Chapter 32

Selamat datang di chapter 32

Tinggalkan jejak dengam vote dan komen

Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

Kau sendiri sangat cocok dengan nama Oswald
Sesuai arti nama belakangmu, kau mudah di cintai...

•Dominic Molchior••
______________________________________________

Phoenix, 31 Desember
22.18 p.m.

Dad, mencariku?”

Pria dengan tuxedo putih kombinasi hitam yang bersama seorang wanita anggun walau sudah berusia paruh baya itu menoleh padaku.

Philip Molchior dan Ingrith Molchior tidak hanya berdua. Mereka duduk di kursi VVIP bermeja bundar bersama seseorang. Ketika melihatku mengahmpiri, ayahku berseru, “hi, Son, duduklah di sini. Dad ingin memperkenalkanmu dengan Robert Gustav, teman Dad saat kuliah dulu. Dia pemilik stasiun TV Lorda.”

Sebelum duduk, aku menjabat tangan pria seumuran ayahku. “Senang bertemu dengan Anda Mr. Gustav.”

“Senang berkenalan denganmu juga.” Robert Gustav ikut berdiri dan membalas jabatan tanganku kemudian duduk kembali. “Ngomong-ngomong, ayahmu sering bercerita tentang dirimu.”

“Kuharap Anda mendengar cerita yang baik-baik.”

“Tentu, dia sangat bangga padamu. Kudengar kau membuat perusahaan ayahmu semakin berkembang.”

“Aku merasa tersanjung. Tentu itu sudah menjadi tugasku untuk memajukan perusahaan,” jawabku diplomatis.

“Kemana putrimu Robert?” sahut ayah, detik berikutnya beliau mendapat pelototan mata dari ibu.

Aku masih tidak mengerti maksud tindak tanduk ibu yang kelihatan tidak nyaman saat pria bernama Rebert Gustav itu berkata, “kau selalu blak-blakan Philip, tunggu sebentar, dia akan ke sini sebentar lagi... Nah... Itu dia.

“Sayang, duduklah sebelah Dad.” Robert Gustav menepuk kursi sebelah kirinya. Memberi isyarat agar wanita muda yang kuprediksi seusia adikku agar duduk.

“Kenalkan, ini Tatiana, putri tunggalku,” ucap beliau pasca wanita yang di sebut sebagai Tatiana itu duduk.

“Halo semuanya,” sapa wanita berambut emas—senada dengan baju dan topengnya.

Beberapa menit kemudian meja kami di penuhi obrolan. Sedangkan aku? Tidak konsen ke arah pembicaraan mereka karena sibuk menyapu pandangan untuk mencari keberadaan William Molchior dan Mia Oswald yang ternyata sudah berpindah ke kursi sebelah meja perjamuan. Mataku menemukan mereka tengah tertawa. Dapat di pastikan,William Molchior sedang menggoda Mia Oswald. Hatiku rasanya bergemuruh.

Bayangan menendang wajah adikku memang sangat menggoda, namun aku masih waras. Itu tidak mungkin kulakukan di saat pesta seperti ini.

Semakin mengamati mereka, semakin hatiku bergemuruh panas. Akupun sangat terkejut dengan kesabaranku yang bisa bertahan hingga hampir satu jam dengan tangan mengepal erat.

“Dom, ada apa?” tanya ibu sembari menyentuh pundakku. Walau tertutup topeng, aku bisa merasakan kekhawatiran pada wajah beliau.

“Sepertinya, aku harus menghentikan putra kesayanganmu sebelum dia berulah lagi,” ucapku tanpa memindah pandangan sedikitpun.

Ibu mengukuti arah pandanganku dan menemukan William Molchior sedang meneguk minuman. “Astaga, sudah berapa gelas yang dia minum?” bisik ibu dengan nada sangat khawatir apabila William Molchior mabuk dan mengacau—kebiasaan adikku yang tidak tahan dengan alkohol. Beliau seperti ingin menyusul ke sana dan menyeretnya pulang.

Kubiarkan ibuku dengan asumsinya sendiri.

“Aku akan mengurusinya,” kataku. Itu adalah penegasan, bukan penawaran atau sejenisnya.

“Maafkan Mom harus merepotkanmu kali ini, kau tahu Mom tidak bisa membiarkan Daddy-mu sendirian di sini, aku juga khawatir dia meracau tidak jelas.”

“Tidak apa-apa.”

Detik nerikutnya aku mendapati diriku sudah berdiri. Semua yang ada di meja memandangku.

“Aku permisi, senang berkenalam dengan Anda Mr. dan Miss Gustav.”

Kemudian beranjak tanpa menoleh meja yang baru saja kutinggalkan beberapa langkah. Samar-samar terdengar ibu mengatakan, “Dom sangat menyayangi adiknya, dia khawatir putra bungsu kami mabuk. Jadi dia kesana untuk mencegahnya.”

I’m sorry and thanks mom...

Phoenix, 31 Desember
23.45 p.m.

“Benarkah? Hahaha... Astaga konyol sekali.”

Itu ucapan terakhir Mia Oswald sebelum melihatku berdiri di depan mereka duduk.

“Apa yang kau minum itu?!” Aku menunjuk gelas kaca yang di pegang adikku.

“Astaga Dom ini hanya Kin Spritz Sletzer (cocktail non alkohol) yang di tuang di gelas. Aku tidak akan mabuk.” belanya pada diri sendiri. Bersikap seolah-olah dia paham tidak kuat dengan alkohol kemudian bergumam, “setidaknya, sampai terompet tahun baru.”

“Aku bisa mendengarmu Wil! Aku rasa kau sudah cukup menyapa Mia. Sekarang kembalilah ke pasanganmu!” Aku memberi perintah pada William Molchior yang malah cangar cengir sambil memandang Mia Oswald.

“Baiklah,” kata adikku. Terlebih untuk Mia Oswald, bukan padaku. “See you a round, Mia,” lanjutnya sambil mengedipkan salah satu matanya. Sepertinya adikku sakit mata.

Sebelum benar-benar pergi, William Molchior berbisik sambil menepuk pundakku. “Berterima kasihlah padaku karena menjaganya.”

Apanya yang menjaga?!

Demi saturnus! Aku ingin menghajarnya. Kenapa dia selalu ingin menggoda Mia Oswald di saat memiliki banyak selir? Dasar play boy!

Selepas adikku di telan kerumuman, kursinya kududukki. “Apa yang kalian bicarakan? Kelihatannya seru sekali.”

“Tidak ada, hanya membicarakan jagoan monster truck kami masing-masing,” jawab wanita yang sejujurnya terlalu sexy dengan balutan dress warna perak.

Aku tidak tahu nama-nama gaun. Aku hanya bisa menggambarkan modelnya panjang menjuntai hingga ujung kaki. Namun belahannya mencapai paha. Bayangkan saja jika wanita itu jalan dengan hak tingginya atau duduk seperti sekarang—entah apa tujuannya malah menyilangkan kaki di depanku—paha mulusnya akan terekspos.

Tidak cukup sampai di situ dia mengumbar asetnya, pundaknya juga kelihatan. Ada semacam selempang berukuran telapak tangan yang dibiarkan jatuh ke lengannya. Membuat model gaun itu seperti kemben. Rambut Mia Oswald di gelung sederhana. Ada bulu-bulu angsa putih pada masquerade mask yang terpasang pada wajah manis berlisptik merang terang tersebut.

Di nilai secara menyeluruh, dia sangat sexy. Meskipun aku yakin harga gaun itu biasa-biasa saja—jauh dari apa yang di pakai ibu atau semua wanita di pesta ini—namun Mia Oswald sangat mengundang mata.

Wanita yang sedang menyesap minuman warna merah itu pandai berbusana dan menempatkan diri.

Duh sial!

Padahal aku sudah berjanji untuk membuktikan perasaanku tanpa embel-embel bercinta. Tapi dia malah menyuguhkan pemandangan yang menjadikanku ingin membuatnya mendesah hebat sekarang juga.

Singkirkan otakmu yang mesum itu Dom! Hatiku segera memperingatkan.

“Apa kau menikmati minumannya?”

“Ya, tentu, William yang menyarankanku minum ini.”

“Baguslah, itu red wine terenak,” tanggapku namun tidak bisa fokus.

Duh sial! Kenapa aku malah menatap bongkahan padat itu?!

Cepat-cepat menglihakan pangdangan ke sekitar, aku malah mendapati beberapa pria yang menatapnya lapar.

Sialan!

Apa mereka bosan hidup? Berani-beraninya melirik Mia Oswald!

Aku ingin meminta wanita itu ganti baju yang lebih terutup namun aku belum berhak melarangnya ini itu.

Tenang, Dom. Sebentar lagi jika usaha kerasmu berhasil, dia akan menjadi hakmu sepenuhnya. Hatiku kembali memperingatkan.

“Apa kau mau kembali ke canapé-canapé itu? Aku bisa mengantarmu jika kau mau.”

Mia Oswald merubah getsture-nya menjadi antusias. “Itulah yang kutunggu dari tadi, Dom.”

“Ayo, habiskan minumanmu dulu.”

Tanpa banyak cakap, Mia Oswald menuruti apa yang kutitahkan. Detik berikutnya kami berdiri dan berjalan menuju meja perjamuan bagian canapé. Aku sengaja berdiri di belakangnya untuk menutupi mata para pria yang terang-terangan melihatanya.

“Mia, apa kau tidak kedinginan?”

Katakan iya please! Sehingga aku bisa menutupi pundakmu dengan jasku.

“Tidak, penghangat ruangannya bekerja dengan baik,” jawabnya sambil lalu karena terpaku menatap canapé yang disusun bertingkat.

Duh sial! Bagaimana cara menutupi bagian tubuhnya itu? Minimal pundaknya.

Canapé ini ada caviarnya Dom... Apa yang membuat mereka berpikir makan segigit salmon dan caviar akan membuat mereka gendut? Aku tidak akan berpikir dua kali untuk memakan makanan ini. Well, aku akan memakannya,” bisiknya. Bahkan dia berusaha berjinjit dan menoleh ke belakang. Khusus untuk membisikkan kata-kata sangat biasa tersebut kepadaku. Tapi efeknya sangat luar biasa. Membuatku semakin meriang.
Sampai-sampai, aku harus melonggarkan tenggorokanku dengan deheman beberapa kali.

Kuharap dia tidak menyadari kegugupanku.

“Ekhm, makanlah sebanyak yang kau ingin. Pakai piring kecil ini,” ungkapku sambil menyodorkan alat makan tersebut beserta penjepit untuk mengambil smoke salmon and caviar canapé.

Beberapa saat kemudian dia menghadapku dan memasukkan canapé tersebut dalam mulut. Lalu mengibas-ngibas tangan di depan mulutnya yang sedang mengunyah pelan. Selaras dengan matanya yang terpejam—meresapi rasa makanan itu—setelah berhasil menelannya, dia membuka mata dan tersenyum padaku.

“Emmm... Ini sangat enak, Dom,” desisnya. Entah kenapa aku merasa sangat senang hanya dengan melihatnya menikmati makanan.

“Benarkah?”

“Kau sudah pernah memakannya bukan? Kenapa kau sepertinya terlihat ragu?” tanyanya dengan alis terangkat. Pada detik yang lain mulutnya telah mengunyah canapé lagi.

Sedangkan aku sendiri mengusap tengkukku. “Apa aku boleh mencari alibi dengan mengatakan belum pernah memakannya sehingga kau mau menyuapiku?”

Mia Oswald membentangkan senyum seribu wattnya. “Kau ingin aku menyuapimu? Memangnya berapa umurmu sekarang Dom?” kekehnya. Namun tetap memerintahku untuk membuka mulut agar bisa menyuapiku. “Ini makanlah, bayi Dom!”

Aku menurutinya dan memakan makanan itu sebelum suara ayahku terdengar memenuhi ball room.Good evening everybody... I’m Philip—”

Bukankah itu ayahmu?” Mia Oswald menginterupsi pendengaranku. Matanya berpindah. Yang semula menatapku kini memandang panggung.

“Kau tahu?” tanyaku setelah berhasil menelan canapé.

“Seperti tahun-tahun sebelumnya sebelum kita—”

Lagi-lagi wanita yang masih memegang sepiring smoke salmon and caviar canapé itu menghalau apa yang di katakan ayahku. “Reginald memberitahu nama ayahmu beberapa hari yang lalu saat kau mengajakku ke estate-mu. Dia juga memberitahuku nama-nama keluargamu pada photo yang di pajang sepanjang dinding menuju ruang kerjamu.

“Aku baru sadar nama-nama keluargamu seperti nama kerajaan dan bangsawan pada abad pertengahan. You know, Philip, Ingrith, William dan kau sendiri Dominic. Apa lagi nama belakangmu juga nama bangsawan. Kau tahu? Aku kadang tidak sengaja berpikir mungkin saja salah satu generasi penerus keluargamu akan menamai cucu orang tuamu dengan Aldrich. Atau Charlotte jika itu perempuan.”

Sebelum aku sempat menanggapi pendapatnya, gantian suara ayah yang menyela. “Mari kita hitung mundur dari angka sepuluh. Sepuluh... sembilan—”

“Ah, aku kebanyakan bicara sampai tidak sadar sudah akan tahun baru! Ayo mulai ikut menghitung bersama ayahmu!” pekik Mia Oswald. “Lima... empat...”

Dan aku hanya diam menatap wajahnya yang berbinar ikut menghitung.

Kau sendiri sangat cocok dengan nama Oswald. Sesuai arti nama belakangmu, kau mudah di cintai...

Satu...”

Suara terompet dan kembang api bersaut-sautan. Tapi entah kenapa aku merasa tidak mendengar apapun selain suara wanita yang ada di hadapanku. Tubuhku hanya memandangnya yang tengah meletakkan piring di tepi meja perjamuan tanpa melepas pandangan yang masih terutuju pada panggung  di sebelah kananku. Dia bertepuk tangan sambil mengucapkan selamat tahun baru. Kemudian menoleh ke arahku dengan senyum merekah.

“Selamat tahun baru Dominic!” serunya.

Lantas apa yang kulakukan?

Kutarik tubuh wanita itu hingga menabrak tubuhku. Sebelum sempat bereaksi, aku mencium bibir itu. Untuk pertama kalinya, bukan dengan nafsu. Melainkan dengan rasa cinta yang kurasakan kian menggebu.

Dadaku terasa ringan. Seperti euforia minum Chappellet Signature Cabernet Sauvignon. Aku juga bertanya-tanya apakah karena wanita itu telah minum red wine tersebut sebelumnya sehingga menyalur padaku?

Jauh lebih melegakan dari sekedar mengatakan bahwa aku mencintainya kemarin.

Well, mengatakan itu memang melegakan tapi tidak dengan menunggu jawaban. Tapi aku tidak ingin tergesa-gesa. Kami masih memiliki banyak waktu. Iya kan?

Virginia Barat, 2 Januari
10.20 a.m.

“Doooommm! Kau tidak memberitahuku jika akan pergi ke Virginia Barat!” Suara William Molchior di seberang panggilan telepon pada earphone.

“Kau tidak bertanya padaku Wil. Aku sudah memenuhi janjiku dengan mengajak Mia ke pesta topeng. Sekarang bekerjalah yang rajin selama aku tugas ke luar kota,” jawabku dengan senyum puas.

“Ini tidak adil Dom! Kau mengambil kesempatan untuk berduaan dengannya bukan?! Cepat kembali!”

“Memangnya kenapa?”

“Dasar! Awas saja kalian tidak kembali dalam tiga hari! Aku akan menjual El Diablo!”

As you know, aku memiliki beberapa kuda jumping ras Quarter di Cavalo stable di Phoenix, di antaranya : El Diablo, Zandor, Grandine, dan Laguna. Dari semua kuda, yang paling aku sayangi adalah El Diablo. Warnanya coklat gelap hampir kehitaman. Dia mampu berlari cepat sehingga bisa melompat lebih dari 6,5 kaki pada kejuaraan Grand Prix musim panas beberapa tahun lalu. Dan aku berhasil meraih medali emas karena menunggangi El Diablo. Itu sebelum di tunjuk sebagai CEO. Jadi masih banyak waktu luang untuk berkuda.

“Kau pikir kau bisa mengancamku dengan Diablo? Sepertinya kau lupa aku masih memiliki Zandor, Granadine dan Laguna.”

“Lompatan mereka tidak setinggi Diablo! Ah ya sudah, terserahlah, silahlan bulan madu sana, aku akan mengurus perusahaan. Sampaikan salamku untuk Mia.”

Seperti biasa, adikku memang telpon untuk hal tidak penting. Dan apa katanya tadi? Salam untuk Mia? Ha! Mana mungkin akan kusampaikan. Enak saja!

Fokusku kembali menyetir caravan sewaan yang kukendarai menuju Virgina Barat. Memang, aku sengaja tidak menggunakan private jet. Karena kau sudah tahu alasannya. Aku ingin menggunakan alibi ini agar lebih lama bersama Mia Oswald.

Dia sedang tidur meringkuk di kursi samping kemudiku. Bergumul dalam selimut. Padahal ada kasur dan segala macamnya dalam caravan sewaan ini tapi dia tidak ingin tidur di sana.

Mungkin karena aku terlalu berisik, dia jadi menggeliat bangun.

“Maaf jadi membangunkanmu,” tukasku sambil sesekali melirik ke arahnya yang sedang menutupi tangan karena menguap. “William baru saja menelpon.”

“Oh, tidak apa-apa, apa yang dia katakan?”

“Hanya protes. Ngomong-ngomong bagaimana perasaanmu? Apa sudah baikan?”

Oh ya, tadi pagi sebelum berangkat, Mia Oswald sedikit pusing dan kedinginan. Sebenarnya aku khawatir. Apa jangan-jangan karena dia terlalu banyak makan canapé sehingga alergi atau semacamnya. Tapi Mia Oswald mengatakan jika baru pusing pagi ini. Itu berarti bukan alergi. Aku menawarinya mengantar periksa ke dokter dan menyarankan menunda kunjungan ke Virgina Barat. Tapi dia menolak dan meyakinkanku kondisinya akan membaik setelah istirahat.

“Sudah merasa lebih baik. Dom, kenapa aku tiba-tiba ingin makan nasi briani?”

Kedua alisku kontan terangkat bingung. “Nasi briani? Kau lapar?”

“Tidak, aku tidak lapar, hanya membayangkan makanan itu. Sepertinya nasi briani kambing akan cocok untuk makan siang kita.” Mia Oswald berhenti mengoceh. Saat kulirik melalui kaca spion, dia sedang melihat jam di tangan kirinya lalu lanjut berbicara. “Jam makan siang masih lama.”

“Baiklah sepertinya kau sangat menginginkan nasi briani kambing. Kusarankan agar kau mencari restaurant Arab yang searah perjalanan ke Virginia Barat untuk makan siang kita.”

______________________________________________

Fyi : nama nama dalam novel ini saya karang berdasarkan artinya guys, jadi saya bikin nama tuh, nggak asal nyomot “Oh nama ini bagus juga nih”

Oh nggak kayak gitu

Nama Dominic sendiri emang nama Raja pada Abad pertengahan, plus nama Molchior itu sendiri

btw aslinya nama belakang Molchior itu pengejaannya yg bener : Melchior. Entah karena kurang sreg jadi saya ganti Molchior gitu 😁 muehehe

Terus kalo nama Mia, saya terispirasi sama penulis favorite saya “Mec Cabot” khusunya di novel Princess Diary. Nah nama Mia, saya ambil dari Mia Thermopholis sih guys, tapi nama Oswald sendiri saya bikin berdasarkan artinya

Oswald : mudah di cintai

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah nyempetin baca, vote dan komen

Well, ini gaunnya Mia yang di maksud Dom, kasian banget dia nggak ngerti nama gaunnya, harap maklum guys, kan cowok

Ini Dom ama pak Philip mo berangkat party

See you next chapter teman temin

#keephealty
#stayathome
#socialdistance
#washyourhand
#alwaysprayforUs

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

24 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top