Chapter 12

Selamat datang di chapter 12

Teman, boleh minta 100 vote-nya nggak? Buat penyemangat biar cepet update 😁🙏🏻

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan komen juga yes

Tandai jika ada typo (suka banget nempel sana sini di kalimat - kalimat) sebelum tulisan ini di setor ke Mr. CEO dan di bakar gegara ada typo

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________

Aku penasaran akan rasanya
Sama seperti seberapa besar penasaranku terhadap kehidupan pribadi Mia Oswald

••Dominic Molchior••
______________________________________

Brooklyn, 24 Desember
10.03 a.m.

"Dom, kau tidak pulang son?"

"Sepertinya aku baru bisa pulang besok, mom," jawabku setelah melihat keadaan. Kudengar suara sambungan telepon di seberang sedang menghembuskan napas. Kemudian kembali bersuara. "Kenapa kau workaholic sekali? Apa kau lupa besok hari natal? Jangan jadi atasan yang buruk dan mempekerjakan karyawan di hari natal! Mereka juga perlu berkumpul dengan keluarga!"

Aku tahu!

"Membiayai pesta - pesta Will tidaklah murah, mom," jawabku sarkasme. Tiba - tiba ayahku menyahut. "Dengar Dom, aku sudah memintanya membantumu mengurus perusahaan agar dia tidak mengadakan pesta lagi, tapi adikmu bilang, kau sendiri yang harus membujuknya."

"Biarkan saja. Dia masih ingin bersenang - senang, aku masih mampu mengurusnya sendirian," jawabku mulai enggan.

"Besok natal dan kau belum ada di estatku karena mengurus perusahaan? Tidak son."

Astaga, aku ingin sekali membantah omongan ayahku.

"Bujuklah dia, aku tidak ingin adikmu terus - terusan berpesta tidak jelas seperti ini, punya kesibukan di perusahaan pasti bisa menghentikan kebiasan buruknya," kata ayahku lagi.

"Belikan saja dia mobil sport keluaran terbaru, mungkin dia akan senang hati bergabung," usulku asal. Benar - benar sudah jengah dengan hal ini.

"Tidak Dom, kau sendiri yang harus membujuknya!" pekik ayahku. Dan ini tidak baik. Jika Philip Molchior sudah berkehendak maka tidak ada kata mau pun tindakan 'penolakan' dalam kamus beliau. Jujur saja, aku tidak suka itu. Bukan karena William Molchior tidak berkompeten dalam mengurusi perusahaan, dia sangat - sangat berkompeten. Tapi karena Mia Oswald.

Kau mungkin bertanya - tanya apa hubungannya dengan Mia Oswald. Tentu saja semua ada hubungannya. Bayangkan saja jika setiap hari kerja Mia Oswald tidak selesai karena menghadapi rayuan bocah play boy ingusan yang ironisnya adikku itu?! Aku sudah pernah bilang bukan? Aku tidak suka kerja sekretaris terganggu karena apa pun? Yang secara tidak langsung akan menghambat kerjaku juga?

Tidak Dom, mungkin alasanmu jauh lebih primitive dari itu.

"Halo son, kau masih mendengarkanku bukan?" Suara ayahku kembali terdengar.

Aku reflek memejamkan mata dan menghembuskan napas secara perlahan.

Kau mungkin tidak tahu. Bagi seluruh karyawan perusahaan aku adalah orang paling di takuti, di segani, bergelimang harta, dan bisa melakukan apa pun, tapi tidak untuk yang satu ini. Mereka tidak tahu seberapa kecilnya Dominic Molchior di dalam lingkup keluarganya. Terutama jika menyangkut Philip Molchior.

Dan tentu saja aku harus meng-iya-kan. "Apa ada pilihan lain selain iya?"

Aku yakin seribu persen ayahku sedang senyum cemerlang saat ini. "Baiklah, aku harap kau segera membujuk Will, karena aku ingin awal tahun nanti dia sudah masuk di perusahaan."

Shit! Double shit kau Will!

"Dan jangan lupakan acara keluarga kita saat natal son, jangan terlalu keras dalam bekerja. Pulanglah ke estatku paling lama besok."

"Baiklah, aku harus pergi, sampai jumpa dad."

Pasca menutup sambungan telpon dari nomor ibuku, tanpa ingin menunda lagi, aku langsung menelpon adikku. Pada nada dering ke dua dia sudah mengangkat telponnya.

"Sedang apa kau?" tanyaku basa - basi.

"Aku hanya sedang akan bermain sky dengan beberapa teman dan pulang ke estat dad setelah itu. Kenapa kau tiba - tiba menelpon? Jangan lupakan aku masih kesal karena kemarin kau menutup telponku seenaknya dan tidak mengajak Mia ke pestaku," terocosnya.

Ya Tuhan kenapa belakang ini aku di kelilingin orang - orang cerewet?

"Dad baru saja menelponku."

"Oohhh pasti masalah perusahaan, aku masih ingin bersenang - senang, kau tahu asrama kampus benar - benar sangat membosankan." William Molchior mengambil sedikit jeda kemudian melanjutkan. "Kecuali...?"

Aku sudah tahu kemana arah pembicaraanya. Jadi langsung kutolak. "Tidak, jangan yang itu. Sebutkan apa yang kau inginkan. Akan kubelikan sekarang!"

"Dom, aku hanya ingin dia datang. Aku tidak akan melakukan apa pun, aku janji, hanya mengobrol dan ber—"

"Di mana otakmu? Jika kau bekerja juga akan bertemu dengannya setiap hari, kenapa harus mengajaknya?" potongku cepat. Entah kenapa nadaku jadi terkesan jengkel.

"Astaga, itu tidaklah sama, lagi pula Mia pasti akan berdandan sangat cantik. Dia hanya sekretarismu, Dom. kenapa kau posessive sekali dengannya? Memangnya kau suaminya?" kekeh William Molchior.

Tidak ada kamus di mana Dominic Molchior akan melamar Mia Oswald dan menjadikan wanita bar bar cerewet itu sebagai istri.

"Aku akan membiayai liburan sky-mu dan teman - temanmu selama setahun, tapi tidak untuk yang satu itu. Dan mulailah bekerja awal tahun."

"Dominic... Permintaanku sudah jelas, dan sepertinya teman - temanku sudah menungguku. Sampai jumpa di estat dad, masih ada beberapa waktu lagi untuk mempertimbangkan keinginanku, brother."

Sialan kau Will! Sialan kau!

Aku mendengus terlebih dulu sebelum sambungan di seberang di matikan. "Baiklah, jika bukan karena dad yang memintanya, aku juga tidak akan melakukan ini, Will."

"Hahaha aku tau kau pasti akan bicara seperti itu, tapi aku juga tau kau menyayangiku kan Dom? Jangan lupa untuk membayar liburan sky-ku selama setahun, sampai jumpa brother," pekiknya lalu memutus sambungan.

Sekali lagi aku merutuk dalam hati. Ini tidak bisa di biarkan begitu saja. Aku harus menyusun rencana selanjutnya untuk menjauhkan adikku dengan Mia Oswald saat sedang bekerja atau semua pekerjaanku akan terhambat dan berantakan.

Beberapa saat kemudian aku kembali ke depan ruang operasi, mengamati Mia Oswald yang masih menghambur ke pelukan ibunya. Menyalurkan kerinduan masing - masing dan saling menguatkan. Mereka terlihat berbincang sedikit.

Merasa kehadiranku sepertinya sudah tidak dibutuhkan lagi, aku ingin pamit, tapi Mrs. Oswald mencegahku. Dan putrinya yang sedang berkaca - kaca—pasca penjelasan dari baliau tentang kondisi ayahnya yang memburuk jika tidak segera di operasi penanaman chip dalam otak untuk merangsang syaraf—melirikku dan ibunya secara bergantian untuk permisi ke toilet. Kutebak dia pasti ingin menenangkan diri agar tidak menangis di saat ada aku di sini.

For God's Shake! Hansel Brent!

Bukankah gaji HRD lumayan tinggi? Dia kemanakan uang itu? Kenapa tidak membantu Mia Oswald sama sekali?!

"Mr. Molchior, aku sangat berterima kasih padamu, jika semalam kau tidak membantuku, mungkin parkinson suamiku bertambah parah karena tidak segera di operasi," ucap wanita paruh baya itu ketika kami sama - sama duduk di deretan kursi panjang depan ruang operasi di rumah sakit daerah Williamsburg, Brooklyn. Suara hangatnya, menyentak lamunanku. "Setelah punya cukup uang, kami pasti akan membayarnya nanti," tambah Mrs. Oswald.

"Tidak perlu memikirkan itu, aku membantu bukan karena ingin imbalan," jawabku jujur. Bukan sedang mencari muka atau sejenisnya. Aku hanya murni ingin membantu.

"Tapi, kami jadi merasa berhutang budi," kata Mrs. Oswald lagi yang sudah berwajah sedih dan seperti tidak enak hati.

"Jangan terlalu di pikirkan, sekarang kesehatan Mr. Oswald-lah yang lebih penting. Angaplah ini sebagai kebaikan yang di atas."

Wanita paruh baya yang duduk di sampingku ini berdiam diri sebentar, mungkin untuk memikirkan kata - kataku, kemudian menolehku lagi. "Terima kasih, Mr. Molchior. Mia benar, atasannya sangat baik. Aku benar - benar berterima kasih, semoga yang di atas membalas kebaikanmu," kata beliau akhirnya.

Tepat setelah mengatakan itu Mia Oswald datang. Wajahnya sudah segar dan ceria lagi. God, aku jadi tambah merasa ingin sekali menguliti Hansel Brent hidup - hidup! Bisa tidak wanita ini meninggalkan pria pengecut itu? Dia berhak mendapatkan pria yang lebih baik.

Misal dirimu kah Dom? Dalam hatiku menyahut.

Sial! Tentu saja tidak! Sebagian hatiku lagi berkata demikian.

"Kalau begitu aku permisi, dan kau Mia, selamat berlibur," ucapku tapi lagi - lagi wanita paruh baya itu menghentikanku. Dan kali ini Mia Oswald juga menahan lenganku.

"Istirahatlah sebentar Mr. Molchior, kalian baru saja tiba. Mia, ajak Mr. Molchior pulang ke rumah dulu agar bisa istirahat, biar mom yang menjaga daddy di sini."

"Em, baiklah, aku pulang dulu dan akan segera kembali."

"Tidak perlu buru - buru," kata Mrs. Oswald lagi dan kali ini putrinya mengangguk setuju.

***

Brooklyn, 24 Desember
10.45 a.m.

Selama perjalanan, hanya petunjuk arah rumah Mia Oswald yang kami obrolkan, selebihnya dia diam, kadang sesekali membalas pesan di ponsel. Dan biar kutebak, pasti pesan dari pria tidak bergunanya itu.

Sampai sekitar sepuluh menit kami berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua sederhana berhalaman luas. Terdapat beberapa pohon gundul dan terutup salju di halaman rumah tersebut.

Ketika sampai depan pintu, aku menoleh ke kiri dan mendapati sebuah garasi tua. Alisku baru saja mengernyit saat suara putaran kunci dan decitan pintu serta suara wanita di depanku mengalun "selamat datang, silahkan masuk, buat dirimu senyaman mungkin, Sir."

Aku mengikuti Mia Oswald masuk, namun baru dua langkah wanita itu sudah berhenti dan membalik badannya menghadapku. "Mana mantelmu?" pintanya setelah melepas mantelnya sendiri.

Aku melepas mantel tersebut yang langsung dia ambil dan meletakkan mantel kami di gantungan.

"Duduklah di sofa, aku akan membuatkan minuman panas, oh ya aku tidak punya kopi Brazil kesukaanmu, aku hanya punya camomile tea, papermint tea, minuman jahe dan coklat panas, kau mau yang mana?" tawarnya setengah berteriak sambil berjalan menyalakan pemanas ruangan kemudian menuju dapur yang tidak jauh dari ruang tamu.

"Minuman jahe," jawabku. Karena aku belum pernah meminumnya. Biasanya bahan dapur itu di gunakan untuk membuat kue jahe sebagai ciri khas natal, bukan sebagai minuman, oleh karena itu aku penasaran akan rasanya. Sama seperti seberapa besar penasaranku terhadap kehidupan pribadi Mia Oswald di Williamsburg ini.

Itu terbukti dengan sikapku sekarang. Bukannya duduk di ruang tamu, aku malah mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah ini.

Sebenarnya rumah ini tidak terlalu luas. Hanya saja, penataannya yang pas menjadikan ruangan ini menjadi keliahatan lebih lebar. Tidak ada sekat dinding antara ruangan. Hanya ada rak - rak yang membentengi ruang tamu, dapur, dan ruang keluarga. Itu pun tingginya hanya semeter.

Di tengah ruangan ada sebuah tangga melingkar penghubung lantai satu ke lantai dua. Di bawah sebelah kanan tangga itu sendiri terdapat ruang keluarga dengan perapian kecil dan televisi di seberang, juga pohon natal lengkap dengan hiasan kerlap  - kerlip.

Sementara sebelah kiri bawah tangga merupakan dapur yang di depannya terdapat sebuah pintu. Mungkin, pintu penghubung ke garasi. Karena letak garasi berada di sebelah kiri rumah ini. Juga jendela - jendela di setiap dinding yang sedang menyuguhkan pemandangan salju turun.

Aku mengernyit lebih lama, pandanganku mencoba menerobos ke arah jendela kaca belakang rumah ini yang ternyata adalah danau beku.

Kelihatan cukup menyenangkan tinggal di sini.

Setelah mengedarkan pandangan, tatapanku jatuh pada potret keluarga Mia Oswald di rak - rak dekat ruang tamu. Protret itu menunjukkan dua orang paruh baya, Mr. dan Mrs. Oswald, dan Mia Oswald sendiri yang masih kecil. Mungkin sekitar umur delapan tahun. Mereka berphoto dengan latar belakang monster truck.

Pantas saja dia tahu banyak soal monster truck, ternyata sedari kecil sudah berhubungan dengan mobil sangar itu.

Tanpa sadar aku mengambil potret Mia Oswald kecil yang berada di bingkai photo sendirian dan bibirku tertarik sedikit ke atas membentuk sebuah senyum tipis.

Ternyata, bibir penuh wanita yang kukecup tadi pagi adalah asli. Bukan filler atau yang seperti kebanyakan wanita jaman sekarang lakukan untuk merombak bibirnya agar terlihat penuh dan sexy. Sejenak ada perasaan menyesal karena tidak melumatnya lebih lama. Mungkin lain kali. Atau mungkin setelah ini.

______________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang uda vote dan komen di tulisan iseng ini

Oh ya, kalo uda 100 vote langsung saya up 😘
Kalo uda 100 vote tapi belum up juga, mohon recoki saja dengan dm di wattpad atau di ig

Thanks 😘

Well, bonus photo Philip dan Ingrith Molchior alias pak David Gandi ama istrinya

See you next chapter teman temin

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

20 Februari 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top