sangat menikmati makan siang dengan kekasihmu, Miss Oswald."

"Astaga," pekikku kaget luar biasa. Sempat memaki dalam hati jika itu sama sekali bukan urusannya ketika aku selalu menikamti waktu makan siangku dengan kekasihku sendiri. Tapi aku yakin manusia diktator satu itu hanya sedang basa basi.

Aku memutar kursi ke belakang agar menghadapnya dan reflek berdiri sembari melirik ke arah kubikel Mrs. Benita Tompson yang masih kosong karena jam makan siang masih tersisa sepuluh menit lagi.

Btw, aku juga bersiap siaga memasang sikap waspada padanya. "A-ada yang bisa kubantu Sir?" tanyaku sedikit terbata saat berusaha seprofesional mungkin. Mengabaikan aroma musk pada tubuhnya yang tercium dalam jarak semeter dari tempatku berdiri. Aroma yang membuatku nyaman-honeysly.

"Benahi berkas ini sekarang juga, dan berikan padaku dalam waktu satu jam!" katanya sambil memberikan setumpuk berkas - berkas pada tanganku. Jangan lupakan nadanya yang sangat ketus itu. Membuatku ingin melempar berkas - berkas ini ke wajahnya.

Demi Saturnus! Ini masih jam istirahat!

"Satu lagi. Pelajari buku ini dalam waktu sehari! Dan terapkan itu mulai besok!!" tambahnya dengan nada masih setinggi tadi. Kemudian melemparkan buku tebal di atas meja kubikelku dan menghilang ke ruangannya.

Aku heran. Kenapa mood orang ini selalu jelek? Dan itu selalu berhasil di tularkan padaku?

Jauh beda ketika napsunya sudah terpenuhi.

Sialan!

Baru saja moodku membaik karena pelukan Hansel Brent, sekarang sudah rusak lagi gara - gara Lucifer itu!

Aku meletakkan semua berkas di atas meja lalu mengambil buku tebal berjudul 'TATA CARA MENJADI SEKRETARIS YANG BAIK' yang dia lemparkan tadi.

Haish!

Buku apa lagi ini? Dia menyindir, mengejek, atau bagaiamana?! Apa etitudku kurang baik? Apa semua pekerjaan yang kuusahakan baik semaksimal mungkin kurang memuaskan dirinya? Kenapa iblis satu itu sangat menyebalkan sekali?!

Sembari mendengus kesal aku mencoba untuk berkonsentrasi menghadap komputerku yang sudah menyala untuk membenahi berkas - berkas yang dia minta bahkan pada jam istirahat makan siang.

Belum selang lama suara stiletto Mrs. Benita Tompson bergema. Sebelum mencapai kubileknya, dia yang melihatku menatap layar komputer dengan serius pun bertanya, "Oswald, berkas apa yang sedang kau kerjakan? Apa aku terlambat masuk?" Wanita itu juga sempat melirik arloginya.

"Berkas pertambangan di Chicago dan kau tidak terlambat, masih ada sisa lima menit lagi sampai jam makan siang berakhir. Dan atasan kita yang menyuruhku mengerjakan ini detik ini juga!" terangku dengan tangan menunjuk berkas - berkas tersebut. Reaksi yang di berikan Mrs. Benita Tompson ketika mendaratkan diri pada kursinya di luar dugaanku.

"Berkas Chicago? Kenapa harus mengerjakan berkas itu sekarang? Itu berkas untuk akhir tahun depan dan sangat aneh Mr. Molchior menyuruhmu bekerja pada jam istirahat. Dia memang disiplin, tapi tidak pernah menyuruh siapa pun bekerja pada jam istirahat."

"What?" Aku mendengus. Kekesalanku bertambah lagi karena manusia diktator itu menganak tirikanku.

Wanita di sebelahku ini hanya mengendikkan bahu lalu mulai menyalakan komputer untuk persiapan kerjanya.

***

Phoenix, 8 Desember
13.35 p.m.

Empat puluh lima menit kemudian dengan emosi yang membara aku sudah dapat menyelesaikan berkas - berkas itu. Sangat mengejutkan. Ternyata dengan emosi, fokusku jauh lebih baik. Maka segera kuantarkan berkas - berkas ini sebelum manusia iblis itu memaki - maki lagi.

Tok tok tok

"Masuk." Kudengar suara beratnya sudah normal, tidak tersulut emosi seperti tadi. Tanpa sadar kekesalanku juga turun dengan sendirinya.

"Berkas yang kau minta Sir," ucapku ketika sudah sampai di depan meja CEO dengan sang pemilik yang sedang fokus pada berkas - berkas lain di atas mejanya.

"Letakkan di atas meja dan kau boleh kembali ke mejamu," titahnya dengan nada biasa tanpa perlu repot - repit melihatku atau berterima kasih. Membuatku mengernyitkan alis karena heran. Biasanya atasanku ini selalu melihatku. Tatapan matanya juga selalu seperti menelanjangiku. Namun tidak kali ini. Menatapku saja tidak.

"Ada yang ingin kutanyakan Sir," ucapku ragu.

"Katakan."

"Bukankah berkas itu untuk akhir tahun depan? Kenapa harus di kerjakan sekarang dan pada jam istirahat? Bukankah itu tindakan yang tidak tepat? Mengingat masih jam istirhat aku sudah harus bekerja lagi." tanyaku.

"Lebih cepat lebih baik. Apa kau lupa bahwa aku orang diktaor dan otoriter? Kenapa kau tampaknya ingin protes dengan pendapatmu sendiri tentang diriku?"

"Oh!" Aku terkejut dia mengatakan itu.

"Jika tidak ada yang kau tanyakan lagi, kembalilah ke mejamu." Dia mengatakan semua kalimat itu tanpa sekali pun memandangku.

"Baik," ucapku akhirnya berjalan menuju pintu. Namun panggilannya menghentikanku.

"Mia, mulai besok kau makan siang denganku."

"Pardon me?"

______________________________________

Terima kasih uda baca chapter ini

Makasih juga yang uda mampir, vote dan komen

Bonus photo Mia Oswald

Dominic Molchior juga? Baiklah ini

See you next chapter teman temin

©®Chacha Prima
6 Januari 2020
👻👻👻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top