Chapter 4
Selamat datang di chapter 4
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo
Thanks
WARNING TERUNTUK HUMAN 21+
BUKAN BACAAN BOCAH
ANAK ANAK DI LARANG KEPO
TAPI KALO MAKSA YA UDA JANGAN SALAHKAN SAYA
TULISAN INI DI BUAT HANYA KARENA KEISENGAN SEMATA BERLATAR BELAKANG BUDAYA DAN PEMIKIRAN BARAT YANG BEBAS, TIDAK ADA SANGKUT PAUTNYA DENGAN BUDAYA KETIMURAN SAMA SEKALI
Well, selamat membaca
Semoga suka
❤❤❤
______________________________________
Jangan tanyakan tentang moral padaku ketika berhadapan dengannya!
••Dominic Molchior••
______________________________________
Phoenix, 7 Desember
11. 30 a.m.
Mia Oswald membenciku.
Sebenarnya aku tidak peduli pada pendapat wanita terkutuk penggoda itu tentang diriku. Tapi justru sebaliknya. Aku akan menceritakan seuatu tentang Mia Oswald.
Kau pasti akan bertanya - tanya apa yang dia lakukan? Jawabannya tidak ada. Hari ini dia hanya diam, berdiri di depan meja CEO setelah meletakkan beberapa dokumen yang kuminta, menunggu perintahku selanjutnya untuk mengurus dokumen lain.
Biar aku tegaskan sekali lagi. Mia Oswald hanya diam, berdiri tanpa melakukan apa pun kecuali bernapas—tentu saja.
Tapi seolah - olah, bibir penuhnya yang berwarna merah jambu itu akan cemberut sepanjang hari jika tidak kukecup.
Mata hijau terang lebar dengan bulu mata panjang di lengkapi alis yang terukir sempurna seolah - olah menyiratkan ajakan padaku untuk bercinta.
Helaian halus rambut coklat gelap lurusnya seolah - olah akan kusut jika tidak kubelai hingga ujung.
Leher jenjangnya seolah - olah akan terus di tundukkan jika tidak kutandai dengan banyak heckey.
Dadanya yang membusung seolah - olah menantang, minta di remas, dan pantatnya yang padat minta di tampar seperti saat percintaaan kami, mencetak jelas bekas kemerahan membentuk jari - jemariku di kulit putih pucatnya yang kontras dengan kulit coklatku.
Walau pun sekarang dia hanya diam membisu, aku masih ingat suara merdunya yang mampu membuat seluruh bulu kudukku merinding, seolah - olah mendesah tiap kaliamat yang dia ucapkan.
Jangan lupakan aroma bunga lilac tubuhnya yang membuatku limbung, hilang konsentrasi dan malah berhayal, berfantasi yang iya - iya tentangnya.
Sudahlah. Aku akan menyerah. Segalanya yang dimiliki Mia Oswald memprofokasi sesuatu di balik celana setelan mahalku untuk mengeras dan tegak. Dan itu sangat tidak enak. Sangat menyiksa jika tidak di tuntaskan.
Sebut aku sudah tidak punya moral sampai rela melakukan apa saja demi bercinta dengannya lagi. Mengancam dengan menggunakan perangkap nepotisme tercela. Seperti membenarkan rumor yang menyebutkan diriku adalah diktator, dan cara - cara kotor lainnya agar dapat bercinta dengannya pagi itu.
Sangat tercela.
Seandainya kau tahu bagaimana sexynya Mia Oswald senin pagi minggu lalu. Kau pasti akan melakukan hal yang sama denganku.
Biar kudiskripsikan sekali lagi. Biar kau iri padaku. Well, ketika kami bercinta, peluh yang membanjiri dahi juga kerutan di sekitarnya akibat berbuatanku, sangat membuatku bergairah dan nyaris gila.
Rasa Mia Oswald selalu manis. Bercinta satu kali dengannya tidak akan pernah cukup. Padahal, semua kalimat yang keluar dari mulut Mia Oswald adalah umpatan dan segala sumpah serapah yang di tujukan padaku. Di antara selingan desahan menggodanya. Namun itu semua malah semakin membuatku bergairah.
“Ah... Ah... Brengsek kau... Dominic Molchior...aahhh... Fuck you jerk!” katanya. Dia mengucapkan semua itu dengan menahan tubuhnya yang kuletakkan di atas meja CEOku. Rok pensilnya tersingkap hingga perut, dengan kemeja ungu pucat yang kancingnya sudah terbuka semua. Memperlihatkan penutuh dadanya yang sudah tidak beraturan.
Kaki jenjang Mia Oswald kuangkat satu dan kuletakkan di atas pundakku. Dengan celana dalam berenda yang menggantung di lutut karena tidak kulepas.
Itu semua membuatku sangat keras dan besar. Himpitannya selalu hangat dan mencengkram. Seolah - olah tidak rela melepaskanku. Di tambah dadanya yang menari, bergoyang mengikuti irama ritme tidak tentu yang kuciptakan, menaikkam gairahku mencapai ubun - ubun dan mengabur sebagai pelepasan bersama.
Tenang, kali itu aku memakai pengaman. Apa kau tahu? Ini sungguh menggelikan. Aku bahkan membelinya banyak sekali untuk berjaga - jaga jika bercinta dengannya lagi.
“See, kau menikmatinya baby,” kataku melepaskan diri darinya. Tanganku juga melepaskan pengaman dan membuang benda tersebut di tempat sampah. Setelahnya, membersihkan milikku yang sudah tidur dari sisa - sisa kenikmatan dengan tisyu, barulah membenarkan zipper setelan Armaniku.
Sedangkan Mia Oswald sendiri kulihat berwajah merah padam. Entah karena menahan amarah atau gairah setelah mencapai pelepasannya bersamaku. Tapi aku yakin keduanya. Dan sialnya malah membuatnya semakin sexy.
Entah aku yang terlalu mesum atau Mia Oswald yang terlalu menggoda?
Aku sendiri tidak habis pikir dengan Hansel Brent—kekasihnya. Bisa - bisanya membiarkan Mia Oswald masih perawan. Apa dia tidak punya napsu? Atau dia gay?
Jika aku yang menjadi kekasihnya, pasti tidak akan kubiarkan Mia Oswald keluar kamar dan mengenakan sehelai kain pun. Aku akan dengan senang hati memompanya hingga dia tidak bisa berjalan keesokan harinya.
Tunggu sebentar, kenapa aku harus berpikir menjadi kekasihnya? Aku tidak akan sudi. Apa lagi dia sangat cerewet. Memuakkan. Aku hanya terobsesi dengan tubuhnya saja seperti remaja ingusan yang baru pertama kali merasakan bagaimana kepuasan dan nikmatnya orgasme.
Dan ketika seminggu ini aku terlalu sibuk mempersiapkan Annual Report bersama Mrs. Thompson yang mengekoriku ke mana - mana—karena masih sekretaris resmi, belum di gantikan Mia Oswald sepenuhnya—aku jadi tidak mendapat kebutuhan sexku dengan benar. Itu semua gara - gara aku memikirkannya! Aku tidak bisa menyentuh wanita lain! Terkutuklah wanita bar bar cerewet penggoda itu.
Sial! Ini tidak akan baik. Jadi kuputuskan untuk mengusirnya sekarang sebelum moralku berkata untuk mengajaknya bercinta lagi seperti minggu kemarin. Tapi menghadapi Mia Oswald tidaklah semudah yang kau bayangkan.
“Kau boleh kembali ke kubikelmu,” kataku tanpa memandang ke arahnya. Takut terjerumus pesona tubuh Mia Oswald yang selalu menggoda. Tapi aku dapat mendengarnya mendengus.
“Tidak ada tugas yang lain Sir?” tanyanya memastikan.
Astaga, kau mempersulitku Mia. Kenapa kau tidak pergi keluar saja?
“Kau yakin mau tugas lain?” kataku malah balik bertanya. Memandang wajah manisnya, menggodanya dengan seringai nakal, dan Mia Oswald pasti tahu kemana arah pertanyaanku. Dia bukan wanita polos.
“Maksudku, tentang perusahaan, pekerjaan yang seharusnya di kerjakan oleh seorang sekretaris. Seperti mengetik proposal dan lain - lain. Bukan tentang bagaiaman cara menghangatkan tubuhmu di awal cuaca dingin bulan Desember ini, Mr. Dominic Molchior yang terhormat.” Aku dapat mendengarnya mengejekku secara terang - terangan. Dengan nada ketus dan menatap mataku tanpa rasa takut seperti karyawan lain.
“Tentu saja tentang perusahaan, aku tidak menyangka kau akan berpikir cara menghangatkanku di tengah musim dingin ini,” jawabku. Membuat matanya melotot dan ternganga lalu mengatubkannya lagi, hendak bicara sesuatu tapi tidak jadi karena malu. “Jadi kau tahu bagaiaman cara menghangatkan tubuhku?”
Sial! Kenapa lagi mulutku ini? Bukannya menyudahi percakapan agar konsen lagi ke pekerjaan, malah melanjutkannya!
“Tidak, jika tidak ada lagi yang harus kukerjakan di sini, aku permisi,” katanya berniat meninggalkan ruangan. Namun langkahnya terhenti karena aku masih melanjutkan obrolan.
“Apa kau merindukan sentuhanku?”
“Aku permisi Mr. Dominic Molchior.”
“Katakan saja jika kau menginginkan sentuhanku lagi Miss Oswald, tidak usah malu, kita sama - sama tahu kebutuhan kita, apa kesibukanku seminggu ini membuatmu jadi merasa terabaikan?” kataku logis membeberkar fakta tentang bagaimana reaksi tubuhnya jika sedang kusentuh.
Dan inilah yang kusebut sulit menghadapi Mia Oswald! Jika sudah memandang wajahnya, mulutku jadi tidak bisa di ajak kerja sama. Otakku selalu blank memikirkan bagaiamna cara bercinta dengannya. Ini tidak baik, sungguh.
“Tidak!” sahutnya cepat, mengacungkan telunjukknya padaku. Seperti memperingatkan agar aku tidak melakukan hal yang iya iya padanya. Aku juga melihatnya berusaha menetralkan wajah.
“Lalu kenapa wajahmu merah begitu?”
“Jika kau tahu kebanyakan wanita menggunakan perona pipi bernama blush on. Sudahlah. Lebih baik aku membantu Mrs. Tompson. Dari pada berdebat dengan CEO diktator berotak kotor sepertimu.” cerocosnya tanpa jeda dan masih menunjuk - nunjuk ke arahku.
Ini sudah keterlaluan! Aku memang berotak kotor, namun berusaha sebisa mungkin untuk tidak menyentuhnya lagi! Karena aku mulai memikirkan moralku! Kenapa wanita ini malah selalu meprofokasiku?
Dengan cekatan aku berjalan menghadangnya di depan pintu. “Berninya kau berkata seperti itu padaku, atasanmu Mia! Apa kau sadar posisimu di sini?!”
“Tidak perlu kau ingatkan! Aku sangat sadar diri Dominic!” tantangnya.
“Beraninya kau memanggil nama depanku!”
“Itu karena kau juga memanggil nama depanku—Hhhmmmppp!! Hhhmmmppp!!!”
Dia memberontak, mulai dari mendorong hingga memukuli dadaku karena aku menciumnya lagi dengan brutal dan tanpa ampun setelah membalik badannya dan mendorongnya menempel di balik pintu.
Persetan dengan moral!
Jangan salahkan aku. Salahkan saja wanita itu yang menantangku. Jadi anggaplah ini sebagai memberi sedikit pelajaran padanya. Agar dia berbicara yang sopan pada atasannya di saat formal seperti ini.
Lain halnya dengan urusan bercinta, itu terserah Mia Oswald saja. Memaki - makiku pun. Aku tidak merasa keberatan.
Bohong kau Dominic, kau terpicu hanya karena omongan tidak formalnya.
“Seharusnya kau bersyukur tidak kupecat,” kataku mencengkram rahangnya dengan kuat setelah berhasil menjauhkan diri dari bibir manis bengkaknya. Walau pun sulit. Aku hanya mencoba menjadi waras.
“Oh ya? Kenapa kau tidak melakukannya?!”
Karena aku masih butuh tubuhmu Mia!
“Ingat Mia, hidupmu bergantung padaku, jadi jangan berani macam - macam! Berbicaralah yang baik padaku saat formal seperti ini!” atau aku tidak akan tahan untuk mencumbumu.
Kau sendiri yang membuatnya tidak berbicara formal, Dominic!
“Lalu bagaimana dengan perkataanmu yang tidak senonoh itu?”
Great! Baru saja kubatin.
Alih - alih menjawab pertanyaannya aku malah menghembuskan napas, mencoba menurunkan emosiku yang sempat memuncak. Menghiraukan protes Mia Oswald dan lebih memilih topik lain yang lebih penting.
“Ada denganmu hari ini Mia?”
Mia Oswald melotot, mengulang pertanyaanku. “Ada apa denganku?”
“Biasanya kau tidak suka membantah perintahku,” kataku. “Ayolah katakan apa yang sedang terjadi?”
“Tidak ada, sekarang boleh aku pergi?” jawabnya berusaha melepaskan cengraman tanganku di dagunya yang mulai melemah.
Ya, aku sadar dia tidak seperti Mia Oswald biasanya. Lebih emosional. Apa karena frustasi sex sama sepertiku?
“Sudahlah Mia, katakan saja kau merindukan sentuhanku, tidak usah berbelit - belit dengan emosi seperti itu, kau pasti tahu aku akan dengan senang hati mengabulkannya!”
“Aku tidak akan sudi!”
“Apa kau tidak ingat bagaimana memaki dan meneriakkan namaku ketika mencapai kilmaksmu minggu kemarin?” tanyaku sebagai sindiran dengan seringai dan smirk smile.
“Brengsek kau Dominic!”
“Jangan munafik Mia, kau juga menikmatinya.” Aku meneliti matanya yang sedang melirik ke arah lain. Sangat kentara jika dia malu. Wajahnya semakin memerah, semakin sexy.
“Baiklah kalau kau tidak mau mengaku, keluarlah dari ruanganku!” Sebelum aku melucuti semua pakaianmu!
_____________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks yang uda vote dan komen
Bonus photo Mia Oswald
See you next chapter
With Love
©® Chacha Prima
👻👻👻
27 Desember 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top