Chapter 34

Selamat datang di chapter 34

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

Apa yang lebih membahagiakan dari wanita yang kau cintai menerima cintamu?
Aku yakin tidak ada yang lebih membahagiaan dari itu

••Dominic Molchior••
_____________________________________________

Phoenix, 15 Januari
13.15 p.m.

Kenapa hari ini terasa cerah sekali? Padahal, salju masih menyelimuti sepanjang jalan menuju Cavalo stable. Padahal, harusnya aku bersedih karena salah satu kudaku bernama Laguna mati.

Memang, kala tadi pagi dokter Igor Delbert—dokter hewan yang menangani Laguna—mengabariku berita duka tersebut, suasana hatiku sangat kacau. Pasalnya, Laguna merupakan kuda pertama yang kubeli dengan hasil jerih payahku sendiri sebelum menjadi CEO. Meskipun pada akhirnya El Diablo berhasil mengambil hatiku sebagai kuda kesayangan.

Tapi kenapa aku malah tersenyum sepanjang jalan? Apa karena Mia Oswald mengatakan telah percaya padaku? Dan memintaku menunggunya menyelesaikan masalahnya dengan si pengecut itu?

Itu artinya dia memilihku...

God, apa yang lebih membahagiakan dari wanita yang kau cintai menerima cintamu? Aku yakin tidak ada yang lebih membahagiaan dari itu.

Jadi untuk selanjutnya, sembari menunggu si pengecut itu di tendang dari hidupnya, aku berencana mengecek cincin yang beberapa hari lalu kupesan untuk melamarnya, sebelum suara di sebelah kiriku memotong rencana bayanganku.

“Kenapa kau senyum-senyum begitu? Berbeda sekali ketika masuk kantor tadi,” tukas Willam Molchior sambil mengamati gerak-gerakku melalui kaca spion tengah saat menyetir seperti sekarang.

“Bukan urusanmu,” jawabku acuh tak acuh. Memilih memandang ke luar jendela. Memandang salju kesukaan wanita itu.

Kadang aku bingung bagaimana bentuk hubunganku dengan adikku. Kami berdebat sepanjang waktu, berkompetisi sepanjang waktu dan saling mengejek sepanjang waktu. Namun di suatu yang lain, tetap saling bepergian bersama, kadang saling menguatkan satu sama lain jika sedang dalam keadaan sedih. Seperti sekarang contohnya.

Begitu mendengar aku mengabari pegawai kremasi jika tidak perlu mengantar abu Laguna ke estate karena akan mengambilnya sendiri, William Molchior bersedia meluangkan waktu untuk mengantarku ke Cavalo stable. Hanya untuk menghiburku—yang dia pikir sedang bersedih—namun ternyata tidak. Dan aku menghargai adikku yang sudah berjerih payah melepaskan diri dari selir-selirnya.

“Ha! Pasti karena Mia! Itu terjadi setelah aku melihatnya keluar dari ruanganmu dan lipstiknya tertinggal di sudut bibirmu,” pekik William Molchior. Aku reflek memegangi bibirku dan mengusapnya.

Seingatku tadi Mia Oswald sudah mengelap bibirku dengan tisyu dan merapikan rambutku yang sempat dia usap selama ciuman. Apa memang masih tertinggal?

Setelah melihat jari-jariku sendiri yang ternyata tidak ada apapun, wajahku kontan menjadi geram. “Sialan kau Wil!”

“Hahahahaha...” William Molchior tertawa keras memenuhi seisi mobil BMW hitamnya. “Aku hanya bercanda tapi kau langsung percaya! Hahahaha... aduh minggir Dom!”

“Rasakan itu!” kataku sambil menendang kakinya pelan. Sementara tanganku terlipat ke dada dan pandanganku fokus ke jalan raya.

Setelah beberapa kali mengaduh sambil menyikutku agar tidak menganggunya menyetir, William Molchior kembali bersuara. “Senyum sepanjang jalan, ternyata karena mendapat jeck pot makan siang. Ckckckck beruntungnya ruanganmu kedap suara Dom, jadi tidak ada yang bisa mendengar desahan Mia saat kau—aduh! Hentikan Dom! Kau tidak lihat aku sedang menyetir?!”

Aku menendangnya sekali lagi. “Maka dari itu diamlah Wil! Dan kita sedang berada di lampu merah! Tidak perlu berlebihan!”

“Jadi, kau sudah mau mengaku padaku kalau kau menyukainya?” tanya William Molchior menghiraukan omonganku.

“Diamlah! Dan fokus saja menyetir!”

“Ck! Ini masih lampu merah, Brother!”

Terserah kau saja!”

“Jadi,” ulang William Molchior yang masih berpendirian teguh untuk mengorek perasaanku terhadap Mia Oswald. “Kau sudah mau mengaku padaku kalau kau menyukainya?”

“Kenapa aku harus mengaku padamu? Memangnya kau Mia?” Aku meliriknya dengan alis berkerut.

Voilà Dom!”

Lampu merah telah berubah menjadi hijau. William Molchior melepas kopling selaras dengan menginjak gas pelan-pelan saat ponsel yang dia letakkan di atas dashboard mobil tengah bergetar. Tanpa memecah fokus, adikku mengambil alat komunikasi tersebut, menggeser layar dan menempelkannya di telinga.

“Halo?” sapanya kemudian raut wajahnya berubah ceria. “Mia? Ada apa menelponku? Wah... kau mau berkunjung ke penthouse-ku untuk makan malam? Haha... tentu saja bi—”

Begitu mendengar adikku menyebut namanya, aku reflek mengambil ponsel tersebut dan menempelkannya ke telingaku. “Halo Mia? Kenapa kau—”

“Mia siapa?! William?! Kau tidak ingat padaku?! Hari ini kau janji akan mengajakku makan malam! Halo... Hal—”

“Sialan kau Wil! Dia bukan Mia!” pekikku begitu mendengar suara wanita di seberang telpon yang ternyata bukan milik Mia Oswald.

“Hahahahahaha... Ternyata... kau menyukai Mia sebesar itu Dom.”

Dan aku reflek melempar ponselnya ke jalan raya.

“Hei! Apa yang kau lakukan?! Aku ada janji makan malam dengan Bellen!”

“Bukan urusanku!”

Phoenix, 15 Januari
13.45 p.m.

Setengah jam berada di mobil bersama William memang menguras tenaga dan membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Namun aku segera menghela napas lega begitu BMW hitamnya memasuki pelataran parkir Cavalo stable. Peternakan kuda milik seorang rider³ legendaris yang dulu pernah menjuarai Gran Prix pada masa kejayaannya. Pria yang sekarang berumur hampir sebaya dengan ayah.

Begitu melihat kedatangan kami, Zach Hernandez—pemilik sekaligus pelatihku dulu—langsung menyambut kami.

“Dominic dan William, selamat datang. Maafkan aku. Aku sudah mendengarnya dari dokter Igor jika Laguna mati.”

Pria berkulit coklat itu menggiring kami ke sisi peternakan kuda miliknya—tempat berderet-deret istal. Melewati beberapa lapangan indoor khusus untuk melatih kuda jumping. Sebelum mencapai klinik khusus untuk kuda-kuda yang sakit. Di sana sudah ada dokter Igor Delbert.

Melihat rombongan kami datang, dokter yang berumur akhir empat puluhan itupun menghentikan aktvitasnya saat masih menempelkan bagian bundar stethoscope pada perut seekor kuda pejantan.

“Mr. Dominic Molchior dan Mr. William Molchior, maafkan aku. Aku sudah benar-benar berusaha menyelamatkannya tapi kembungnya terlalu parah,” sesal pria itu dengan wajah kusut. Mungkin takut aku marah.

Tapi tidak, aku tidak akan marah dengan orang yang telah berusaha menyelamatkan kudaku walaupun pada akhirnya gagal.

Well, sembari menunggu Laguna selesai dikremasi, kami berbincang sedikit di cafe yang terletak di atas lapangan indoor dan melihat orang-orang sedang berkuda dari atas. Tidak dapat di pungkiri, melihat rider melatih kuda-kudanya, aku pun praktis merindukan El Diablo, Zandor dan Grenadine.

Jadi kutuskan untuk menemui mereka di istal yang bersebelahan dengan ruang peralatan menunggang. Sedangkan William Molchior—yang masih marah karena aku melempar ponselnya—entah pergi ke mana. Kubiarkan saja karena dia tidak pernah awet marah padaku, apa lagi jika sudah kubelikan ponsel baru. Ck! Dasar bayi!

Well, sebelum kudaku siap, pengurus kuda membersihkan El Diablo terlebih dahulu, memasanginya bandage pada pergelangan kaki kudaku masing-masing serta memasang pelana dan tali ganda.

Sementara aku sendiri di lokerku yang tidak jauh dari sana untuk mengganti setelan dengan kaos polo putih panjang, celana rider hitam serta boots cokelat gelap setinggi lutut khusus untuk berkuda yang dapat di lepas menjadi angkle boots. Tidak lupa memakai helm dan sarung tangan, aku mulai menunggangi El Diablo dan melakukan dressage⁴ sederhana pelan. Memutari lapangan indoor, melewati  Zach Hernandez dan pengurus kudaku yang tengah bersandar di tepi pagar pembatas.

Beberapa kali mengitari lapangan, aku menyentak tali kekang dan menendang perut El Diablo agar berlari lebih kencang. Sepuluh menit kemudian, memelankan lajunya serta mengisyaratkan pengurus kudaku untuk memasang tiang dan palang setinggi tiga kaki di beberapa tempat secara terpencar. Pelan tapi pasti, aku kembali mengendalikan El Diablo untuk melompati palang-palang tersebut.

Hari ini aku tidak ingin terlalu keras dalam melatih El Diablo. Karena selama aku tidak datang, kata Zach Hernandez, semua kudaku tidak di latih jumping, hanya dia dressage. Jadi tidak baik mulai melatihnya dengan keras. Aku takut El Diablo kaget dan malah berakhir cedera.

Melatih kuda untuk jumping atau sekedar dressage sederhana itu tidaklah mudah dan sesantai kelihatannya. Selama dua puluh menit dressage sederhana saja keringatku sudah mulai bercucuran di tambah lagi dengan jumping, tenagaku menjadi sedikit terkuras di tengah musim dingin seperti ini.

Begitu turun, El Diablo kuserahkan pada pengurus kuda. Sementara diriku sendiri memutuskan ke cafe untuk istirahat sebentar sebelum bercengkrama dengan Zandor atau Grenadine. Namun ternyata William Molchior masuk lapangan menunggangi Zandor terlebih dahulu.

Kubiarkan saja. Dan tetap berenaca melatih Grenadine setelah isirahat.

Aku tahu William Molchior memang sengaja menunggangi Zandor. Padahal dia memiliki beberapa kuda ras Arab sendiri.

Hm... Mungkin lain kali aku akan mengajak Mia Oswald ke sini dan mengajarinya dressage sederhana. Walaupun dia sudah ahli ekheeemm menunggangiku, tapi kurasa tidak ada salahnya mengajarinya dressage pada kuda sungguhan.

Ngomong-ngomong apa yang sedang dia lalukan sekarang?

Aku menilik jam tangan yang menunjukkan pukul tiga sore sambil melepas sarung tangan kulit warna hitam dan melepas helm. Aku berjalan ke lokerku dulu untuk mengambil ponsel dan meletakkan helm serta sarung tangan. Sambil mengetik pesan, memberi kabar tidak bisa ke kantor lagi pada Mia Oswald, aku berjalan melewati deretan kursi yang diduduki Zach Hernandez dan dokter Igor Delbert yang terletak di depan lapangan. Menyapa mereka sekilas dan melanjutkan jalanku menuju tangga penghubung cafe di lantai dua.

Aku tidak memperhatikan sekitaran karena menurutku tidak penting. Tetapi rupanya ada yang berbeda pendapat. Dan dia wanita berkostume rider yang ikut duduk di deretan kursi lain dengan beberapa teman wanitanya.

Wanita itu berdiri berjalan ke arahku sebagai bentuk protesnya padaku karena tidak menyapanya.

“Dominic Molchior, benar kan?” sapanya sambil mensejajarkan langkah.

“Kau mengenalku?”

“Tentu saja, ayahku mengenalkanmu padaku, kau tentu mengingatku bukan? Aku bukan wanita yang mudah di lupakan,” jawab wanita berambut emas dan bermata biru tersebut.

Lalu kenapa aku tidak tahu? Dasar percaya diri!

Keningku berkerut samar untuk mengingat-ngingat namun tidak berhasil.

“Aku Tatiana Gustav, putri Robert Gustav pemilik stasiun TV Lorda, ayahku sahabat ayahamu. Em, setelah kupikir-pikir wajar kau tidak mengingatku. Saat berkenalan kita sama-sama memakai topeng, ingat?” pekiknya yang sedikit kecewa.

Oh iya benar, dia wanita yang waktu itu.

Ha? Lantas kenapa? Apa aku terlihat peduli?

Aku mengendikkan bahu ringan. Mengabaikan bagaimana wanita itu bisa mengenaliku di saat tidak memakai topeng. Selain itu juga berharap dia tahu diri karena aku tidak peduli, lalu mempercepat langkah dengan ponsel yang sudah tersimpan di kantung celana menuju cafe untuk menemui koki berkepala plontos yang sudah menyediakanku sebotol air mineral seperti biasa.

Saat sudah berada di depan cafe, pintu samping tempat makan tersebut terbuka dan koki berkepala plontos itu menyapaku, “halo Dom, kau datang bersama kekasihmu? Ini minummu.”

“Kekasih? Tidak,” jawabku sambil mengambil botol mineral yang di sodorkan koki plontos tersebut.

“Lalu itu?” Dia menunjuk belakangku dengan dagu.

Selaras dengan wanita yang memekik, “Dom, tunggu aku. Kenapa kau meinggalkanku?”

Memangnya siapa dia berani memanggil nama depanku seolah kami sudah saling mengenal lama?

“Bukan. Terima kasih, aku turun dulu,” jawabku pada koki tersebut.

Koki berkepala plontos yang menyebul dari dapur itu melambai ringan. Sementara wanita berambut pirang malah mengikutiku turun lagi.

“Kenapa kau mengacuhkanku? Kupikir kita bisa minum kopi di cafe ini.”

Aku berhenti. Diapun ikut berhenti.

“Aku tidak berminat padamu ataupun kopi tawaranmu.”

Karena aku hanya berminat pada Mia, dan hanya kopi buatannyalah yang selalu pas untukku.

“Kau persis seperti yang di katakan ayahmu. Dingin pada wanita. Astaga aku semakin penasaran denganmu,” jawabnya yang malah mengikutiku menuju deretan kursi yang Zach Hernandez dan dokter Igor Delbert duduki.

“Apa yang kau lakukan?!” Aku bertanya dengan nada geram ketika wanita itu menempel padaku. Bukankah aku sudah jelas mengatakan jika tidak berminat padanya? Kenapa dia tidak tahu diri? Kenapa tidak bergabung dengan teman-teman sosialitanya yang duduk di deretan sebelah?!

“Aku ingin mengenalmu lebih jauh, Dom,” jawabnya. Membuat Zach Hernandez dan dokter Igor Delbert mengangkat tangan tanda menyerah.

“Ups... Ini urusan anak muda, sebaiknya aku mengawasi Will dressage,” ucap Zach Hernandez kemudian melipir pergi ke pagar pembatas.

Sementara dokter Igor Delbert berucap, “oh, sepertinya aku harus kembali ke klinik.” Kemudian melipir pergi.

Tinggallah kami berdua.

Sial! Aku benci situasi seperti ini. Kadang aku heran dengan wanita. Di tolak mentah-mentah malah semangat mendekati. Apa mereka tidak tahu makna dari arti kata tersebut? Apa aku harus menggunakan kakiku untuk menendang mereka agar menjauh?

Aku benar-benar risih.

Jadi setelah meneguk air mineral hingga habis, aku berdiri. Sialnya, wanita itu juga berdiri mengikutiku. Bahkan dia mengikutiku sampai ke istal Grenadine.

“Aku tidak menyangka kau juga berkuda di sini Dom, kalau aku baru beberapa hari yang lalu. Kita pasti berjodoh karena bertemu seperti ini.”

Menghiraukan wanita tidak jelas itu, aku berbicara pada pengurus kudaku. “Tolong keluarkan Grenadine. Aku ingin menungganginya.”

“Baik, Mr. Molchior.”

“Terima kasih.”

“Dom, kau mengabaikanku lagi... hei tunggu, kau mau kemana?” Wanita itu berteriak padaku yang sudah berjalan ke loker untuk mengambil sarung tangan dan helm.

Kupikir dia akan mengejar, tapi ternyata tidak.

Setelah meletakkan ponsel dalam loker, aku meraub helm dan sarung tangan. Berjalan sambil memasang benda-benda itu sebelum melihat pengurus kudaku berlari menghampirku. “Mr. Molchior, maafkan aku. Wanita tadi menunggangi Grenadine tanpa sepengetahuanku, dan kudamu belum selesai di bandage.”

Aku melihat wanita itu melajukan Grenadine dengan cepat.

Cukup sudah! Aku tidak bisa menahan amarahku lebih lama. Apa wanita itu tidak tahu seberapa bahayanya Grandine jika tidak di bandage?! Apa lagi tanpa pemanasan ringan dan langsung menyuruh kudaku berlari cepat?!

Aku berjalan ke tengah lapangan indoor, melewati beberapa rider yang sedang berlatih. William Molchior kelihatan bingung. Mengira jika aku marah padanya karena menunggangi Zandor.

“D-Dom, tenang Dom, aku hanya pinjam Zandor sebentar. Ini aku akan mengembalikannya.”

Menghiraukan adikku, aku meneriaki wanita itu yang masih mengitari lapangan. “He! Apa yang kau lakukan?! Turun dari kudaku!”

“Aku ingin menaikinya sebentar!” balas wanita itu tak kalah berteriak.

Jelas, kami mengundang banyak mata. Namun aku tidak peduli. Saat ini yang kupedulikan hanyalah Grenadine berlari cepat. Aku takut kaki kudaku cedera. Dia kuda jumping, performanya harus kuat. Sekali dia cedera, aku tidak bisa menungganginya karena harus di istirahatkan selama berbulan-bulan hingga pulih. Dan performanya akan turun pasca pemulihan.

“Hei!” Aku melangkah dengan geram menuju wanita itu yang sudah memelankan laju Grenadine.

Setelah berhenti sepenuhnya, aku marah. “Apa yang kau lakukan?! Hah?! Grenadine belum selesai di bandage! Cepat turun dari kudaku!”

Aku melihat wanita itu berniat langsung turun tanpa pijakan.

“Heh! Turunlah di sana! Jangan di sini!” Aku menunjuk pijakan tangga khusus untuk naik atau turun kuda di depan pengurus kudaku.

Dia tidak menghiraukanku dan langsung turun. Akibatnya Grenadine kaget dan berlari karena wanita itu tidak sengaja menendang perutnya. Sedangkan wanita itu sendiri jatuh menimpaku. Bibirnya tepat mendarat bibirku dalam posisi berdiri berhadap-hadapan. Mirip sepasang kekasih yang berciuman karena aku reflek menakup tubuhnya.

______________________________________________

3 Rider : istilah ini sering di pake buat penunggang kuda tunggang (jumping dqn dressage) ya guys, kalo buat kuda pacu biasanya di sebut joki (itu menurut pengalaman dan sepanjang pengetahuan saye yes) saya belum belum searching lagi istilah yg di pake buat dunia 🙏🏻

4 dressage : art of equestrian (biasanya cabang nomor lomba, bisa juga di sebut sebagai gerakan serasi) ibarat gerakan breakdance tuh  freesyle gitu lho guys. Tapi kalo kuda yg lagi dreesagge tuh ya gerakan saat berkuda itu sendiri sih. Nggak yang sampe atraksi gitu. Bukan ya 😭 apa lagi makan beling, itu kuda lumping bukan kuda jumping

Oh ya guys, sebenernya banyak banget materi yang ada di chapter ini, tentang gimana harus pasang dobel tali kekang kuda, kostume berkuda, bahaya nggak pasang bandage pada pergelangan kaki kuda (khususnya kuda jumping) ada juga kenapa kok lebai banget ini kuda kembung aja bisa mati. Dll.

Keknya saya nggak bakalan bahas 🙏

Well thanks for reading this chapter and little (more) of bacotan

Makasih juga yang udah nyempetin baca, vote dan komen

Bonus photo rider

(Lagi dressage, nah ini bagian atas angkle ampe lutut bootsnya bisa di lepas, semua kaki kudanya juga di bandage)


Jumping horse

Sama Dom lagi naik quuudaaaa 🐴🐎

See you next chapter teman temin

#keephealty
#stayathome
#socialdistance
#washyourhand
#alwaysprayforUs

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

31 Mei 2020


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top