Chapter 14

Selamat datang di chapter 14

Teman klean war biasaaaa sekaleee 105 votenya ceepet banget

Sesuai janji saya langsung up yes

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (suka lari sana sini kalo lagi saya cari tolong bantu nangkep yes)

Well, selamat malam dan selamat membaca

Hope you like it

❤❤❤
______________________________________

Aku tidak ingin dia tahu, hanya karena senyumnya, sebenarnya aku juga dapat tersenyum

••Dominic Molchior••
______________________________________

Brooklyn, 24 Desember
12.07 p.m.

Memangnya apa yang sudah kulakukan? Membatalkan jadwal sampai tahun baru, mengutus Reginald Jeeves membelikannya sebuah koper ungu-warna kesukaan Mia Oswald-lengkap dengan pakaiannya, mengantarkan wanita bar bar cerewet itu sampai rumah sakit dan membiayai seluruh operasi ayahnya. Dan yang paling parahnya lagi aku juga menginginkan dia tinggal di penthouseku karena tidak punya tempat tinggal!

Sebenarnya aku sedang apa? Bersimpati pada orang seperti Mia Oswald? Atau membuktikan diri jika aku lebih baik dari pada Hansel Brent? Tapi untuk apa?

Dan lihatlah, aku tampak sangat konyol. Tentu saja Mia Oswald akan membela pria tidak bergunanya itu. Memangnya aku siapa? Hanya atasan!

Atasan yang berempati dan bersimpati berlebihan terhadap sekretarisnya! Alam bawah sadarku mengejek.

Sekali lagi aku memaki - maki dalam desisan sambil menyetir tanpa tahu arah. Sibuk dengan amarah tidak jelasku, mobil yang kulajukan menembus jalanan sepanjang jembatan Williamsburg dan berhenti di pinggiran sungai.

Aku mengamati sungai yang tenang untuk menenangkan diri. Barulah menelpon Reginald Jeeves dan memintanya mengatur penerbangan ke Phoenix sesegera mungkin dengan menggunakan private jet. Namun ada kendala, karena cuaca buruk akibat salju yang turun lumayan lebat, jadi penerbangan tidak bisa segera di lakukan. Butuh waktu hingga cuacanya bersahabat.

Aku reflek memukul stir dan mengumpat. Amarahku terpancing lagi. Setelahnya meminta butlerku memesan kamar hotel untuk istirahat. Selain tidak cukup tidur, aku juga mulai kedinginan. Penghangat mobil rasanya tidaklah cukup. Maka dari itu, setibanya di The Williamsburg Hotel pesanan Regiland Jeeves, sembari menunggu kabar darinya tentang jadwal penerbangan, aku melimbungkan diri di atas kasur dan tidur.

Tidurku cukup lama. Sekitar pukul enam petang baru bangun kemudian mengecek ponsel dan ternyata Mia Oswald telah menelponku lebih dari lima puluh kali.

Ingin meneruskan perdebatan huh?! Aku tahu pasti kekasih pengecutnya itu yang menang!

Selain wanita bar bar cerewet itu juga ada beberapa telpon dari Reginald Jeeves di sertai pesan yang memberitahuku jika penerbangan terjadwal jam tujuh malam ini. Itu berarti aku hanya punya waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai bandara. Dan aku sengaja ingin mengendarai mobil klasikku sendiri tanpa bantuan driver. Selain karena untuk tetap melatih keseimbangan antara otak kanan dan kiri, aku juga ingin menyusuri kota tempat Mia Oswald tinggal.

Sial! Seharusnya aku tidak begini. Mengintip kehidupan pribadi Mia Oswald sangatlah berlebihan!

Berusaha keras untuk tidak memikirkan tentang wanita bar - bar cerewet itu, aku segera beranjak pergi. Namun ketika membuka pintu keluar kamar hotelku, Mia Oswald sudah berdiri di sana.

Dia memakai sweeter merah tebal dengan corak khas natal dilapisi mantel merah tua, jeans putih panjang dan boots. Rambut ikalnya tergerai indah. Dan seperti biasa, dia enggan memakai sarung tangan serta tas selempang kecil.

Lagi - lagi aku melihat hal baru pada Mia Oswald. Pakaian kasualnya yang membuatku... Sesikit terpana dan mematung cukup lama. Jika bukan karena wanita itu bersuara, pasti aku masih betah memandanginya lama - lama.

"A-aku minta maaf, aku tahu aku salah dan seharusnya aku tidak berkata begitu, maafkan aku Sir. Aku menyesal."

Apa dia sudah sadar jika kekasihnya itu pengecut?

"Pergilah!" titahku, mungkin jika dia tidak segera pergi aku akan terlambat sampai bandara. Walau pun sang pilot pasti akan menungguku tapi bagaimana jika cuacanya tidak mendukung lagi?

"Apa kau memecatku?" tanyanya, menengadah dengan wajah mengiba.

Ck! Menyebalkan sekali kau Mia! Jangan memasang tampang seperti itu! Aku jadi tidak tahu harus bagaiamana! Aku bahkan tidak berpikir sampai ke arah sana.

"Seharusnya aku sudah memecatmu dari dulu!" Akhirnya hanya itulah kalimat yang dapat aku keluarkan dan nyaris seperti bentakan.

Aku melihatnya terkesiap, membuka mulut kemudian mengatubkannya kembali. Beberpa saat mengatur napas kemudian bersuara. "Maafkan aku, aku memang tidak tahu diri, aku sungguh sangat menyesal Sir."

Abaikan Dom!

Aku hendak melangkah pergi namun dengan sigap dia menahan dadaku. Ha?! Kenapa malah jadi begini? Demi saturnus! Aku ingin pergi agar tidak memikirkan hal yang iya iya hanya karena sentuhannya.

"Tolong jangan pecat aku, maafkan aku. Tidak seharusnya aku berkata seperti itu. Aku sangat menyesal."

Menghadapi Mia Oswald selalu sulit. Tubuh, otak serta mulutku sangat tidak singkron. Alih - alih memakai kekuatan pria untuk mendorongnya agar menjauh dan pergi, aku malah memperpanjang urusan. "Sudah berapa kali kau bersikap kurang ajar padaku Mia?!" Aku masih menggunakan nada geram. Dan Mia Oswald mendongak menatap mataku, masih menggunakan wajah mengibanya serta masih menahan dadaku.

Apa dia juga merasakan bagaimana detak jantungku yang sedang menahan amarah pada diri sendiri karena tidak bisa fokus? Aku harap mantel dan turtle neck-ku mampu menahannya.

"Tolong Sir, jangan pecat aku. Aku janji akan bersikap profesional."

Sialan! Apa menahan dadaku dan menengadah dengan wajah seperti itu di sebut profesional? Itu namanya curang! Mia!

"Kalau begitu, singkirkan tanganmu dan pergilah. Aku tidak punya waktu untukmu," ucapku sambil menunduk membalas tatapan matanya dengan intensitas menahan diri agar tidak membawanya ke kamar hotel.

"Tidak, jika kulepas kau pasti akan pergi." Dia mengambil jeda sedikit untuk meneruskan kalimatnya. "Tolong jangan pecat aku Sir," katanya lirih.

"Kenapa? Bukankah kau punya kekasih yang bisa di andalkan? Aku pikir menghidupimu sangatlah gampang," sindirku dengan nada mengejek dan tersenyum miring.

Aku pikir dia akan membantah atau setidaknya kembali berdebat denganku tentang hal ini tapi ternyata tidak, dia mangatubkan bibirnya rapat - rapat dan hanya menghembuskan napas berat. Seperti tarpampang jelas jika ingin mengambil hatiku agar memaafkannya.

"Pergilah!" atau aku akan menyeretmu masuk dalam kamar dan membuatmu meneriakkan namaku seperti waktu itu, Mia.

"Sampai kau memaafkanku, tidak marah padaku lagi dan tidak memecatku, aku tidak ingin pergi."

Ck! Keras kepala!

"Kau pikir mudah menghilangkan amarahku? Mia?" Aku menekan nama panggilannya.

"Maka dari itu aku bersikeras minta maaf padamu."

Astaga Mia, kau mempersulitku!

"Apa kau benar - benar ingin kumaafkan?"

"Iya, Sir," jawabnya tanpa ragu sedikit pun.

"Kau begitu singkirkan tanganmu! Aku harus pergi."

"Tapi kau belum memaafkanku, Sir," katanya lagi masih enggan melepas tangannya yang menahan dadaku.

"Kenapa kau keras kepala sekali?!" Aku menggerutu sambil menggeleng pelan. Kemudian mengambil kedua tangan telanjangnya yang dingin, mendorong serta mengunci tubuhnya ke dinding dan memajukan wajah tepat sejengkal di depan wajahnya sambil menatap Mia Oswald yang hanya bisa terbelalak. "Mia, jangan katakan aku tidak memperingatkanmu untuk pergi jika hal selanjutnya akan terjadi padamu setelah ini," bisikku tepat di telinganya. Saat beralih menatapnya, ternyata dia sedang memejamkan mata erat - erat.

Takut huh? Kemana perginya wanita bar bar cerewet pembangkang ini?

Perlahan dia membuka mata dan bertanya, "apa dalam pikiranmu dedikasiku hanya selalu berada di ranjang?" tanyanya setelah berhasil menelan ludah.

Memangnya apa lagi?

Tanpa mengurangi intensitas jarakku pada wajahnya, dalam pertemuan napas kami, aku menjawab, "tidak juga, aku lapar, ayo kita makan malam di tempat yang kau suka!"

"Ya?" tanyanya kaget.

***

Brooklyn, 24 Desember
18.20 p.m.

"Ganti penerbangan menjadi besok pagi," kataku pada Reginald Jeeves. Aku tahu, mungkin wajahnya akan luar biasa kaget jika aku melihatnya secara langsung. Namun aku sangat mengenal butler-ku. Dia tidak akan membantah.

"Baiklah, nikmati waktumu Tuan Dominic," jawabnya kemudian kuputus sambungan dan melihat Mia Oswald sedang melongokkan kepalanya di balik pintu kafe. Kepalanya celingukan ke sana kemari. Ketika sudah menemukanku, dia tersenyum dan berteriak, "Sir, aku sudah menemukan tempat kosong untuk kita."

Sebenarnya aku ingin tersenyum melihat tingkahnya yang begitu senang hanya karena menemukan tempat kosong di kafe kecil pinggir jalan pada malam natal yang ramai ini. Tapi aku harus menahan diri untuk mempertahankan wibawaku di hadapannya. Aku tidak ingin dia tahu, hanya karena senyumnya, sebenarnya aku juga dapat tersenyum.

"Kenapa kau masih di sini? Ayolah, sebelum pengunjung lain menduduki kursinya." Mia Oswald sudah berdiri di depanku. Dan mengejutkan, dia berani menarik tanganku untuk mengeretku masuk dalam cafe.

Beberapa saat kemudian saat pesanan makan malam sederhana kami sama - sama sudah tertera di atas meja, setelah menyesap minuman panasnya, dia mulai membuka obrolan.

"Mungkin kau bertanya - tanya, kenapa aku seperti alergi sekali terhadap bantuan berupa apa pun."


"Hm?"

"Sekitar tujuh tahun yang lalu, aku punya teman bernama Maya Delilah. Jika aku anak mekanik salah satu team monster truck, dia anak pemilik club team kami. Dan kami punya hobi yang sama, ikut membantu dalam team. Seminggu sebelum champion, tingkah laku Maya terlihat sangat aneh. Dia selalu membantuku dalam hal apa pun dan sekecil apa pun itu. Saat hari H champion di selenggarakan, dia meminta bantuanku. Dulu pikiranku sangat sederhana, Sir. Karena seminggu belakang Maya gemar membantuku, maka tidak ada salahnya aku balas membantunya. Toh dia hanya memintaku mengambil perkakas montir di lantai dua. Karena Maya Delilah sendiri takut ketinggian."

Ternyata seperti itu. Tidak heran jika dia sangat akrab dengan monster truck sedari kecil.

Mia Oswald kembali menyesap minumannya lalu lanjut bercerita.

"Dari lantai dua, aku tidak bisa melihat apa saja dan siapa saja yang berada di lantai satu. Maka dari itu Maya memintaku mengikat perkakas dengan tali dan melemparnya ke bawah sehingga dia bisa menangkap perkakas itu. Dengan bodohnya aku menuruti kemauannya, Sir."

"Mia kau bisa memanggil nama depanku jika sedang tidak di kantor," kataku sebelum dia melanjutkan ceritanya.

"Baiklah, D-Dom?"

Aku hanya mengangguk, kemudian memintanya melanjutkan cerita.

"Tanpa pikir panjang aku menjatuhkan alat perkakas itu, dan tiba - tiba terdengar suara ayahku berteriak 'AWAS KEPALAMU'. Sebelum bunyi benda berjatuhan sangat keras menggelegar di atas lantai. Aku reflek turun ke bawah dan berteriak karena mendapati ayahku sudah tergeletak di lantai. Banyak darah yang keluar dari kepalanya akibat perkakas yang kujatuhkan tadi mengenai kepala ayahku. Beruntung team medis kami cepat menangani."

Mia Oswald menghembuskan napas terlebuh dulu.

"Beberapa minggu setelah kejadian itu polisi mengatakan bahwa itu adalah percobaan pembunuhan salah satu driver muda team kami yang berada tepat di bawah tangga. Dia memakai headset besar karena akan segera bertanding. Selain itu juga sedang sibuk mengecek ponsel, jadi tidak tahu dan tidak menyadari gerak - gerik kami ketika berteriak - teriak."

"Jadi temanmu menjebakmu? Kenapa?"

"Iya. Maya melakukannya karena driver itu tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Dia sengaja terus menerus membantuku dalam hal apa pun, agar suatu saat aku mau balas budi perihal membantunya. Dan lihatlah, sekalinya aku balas budi membantu malah untuk di buat alibi kecelakaan untuk pembunuhan. Sejak saat itu aku anti pati dengan adanya bantuan dalam bentuk apa pun. Seperti trauma, terlebih jika itu bersangkutan dengan ayahku secara langsung. Aku merasa sangat bersalah terhadapnya."

Aku tahu dia sedang menahan diri untuk tidak sedih. Tertanda dari napasnya yang mulai tidak teratur dan suaranya yang aneh karena menahan tangis.

"Dulu pasca kecelakaan kondisinya baik - baik saja, sampai dua tahun belakangan ini beliau terpaksa berhenti bekerja sebagai mekanik karena menderita parkinson. Kata dokter itu ada kaitannya dengan benturan benda keras pada kepalanya beberapa tahun lalu, sehingga memperngaruhi salah satu syaraf yang bekerja mengsingkronkan anggota gerak."

"Kenapa kau menceritakannya padaku Mia?"

"Karena, kupikir kau harus tahu agar kau mengerti bagaimana perasaanku ketika menerima bantuanmu, jadi tolong katakan padaku apa tujuanmu membantuku? Dominic?"

______________________________________

Kira - kira apa ya jawabannya Dominic?
Ada yang bisa nebak?

Well, Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang uda jadi pembaca aktif dengan vote dan komen, itu semacam penyemangat saya buat lanjutin cerita ini
Ternyata tulisan iseng saya ada yang baca, terhura guys...

Well, masih mau ada bonus Mia Oswald nggak?

Ini dia

Dan Mr. CEO?

See you next chapter, after 125 votes, I know you can do it guys 😘

With Love
©® Chacha Prima
👻👻👻
26 Februari 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top