Kesetiaan Dibayar Pengkhianatan
By BSAristya
***
"Ketika sebuah kesetiaan serta kepercayaan dibalas dengan pengkhianatan, akankah ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan? Sepertinya tidak ada, jika kesalahan tersebut dilakukan secara berulang." -Kejora Berlian Putri-
***
Menikah memanglah menjadi kewajiban bagi seluruh makhluk ciptaan Tuhan, karena Tuhan sudah menentukan takdir setiap makhluk yang diciptakan-Nya itu berpasang-pasangan. Namun, jika pasangan kita tak mampu menghargai setiap perasaan yang kita miliki untuknya, untuk apa kita dipertemukan? Apakah perjodohan yang terjadi ini hanya sekadar status saja? Jika iya, ini adalah hidup yang tidak pernah aku bayangan selama ini.
Suami yang sama sekali tidak peduli bahkan mungkin, ia menganggap Kejora ini tidak tinggal bersamanya. Akan tetapi, perlakuan Adi terhadapnya bukan hal yang Kejora anggap di luar batas. Karena Kejora paham, Adi hanya butuh beradaptasi dengannya. Begitupun Kejora, yang harus tahu kebiasaan buruk Adi.
"Malam ini aku pulang malem, kamu nggak usah nunggu aku. Aku nggak minta kamu tungguin, percuma nggak ngaruh. Aku nggak akan luluh sama kamu," ucap Adi, kemudian ia menyeruput kopinya dan berlalu. Kejora menatap nanar punggung Adi yang baru saja meninggalkannya, mungkin ini yang harus diterima oleh dirinya. Dinikahi oleh seorang laki-laki yang belum ia kenal dan sudah pasti tidak mencintainya.
"Asalamualaikum."
Kejora tersadar dari lamunannya, kemudian ia beranjak. "Walaikumsalam, iya sebentar." Gadis itu menghampiri tamu yang baru saja mengucapkan salam. Saat ia tiba, betapa terkejutnya Kejora melihat siapa yang datang, kakak kandung beserta istrinya. Tak lama kemudian, ada sebuah mobil yang parkir di depan rumahnya. Mobil mertuanya.
"Bang Rudi?!" seru Kejora. "Kok ke sini nggak bilang aku?" Rudi memeluk erat sang adik, kemudian mengusap puncak kepalanya. "Kak Rania kangen katanya," ucap laki-laki itu seraya melirik wanita cantik yang tengah mengusap perut besarnya. Kira-kira usia kandungannya sekitar 7 bulan.
Kejora tersenyum, kemudian melepaskan pelukannya dan menghampiri kakak iparnya. "Hai, Kak? Apa kabarnya? Dedeknya sehat aja, kan?" tanya gadis itu seraya mengusap perut Rania. Sementara Rania hanya tersenyum, kemudian mengangguk.
"Asalamualaikum," sapa seorang wanita paruh baya yang baru saja turun dari mobil. Kejora menoleh dan langsung melepaskan pelukannya dari Rania lalu menghampiri pasangan tersebut. "Bang Rudi sama Kak Rania masuk aja, aku mau bantu Bunda dulu."
"Walaikumsalam, Bunda. Gimana perjalanan ke sini? Macet ya di jalan?" tanya Kejora setelah mencium tangan Bulan. Tak lama kemudian datang seorang laki-laki muda menghampiri Bulan dan Kejora.
"Hai, Kakak Ipar," sapa laki-laki itu. Kejora terkejut, kemudian memeluk laki-laki yang baru saja menyapanya. "Bisma! Kapan balik dari Ausie?" Bisma terkekeh melihat tingkah laku kakak iparnya. "Kemarin, Kak. Dijemput Bunda, terus Bunda minta kita nginep di sini bareng sama bang Adi. Kakak nggak apa-apa?" tanya Bisma. Kejora langsung mengangguk.
Jelas saja tidak masalah, karena setelah ini rumahnya akan ramai. Tidak lagi sepi seperti biasanya, karena Adi jarang sekali pulang ke rumah. Adi lebih sering pulang ke rumah Hanna—kekasihnya. Selama ini, Kejora selalu menutupi segalanya dari siapapun. Karena baginya, masalah rumah tangganya bukan masalah yang besar dan ia harus menanggungnya sendiri.
"Oh, iya? Kak Ra, itu mobil bang Rudi? Ada kak Rania dong?" tanya Bisma seraya melirik mobil yang berada di depan. Kejora mengangguk. "Udah, yuk. Masuk, Bunda pasti capek kan?" Kemudian mereka semua pun masuk dengan Bisma yang membawa dua koper di tangannya. Kejora melirik sejenak. "Bis? Butuh bantuan ngga? Koper kamu mana?" tanyanya. Bisma langsung menggeleng, "Nggak usah, Kak. Nanti aku aja. Mending Kakak kasih tau kamar Bunda di mana? Terus buatin aku es pelangi," ucap laki-laki itu.
Kejora tersenyum, dalam hatinya ia berharap Adi seperti Bisma. Namun, hal itu hanya akan menjadi harapan Kejora saja. Karena pada kenyataan, Adi tidak akan pernah peduli dengannya. Apa pun keadaannya. "Hm, kamar Bunda di sini, Bis. Sini biar aku aja yang bawa, kamu duduk aja sama Bunda, Bang Rudi dan Kak Rania. Nanti aku nyusul."
"Bang Adi beruntung banget ya dapat istri kayak Kakak, udah baik, cantik, jago masak. Semoga ntar jodoh aku kayak Kak Kejora, ya."
"Apasih kamu, haha. Allahumma Aamiin, udah sana ke ruang tamu aja."
Kemudian Bisma berlalu meninggalkan Kejora.
***
"Di? Kamu kapan mau ceraiin Kejora? Bukannya kamu janji ya? Cuma sebulan sama dia, Al?" rengek Hanna. Kini perempuan itu tengah duduk dipangkuan Adi—yang sedang sibuk dengan dokumen-dokumen pentingnya. Merasa diabaikan, akhirnya Hanna mengambil map yang tengah Adi baca. "Adi?"
"Iya, Sayang? Nanti dulu ya, ini dokumen penting banget. Proyek besar ini, aku nggak mau asal-asalan. Kamu duduk di situ dulu, ya? Nanti kalau udah selesai semua, kita jalan-jalan?" tawar Adi. Sedetik kemudian Hanna langsung tersenyum semringah, dan turun dari pangkuan Adi. "Oke, cepet selesaiin ya Sayaaang."
Cup
Hanna mengecup singkat bibir Adi sebagai semangat darinya. Adi langsung tersenyum dan mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di meja kerjanya. Bersama Hanna, hidupnya berwarna. Hidupnya bahagia. Kalau bukan karena hutang keluarganya kepada keluarga Kejora, mungkin saja Adi tidak akan pernah menikahi Kejora. Mungkin saja tak ada hati yang tersakiti. Sebenarnya Adi tidak tega untuk menyakiti Kejora, berkata bahwa Hanna ini adalah sepupunya. Namun, jika Kejora tahu Hanna adalah kekasihnya. Sudah pasti perempuan itu akan meminta cerai dengannya.
10 menit kemudian
"Udah selesai, yuk? Kamu mau jalan ke mana?"
Adi menumpuk dokumen-dokumen tersebut, kemudian memakai jasnya dan menghampiri Hanna yang sudah berdiri menunggunya. Hanna mengaitkan tangannya pada lengan Adi, dan membuat Adi tersenyum bahagia. Senyum yang hanya Adi tunjukkan kepada Hanna. Bukan yang lainnya. Jangan salahkan Adi jika akhrinya ia melakukan hal keji seperti ini, ini semua karena permintaan terakhir sang kakek.
"Adi, sini Nak. Kakek mau bicara."
"Ada apa, Kek?"
"Dulu, Kakek dengan almarhum Ayahmu pernah berjanji untuk menjodohkan kamu dengan seorang gadis, anak dari almarhum Arkan Wijaya. Namanya Kejora Berlian Putri, gadis itu sekarang sudah tumbuh menjadi sosok cantik yang berhati baik. Kakek yakin, kamu akan bahagia jika menikah dengan dia."
Jelas saja Adi terkejut mendengar penuturan sang kakek yang tiba-tiba seperti ini, ia sudah memiliki kekasih. Hanna Rainata, gadis yang sudah hampir setahun ini menemaninya. Memberikan pelangi untuk hidupnya, tentu saja Adi sangat mencintai gadis itu.
Namun, kini sang kakek memberikan amanah untuk dirinya menikah seorang gadis yang sama sekali tidak ia kenal. Itu adalah pilihan bodoh untuk Adi, karena ini bukan lagi zaman Siti Nurbaya yang mana orang tua menjodohkan anak mereka. Persetanan dengan janji, Adi tidak peduli.
"Tapi, Kek? Kenapa Kakek baru cerita?"
"Adi, sekarang perusahaan sedang membutuhkan suntikan dana. Kebetulan keluarga Wijaya menolong kita, jadi sebagai bentuk balas budi pernikahanmu dengan Kejora harus segera dilaksanakan. Lagipula, kakek merasa umur kakek sudah tidak lama lagi."
Adi hanya menggeleng.
"Kakek ingin melihat kamu menikahi Kejora, Di. Kamu cucu kesayangan kakek, kakek yakin kamu nggak akan pernah mengecewakan kakek."
"Baik, Kek. Adi mau. Besok kita mulai ijab kabulnya, di sini. Di rumah sakit."
"Alhamdulillah."
Keesokkan harinya, mungkin menurut Kejora hari ini adalah hari terbaik yang ia tunggu. Karena ia hanya ingin berbakti kepada kedua orang tuanya, setidaknya janji kedua orang tuanya dengan almarhum sudah dilaksanakan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Kejora Berlian Putri binti Arkan Wijaya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAH."
Panggilan serta sentuhan lembut Hanna membuat Adi tersentak. "Sayang?" panggil Hanna. Adi menatap gadis yang ada di sampingnya. "Iya, kenapa Yang?" Laki-laki itu mengusap wajahnya, bayangan pernikahannya dengan Kejora tiba-tiba saja berputar di ingatannya. Mengapa Adi jadi memikirkan gadis itu?
Kejadian semalam benar-benar membuat dirinya menjadi tidak fokus dan semangat. Andai saja Hanna tidak datang ke kantornya, mungkin Adi sudah pulang dan di rumah saat ini. Kejadian yang selama ini tidak pernah ia inginkan. Yang pasti, ia mendengar suara Kejora yang menangis.
"Meskipun kamu sering nyakitin aku dengan sembunyi-sembunyi bermain perempuan. Setidaknya aku mampu menjaga seluruhnya untukmu, Mas. Setidaknya aku masih kuat bertahan denganmu, meskipun kamu mungkin merasa aku tidak tau apa-apa. Aku tau, aku tau semua tentang kamu dan perempuan itu. Semoga setelah malam ini, kamu benar-benar bisa mencintai aku setulus hati."
Adi langsung memejam kemudian menggeleng. "Enggak, nggak mungkin." Hanna langsung mengernyit. "Hei, Adi. Kamu kenapa Sayang?" tanya Hanna. Adi hanya menggeleng, lalu menarik Hanna ke dalam dekapannya. Ia hanya halusinasi saja, tidak mungkin Adi menaruh perasaan kepada Kejora. Di hatinya hanya ada Hanna saja, cukup Hanna. Kejora hanya orang asing yang tak pantas untuk dia pedulikan.
***
Sudah hampir pukul 21.00 WIB, namun tanda-tanda Adi pulang pun tak kunjung ada. Sedari tadi gadis itu tidak berhenti untuk menelepon nomor suaminya, tetapi percuma. Ponsel laki-laki itu mati. Cuaca di luar sangat menakutkan, hujan deras disertai dengan petir yang kencang membuat pikiran Kejora langsung tertuju kepada Adi. Mengapa laki-laki itu tak kunjung pulang di tengah cuaca seperti ini? Apakah ada suatu hal yang terjadi kepadanya?
"Kak Kejora? Ngapain di luar?"
Kejora langsung menoleh. "Eh, Bisma? Ada apa, Bis? Kok belum tidur?" tanya Kejora. Bisma tersenyum. "Belum ngantuk, Kakak kenapa di luar? Dingin, Kak. Di dalam aja, nungguin Bang Adi?" Kejora mengangguk. Bisa Bisma lihat di wajah Kejora, ada rasa cemas yang berlebihan serta pandangan gadis itu pun tak pernah lepas dari gerbang rumahnya.
Sudah cukup, Kejora tidak bisa lagi menunggu lebih lama. Ia harus menyusul suaminya, perasaanya mengatakan bahwa terjadi sesuatu terhadap Adi. Kejora pun masuk dan mengambil kunci mobilnya.
"Bisma? Nanti kalau Bunda nyariin Kakak, bilang aja nyusul Bang Adi ya?"
Bisma langsung menarik tangan Kejora. "Kak, biar aku antar. Ini bahaya, Kak. Udah malem, hujannya deres juga. Kalau Kakak kenapa-kenapa gimana?" Kejora tampak berpikir sejenak, kemudian gadis itu mengangguk.
Cuaca hujan deras di luar menjadi pendukung aktivitas dua insan ini, siapa yang tidak akan tergoda jika mereka berada di dalam ruangan dengan suasana seperti ini? Dingin, berdua dengan orang yang dicintai, pasti saja ingin memberikan kehangatan satu sama lain. Hasutan setan akan lebih mendominasi dibandingkan apapun, bahkan Adi pun lupa bahwa statusnya sudah menjadi suami dari orang lain.
Yang pasti adalah hasratnya kini ingin disalurkan, kebetulan Hanna juga memancing dan ingin menjadikan dirinya satu-satunya milik Adi. Akhirnya, keduanya pun tenggelam dalam sentuhan-sentuhan yang memberikan kehangatan satu sama lain. Ciuman yang semakin panas, membuat mereka tidak sadar bahwa ada CCTV yang mampu merekam kejadian tersebut.
15 menit kemudian, Kejora dan Bisma tiba di kantor Adi. Gadis itu langsung berlari masuk, meninggalkan Bisma begitu saja. Guyuran hujan pun tidak lagi Kejora pedulikan, yang pasti keselamatan Adi menjadi tujuan utamanya. Setelah tiba di lantai 10, Kejora menghampiri meja Nina dan bertanya apakah suaminya ada di ruangannya.
"Hai, Mbak Kejora. Mau cari Pak Adi?"
"Iya, Nin. Mas Adi ada di dalam?"
"Ada, Mbak. Tap—"
Kejora tersenyum, lalu meninggalkan Nina. Gadis itu langsung menuju ruangan Adi. Namun, tiba-tiba saja langkahnya menjadi lambat. Ia seperti mendengar suara desahan perempuan dari ruangan tersebut, Kejora menggeleng. Di dalam hatinya, ia berusaha meyakinkan bahwa apa yang ia dengar adalah halusinasinya saja.
Namun, semakin ia mendekat ke ruangan tersebut. Suara desahan tersebut semakin besar dan kencang. Dengan keyakinan yang besar, Kejora memegang knop pintu tersebut dan memutarnya.
Prank!
Tiba-tiba sebuah cangkir terjatuh akibat tangan Hanna yang tidak sengaja menyenggol saat mendengar suara pintu terbuka. Adi dan Hanna langsung menoleh ke arah Kejora yang kini mematung. Gadis itu hanya diam beberapa saat, kemudian ia menutup pintu tersebut dan berlalu.
Ia berlari menuju lift, hatinya sangat sakit melihat kejadian yang baru saja terjadi di hadapannya. Suaminya bercumbu dengan perempuan lain. Mungkin untuk melihat Adi merangkul atau jalan bersama perempuan itu, Kejora masih bisa memaafkan dan tidak mempermasalahkannya. Namun, kalau sampai bercumbu layaknya suami dan istri? Ini bukan lagi hal biasa.
Saat Bisma ingin masuk ke dalam lift, ia membulatkan matanya melihat Kejora yang ada di lift tersebut dengan menangis. "Kak Kejora? Kenapa, Kak?" tanya Bisma khawatir. Kejora hanya menggeleng kemudian ia berlalu.
Rasanya guyuran hujan kini menjadi hal yang Kejora inginkan. Ia berlari menjauhi kantor suaminya itu, panggilan Bisma pun tidak ia pedulikan. Kejora sudah tidak sanggup untuk menahan segala rasa sakit ini, ia menyerah. Karena sesungguhnya, ia bukanlah perempuan kuat yang bisa menahan segalanya sendiri.
"KENAPA YA ALLAH? KENAPA HARUS AKU YANG MENANGGUNG SEGALA PERIH INI? APAKAH AKU TAK PANTAS UNTUK DICINTAI SETULUS HATI? MENGAPA SUAMIKU TEGA MELAKUKAN HAL SEPERTI ITU DENGAN PEREMPUAN YANG BUKAN MAHRAMNYA."
Kejora terus berlari, ia hanya mengikuti arah langkah kakinya saja. Bahkan ia sudah tidak tahu harus ke mana, hatinya sakit dan hancur. Seluruh tubuhnya seakan tidak lagi berfungsi, semua terasa tidak bernyawa dan tidak berguna. Lebih baik mati saja, kan? Dari pada hidup dengan luka dan tak tahu kapan akhirnya. Bahkan Kejora pun merasa hatinya sudah tidak bisa diobati.
Semua terasa sakit, hancur, patah dan tidak bernyawa.
***
30 menit kemudian Adi mencari Kejora. Tiba-tiba, ia melihat seseorang tengah terduduk di pinggir jalan. Adi menepikan mobilnya dan berlalu keluar.
"Kejora!"
Laki-laki itu menghampiri Kejora. "Ra? Maaf." Hanya itu saja yang dapat Adi ucapkan. Kejora menatap laki-laki itu dengan tatapan amarah. "MAAF? KAMU BILANG MAAF? MAS, MUNGKIN AKU MASIH BISA MEMAAFKAN KALAU KAMU HANYA PEGANGAN TANGAN SAJA. TAPI, INI? KALIAN HAMPIR SAJA MELAKUKAN HUBUNGAN TERLARANG! ISTRI MANA YANG AKAN BAIK-BAIK AJA MELIHAT SUAMINYA DISENTUH PEREMPUAN LAIN?"
Adi hanya terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa lagi, lidahnya terasa keluh dan tak mampu berucap. Kejora benar-benar marah terhadapnya. Tak lama kemudian, genggamannya dilepaskan oleh Kejora. Gadis itu memejam, kemudian menarik napasnya.
"Aku mau kita pisah, semuanya akan aku urus. Tenang aja, harta yang kita punya akan aku bagi dua. Biarin aku yang rawat anak kita, setelah aku melahirkan nanti. Tapi, aku mau keluar dari rumah. Kita hidup masing-masing aja."
Anak? Adi langsung menatap Kejora dengan tatapan penuh tanya. Bagaimana mungkin? Mereka hanya melakukannya sekali, bagaimana bisa Kejora langsung mengandung anaknya?
"Tadi siang, aku ke dokter buat cek kesehatan aku. Aku kira cuma masuk angin biasa, Taunya aku hamil, aku kira setelah kejadian itu kamu bakal tinggalin Hanna, Mas. Ternyata, aku malah dapet hadiah dari kamu."
Gadis itu menarik napasnya lagi, mencoba untuk menetralkan perasaan sesak yang menggebu di dalam dada. Sakit sekali.
"Semoga kamu bahagia dengan Hanna, Mas. Setelah ini, aku nggak akan pernah merepotkan kamu lagi. Kamu tenang aja, kamu masih bisa ketemu sama anak kamu. Aku nggak akan ngelarang, tapi maaf. Untuk tetap tinggal bersama kamu, aku nggak bisa. Aku menyerah."
Setelah mengucapkan kalimat perpisahan itu. Kejora pergi. Ia benar-benar meninggalkan Adi yang tak bisa berkata apa pun, laki-laki itu hanya terdiam. Mungkin memang berat untuk menjadi orang tua tunggal, namun ia juga tidak sanggup hidup bersama laki-laki yang tidak pernah menganggapnya ada. Laki-laki yang tidak pernah melihat segala kebaikannya, semua selalu salah di mata suaminya.
"Ketika sebuah kesetiaan serta kepercayaan dibalas dengan pengkhianatan, akankah ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan? Sepertinya tidak ada, jika kesalahan tersebut dilakukan secara berulang. Karena kita sebagai perempuan berhak untuk dicintai dan mencintai setulus hati," ucap Kejora.
THE END.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top