Chapter 35
Selamat datang di chapter 35
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (bertebaran)
Thanks
Happy Sat Night everyone
Happy reading
Hope you like it
❤❤❤
______________________________________________
Tuhan... kenapa mulut pria paruh baya bernama Philip Molchior itu Kau ciptakan hanya untuk menjatuhkan berita-berita buruk padaku hari ini?
°°Mia Oswald°°
______________________________________________
Phoenix, 15 Januari
14.30 p.m.
Aku kembali ke kubikelku setelah mengecek penampilanku rapi tak bercela di cermin rest room. Menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan untuk mengumpulkan semangat mengetik walau hatiku terasa perih.
Mengejutkan. Aku juga terkejut dengan diriku sendiri yang mampu mengetik skandal Dominic Molchior dengan Tatiana Gustav. Namun saat masih mendapat setengah hasil, kepalaku benar-benar pusing dan perutku mual lagi.
Aku melirik jam tangan yang menunjukkan pukul empat sore. Ada pesan masuk dari Dominic Molchior yang memberitahu jika tidak bisa kembali ke kantor karena masih ada urusan. Akupun mengabaikannya. Karena tidak tahu harus membalas apa. Padahal aku ingin sekali meroronginya dengan banyak pertanyaan yang sedari tadi merongrongiku juga. Namun sama sekali tidak menemukan kata yang cocok untuk membalas pesannya karena bayangan Dominic Molchior bertengkar dengan ayahnya begitu menggangguku.
Apabila Dominic Molchior akan melawan dan lebih memilihku—meskipun pada kenyataannya aku berharap demikian—artinya dia menyatakan perang dengan ayahnya. Aku mencoba memposisikan diri dari berbagai sudut pandang. Hasilnya tetap sama. Bertengkar dengan orang tua bukanlah sesuatu yang di inginkan semua orang.
Akupun tidak akan suka pada posisi itu seandainya terjadi. Dan akupun tidak ingin membiarkan Dominic Molchior bertengkar dengan ayahnya apabila dia benar-benar memilihku. Memilih wanita yang seperti dituding ayahnya akan meraub keuntungan karena hartanya. Apalagi di saat bukti penthouse sudah kukantongi—jikalau ayahnya mengusut.
Aku tidak ingin menyulitkannya. Akan tetapi ada satu sisi gelap dalam diriku yang begitu menginginkannya bersamaku. Pikiranku begitu kacau. Hanya satu yang bisa kutekankan. Setidaknya aku harus melakukan sesuatu untuk orang yang kucintai.
Aku butuh menenangkan diri. Mungkin setelah itu kami—maksudku, aku dan Dominic Molchior—akan duduk bersama untuk membahas cara penyelesaiam masalah ini secara dewasa tanpa harus merasa saling menyakiti satu sama lain.
Namun saat sekelebat bayangan harapanku bersama Dominic Molchior tidak ada, kepalaku bertambah pusing, mualku bertambah parah. Sekali lagi aku pergi ke rest room untuk memuntahkan isi perutku. Dan sekali lagi aku mendapati diriku menangis untuk hal yang belum pasti.
Aku berjalan tertatih ke loby untuk mencegat taxy dan memutuskan pergi ke dokter.
Mengabaikan aroma obat-obatan yang membuat perutku mual kembali, di rumah sakit terdekat, dokter bertanya gejala apa yang kualami selama beberapa hari ini. Kemudian menyuntik lenganku dengan vitamin. Beberapa menit kemudian, walau belum sepenuhnya hilang, pusing dan mualku berangsur membaik. Selain itu dokter juga memintaku tes urin.
“Apa ini sesuatu yang buruk? Kenapa harus tes urin?” tanyaku dengan perasaan was-was.
“Tidak, mungkin saja ini justru menjadi berita yang bagus,” jawab dokter wanita paruh baya berambut hitam.
“Bagaimana bisa seseorang yang di minta tes urin akan menjadi berita yang bagus?” tanyaku implusif pada dokter.
Wanita berjas putih tersebut membentangkan senyuman. “Akan kujelaskan nanti kalau hasil tesnya sudah keluar.”
Phoenix, 15 Januari
16.58 p.m.
Aku tidak tahu sudah berapa lama duduk di koridor menunggu hasil tersebut dengan pikiran kalut ketika ponselku bergetar. Pertanda panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Karena berpikir barangkali itu penting, aku mengangkat panggilan tersebut.
“Halo,” sapaku.
“Miss Oswald, ini aku Philip Molchior,” jawab suara di seberang.
Entah kenapa hatiku kembali terasa seperti di tumbuk mengingat bayangan Dominic Molchior bertengkar dengan ayahnya dan berakhir dengan kesimpulan aku tidak bisa bersamanya.
“Oh halo apa kabar Mr. Molchior,” sapaku kaku. Berusaha keras menyuarakannya dengan nada biasa. Akan tetapi tetap terdengar parau.
Aku harus berbangga diri karena pria paruh baya yang berstatus sebagai ayah kandung Dominic Molchior—orang yang kucintai itu—tidak mempedulikan suaraku.
“Baik.” Dan beliau bahkan tidak perku bertanya bagaimana kabarku. “Aku ingin menanyakan tugas yang kuberikan padamu, apa sudah selesai dan kau kirim ke wartawan?”
Aku reflek memejamkan mata serta mengurut dahi saat menjawab, “maafkan aku Mr. Molchior, aku baru mengetiknya setengah. Tapi Anda tenang saja, aku akan segera menyelesaikannya.”
Bohong Mia. Kau ingin berlari menemui Dom dan meraung meminta penjelasan. Kau juga ingin merobek skandal tulisan tangan Philip Molchior dan mencakar wajah beliau karena seenak jidat memutuskan takdir Dom.
“Oh tidak perlu tergesa-gesa karena aku memiliki berita yang lebih bagus.”
Aku harap beliau tidak berbohong mengenai berita bagus itu. Aku harap beliau memberiku berita bagus tidak jadi menjodohkannya dengan Tatiana Gustav yang sempurna. Aku tetap berharap Dominic Molchior akan memilihku setelah aku melepaskan diri dari Hansel Brent dan dapat berdamai dengan ayahnya tanpa memicu pertengkaran.
Aku berdo’a ribuan kali dengan jantung berkejaran dan pikiran was-was namun Tuhan seperti tidak mengabulkan do’aku saat Philip Molchior mengatakan, “aku heran dengan Dom dan Tatiana. Aku memang sedang berusaha menjodohkan mereka.”
Satu harapanku gagal...
“Tapi mereka malah sudah bergerak sendiri. Aku baru mendapat laporan dari kenalanku kalau Dom dan Tatiana bertemu di Cavalo Stable. Mereka bahkan sempat beciuman.”
Bertemu dan berciuman.
“Hahaha... dasar anak muda, aku tidak mengerti pikiran mereka. Kalau begitu tolong buatlah beritanya semakin menarik dengan photo mereka berciuman. Setelah ini aku akan mengirimkan photo-nya padamu.”
Ada photo mereka berciuman.
“Laporkan aku jika kau sudah mengerjakan berita bagus itu dan mengirimkannya ke wartawan kenalanku. Ngomong-ngomong aku hanya meminta tolong padamu sekali ini saja. Setelahnya, karena Dom dan Tatiana memang berkencan, biarlah wartawan yang bekerja untuk meliput kencan mereka. Dan terima kasih Miss Oswald. Sampai jumpa di lain waktu.”
Dom dan Tatiana memang berkencan.
Tuhan... kenapa mulut pria paruh baya bernama Philip Molchior itu Kau ciptakan hanya untuk menjatuhkan berita-berita buruk padaku hari ini?
Aku menggeleng samar. Tidak. Pasti tidak seperti itu. Pasti semua hanya omong kosong belaka. Pasti Philip Molchior sedang salah mengenali anak sulung beliau atau sedang berhalusinasi.
Namun ketika pada detik yang lain nomor asing itu kembali menerjangku dengan bukti photo Dominic Molchior sedang berciuman dengam Tatiana Gustav, harapanku runtuh seketika.
Aku mengamati photo yang di ambil dengan kualitas bagus itu lekat-lekat. Dominic Molchior merangkul tubuh Tatiana Gustav saat sedang berciuman. Mereka sama-sama mengenakan kostum berkuda. Hell... Hobi orang kaya...
Harus kuakui tidak ada pasangan yang lebih serasi di banding mereka berdua. Yang satu pengusaha muda dan sukses sementara yang satu artis terkenal. Sama-sama memesona. Sama-sama kaya dan terpelajar. Sedangkan aku? Anak seorang pensiunan mekanik yang bahkan harus banting tulang untuk membiayai pengobatan parkinson ayah serta kehidupan keluargaku.
Kepercayaan diriku luntur begitu menyimpulkan apabila aku tidak cocok dengan Dominic Molchior...
Bahuku kembali melesak. Aku harus perpegangan pada lengan kursi kursi depan ruang pemeriksaan agar tidak roboh. Aku mengepalkan tangan telanjangku ke bagian dada dan menekannya kuat-kuat. Rasanya sakit sekali. Aku menggigit bibirku keras agar tidak terisak. Aku juga menengadah menatap langit-langit rumah sakit agar air mataku tidak tergelincir.
Walaupun sudah memiliki kesimpulan tidak cocok dengan pria itu namun aku tidak bisa mencegah sisi egoisku untuk bertanya-tanya.
Katanya kau mencintaiku, katanya kau mau menungguku, kenapa kau malah menemui artis sempurna itu? Kenapa kau malah berkencan dengannya?
Jadi itu rencana lain yang kau katakan tadi siang? Berkencan dan berciuman dengan Tatiana Gustav?
Jadi karena itu kau tidak kembali ke kantor?
Kenapa di saat aku sudah mulai percaya padamu? Kau memberiku kenyataan seperti ini?
Apa kau mempermainkanku?
Apa karena aku sangat menyedihkan sehingga kau memanfaatkan itu untuk menggeretku ke ranjangmu?
Aku kau tertawa sekarang karena sudah berhasil mendapatkan tubuhku dengan gratis yang bahkan harus kubayar mahal dengan hatiku?
Aku ingin meneriakinya namun otakku kembali memaksa kesadaranku.
Memangnya kau siapanya Dom? Memangnya kau berhak melaranganya berkencan atau bahkan berciuman dengan wanita lain di saat dirimu sendiri masih terikat dengan Hansel Brent?
Padahal, aku berencana menyelesaikan masalah ini bersama Dominic Molchior setelah pikiranku tenang. Tapi kenapa sekarang rasanya tidak? Karena jawabannya sudah jelas?
Demi saturnus! Aku berterima pada perawat yang manggilku kembali masuk ruang pemeriksaan saat air mataku hampir tumpah.
Saat masuk ruangan bau obat-obatan itu perasaankupun tak kalah kacau. Takut sekaligus penasaran bagaimana hasik ted urin. Namun ketika melihat wajah dokter wanita itu berbinar bahagia saat membaca hasil tes urin yang tertera di selembar kertas, secara tidak langsung sedikit mengurangi kecemasanku.
“Tenanglah Miss Oswald.” Dokter tersebut bersuara tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari kertas hasil tes urinku. “Seperti yang sudah kuprediksi, ini merupakan berita bahagia Miss Oswald.”
Demi Tuhan, aku sangat mengharapkan dan sedang membutuhkan berita bahagia saat ini. Kuharap dokter benar-benar memberiku berita bahagia. Walaupun aku tidak dapat menduga serta bertanya jenis berita bahagia macam apa yang berkaitan dengan tes urin.
Tanpa sadar aku menautkan jari-jemariku yang bercat kuku ungu pucat dengan kilauan glitter warna-warni saat wanita yang berstatus sebagai dokter kini telah meletakkan kertas hasil urin di meja kemudian beralih menatapanku. Tanpa melunturkan senyum cemerlangnya, dokter mengatakan, “congratulation, you’re pregnant Miss Oswald.”
Aku bergeming. Mungkin kepalaku terlalu pening sehingga salah menangkap maksud dokter. “Pardon?”
“You’re pregnant. Aku akan merekomendasikan dokter kandungan. Sementara ini aku memberimu resep vitamin dan penguat kandungan.”
Dokter terus bicara dengan binar bahagia tanpa menyadari tubuhku yang terasa sangat dingin.
Pikiranku berlari ke sana ke mari.
Congratulation, you’re pregnant Miss Oswald. Aku mengulang dalam hati kalimat dokter yang katanya berita bahagia itu.
Congratulation, you’re pregnant Miss Oswald.
Nyatanya ini merupakan salah satu berita terburuk yang kudengar hari ini.
Congratulation, you’re pregnant Miss Oswald.
Demi saturnus! Dalam keadaan ini? Di saat hubungan kami belum ada kejelasan? Di saat aku merasa di khianati namun tidak benar menyimpulkan demikian karena aku masih terikat dengan kekasihku?
Mungkin itu berita paling menggembirakan bagi seluruh dunia jika seandainya hubunganku dengannya jelas.
Mungkin itu berita paling membahagiakan di seluruh dunia jika kami sepasang kekasih yang saling mencintai, bukan dua orang yang terjerat lingkaran setan dengan kerumitan tak berujung.
Tapi tidak bagiku. Tidak untuk saat ini. Mungkin dokter salah. Mungkin hasil tesku tertukar dengan yang lain seperti telenovela yang sering di tonton ibu.
Aku ingin meraung dalam ruang pemeriksaan serta merobek kertas hasil tes urin tersebut namun tubuhku seakan di paksa duduk. Aku ingin dokter mengatakan bahwa sekarang dia sedang bercanada.
Tidak, aku tidak bisa menerima berita buruk lagi. Tolong katakan padaku bahwa kau salah. Aku hanya mampu berteriak dalam hati karena pendengaranku memaksa kesadaranku untuk memahami penjelasan dokter mengenai adanya hormon kehamilan yang mengacu gejala klinisku beberapa hari ini, termasuk emosianalku yang labil. Dan aku tahu dokter tidak salah. Aku tahu hasil tes itu akurat. Aku tahu harapanku bersama ayah bayiku tidak ada.
Tapi bisakah alam berkompromi denganku sedikit saja? Tolong jangan sekarang....
Apa ini hukuman Tuhan untukku karena menyia-nyiakan pria sebaik Hansel Brent? Karena aku mengkhianatinya?
Apa ini karma bagiku?
Aku bahkan membodohi diriku sendiri dengan pertanyaan. Bagaiaman aku bisa hamil?! Bagaiaman caranya?!
Dia hanya memakai pengaman dua kali, Bodoh! Selebihnya tidak! Dan dia selalu menumpahkan benihnya di rahimmu!
Phoenix, 15 Januari
18.07 p.m.
Aku harus memuji diriku sendiri saat bisa bertahan di rungan dokter tanpa menangis atau melakukan hal-hal di luar nalar. Aku juga harus memuji diriku sendiri karena dapat bersikap normal. Atau mungkin aku terlalu percaya diri dengan itu karena kenyataannya, sepanjang penjepasan dokter, wajahku nyaris tanpa ekspresi.
Aku tidak tahu sejak kapan tubuhku sudah kembali ke kantor setelah melihat photo yang telah dikirim ayahnya sekali lagi—photo yang memeperlihatkan Dominic Molchior berciuman dengan Tatiana Gustav tanpa paksaan, bahkan pria itu merangkul tubuhnya possessive.
Entahlah, tidak sanggup rasanya apabila harus kembali ke penthouse. Terlalu banyak Dominic Molchior di sana. Aku takut akan membakar tempat mewah tersebut.
Aku harus mengerjakan skandal yang ternyata bukan skandal lagi—melainkan fakta bahwa mereka berkencan. Batinku mengingatkan.
Menghiraukan itu semua. Pikiranku kupaksa untuk menghapus semua kejadian hari ini. Pikiranku kupaksa untuk menganggap aku sedang mengetik cerita pangeran bersama putri dalam dongeng kuno. Bukan Dominic Molchior dengan Tatiana Gustav—calon tunangannya. Selaras dengan tubuhku yang kupaksa menjadi robot tanpa perasaan, sejam kemudian aku sudah mengirim berita membahagiakan bagi kedua belah pihak tersebut ke wartawan dan melapor Philip Molchior.
Pria paruh baya itu berterima kasih banyak dan mengundangku makan malam di estate keluarga beliau namun aku menolak dengan alasan telah ada janji lain.
Pria paruh baya itu juga memaksaku untuk menerima hadiah atau semacamnya namun aku menolak dengan alasan ikhlas membantu.
Bohong, aku hanya membohongi diriku sendiri dan membohongi semua orang.
Phoenix, 15 Januari
19.03 p.m.
Sudah jam tujuh malam dan sudah sepi. Lampu -lampu di berbagai ruangan sudah mulai di matikan sebagian. Hanya terisa nyala lampu di meja kubikelku saja. Sebenarnya aku tidak butuh penerangan karena tidak sedang lembur atau semacamnya. Melainkan hanya menatap layar komputer yang masih menyala.
Aku masih bertahan di sini untuk berpikir langkah apa yang harus kuambil selanjutnya. Memikirkan bagaimana hubunganku dengan pria beraroma musk serta bermata biru terang yang saat ini tengah kucintai. Juga memikirkan bagaimana aku harus mengatakannya pada Hansel Brent—yang jelas, tidak bisa melanjutkan hubungan denganya.
Lantas, bagaimana caraku untuk mengatakan hal tersebut? Bagaimana caraku mnatap mata teduh milik kekasihku itu?
Meskipun dokter mengatakan untuk tidak memikirkan hal berat dan menjauhi stress, namun aku terus menerus berpikir dengan hati serasa di guyur riubuan jarum tak kasat mata. Berupa sesuatu yang di sebut perasaan, akan tetapi sangat tidak menyenangkan. Sangat menyesakkan dada. Sangat memicu psychosomatis[6].
Aku memejamkan mata, berusaha menenangkan pikiran serta hatiku namun gagal saat tiba-tiba suara seseorang mengejutkanku. Seseorang yang belum siap kutemui saat ini.
“Sudah kuduga kau masih lembur, Honey...”
Hansel...
______________________________________________
6 : Pscychosomatis itu kondisi pikiran yang bisa mempengaruhi kinerja fisiologi tubuh.
Misal nih kita ngerasa lagi sakit, tapi waktu di periksa dokter eh ternyata nggak ada penyakitnya. Biasanya orang +62 langsung mikir kalau itu mistis. (Wah jangan jangan gue kena santet onlen)
Nah, jangan mikir kayak gitu dulu ya gays. Bisa jadi gejala-gejala yang tampak itu spychocomatis. Kebanyakan karena pengaruh stres.
Gejala stres sendiri macem-macem. Ada yang sesak napas, pusing, mual, detak janung cepet, napas pendek, mulut kering dll.
Tau kan kalau stres itu berasal dari pikiran? Nah pikiran alias otak langsung mengirim perintah pada syaraf khusus buat menghasilkan hormon stres. Biasanya hormon ini ngaruh membentuk gejala-gejala stres tadi.
Bisanya kalo kita panik, dokter bakalan ngasih saran aar tenang. Melalui gejala-gejala yang muncul, di sarankan riles, menjauhi pemicu stres, tidur cukup, dan olahraga pernapasan.
Kalau kondisi gejalanya lebih parah, biasanya dokter bakalan ngasih terapi lanjutan
curhat geis kemaren saya ngalami sesak napas parah( spychosomatis) gegara abis baca berita covid dan ebola. Saya mual terus plus insomnia parah.
Terus saya akhirnya jauhi faktor2 yang bisa bikin stress dan ngelakuin hal2 yang saya sukai pkus ngalihin pikiran buat ngerevisi work Melody yang deadlinenya kurang smeinggu lagi harus di setor ke editor 😳 Sekarang saya lumayan bisa napas normal walau masih sesak napas dikit.
Well, keknya cukup dulu bacotan saya guys semoga bermanfaat bagi yang baca.
Bonus photo Mia Oswald
Dominic Molchior
See you next chapter teman-temin
#Semogawabahinicepetberlalu dan Indonesia nggak kena Ebola
#Amin
With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻
6 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top