Buah Dari Kebaikan

Written by ayyniii



"Bener 'kan kata gue! Cewek seperti dia itu emang tipe orang yang diam-diam menghanyutkan. Lo sih ... ngga mau dengerin perkataan gue!" seru Athena Aludra yang merasa geram dengan sahabatnya, yaitu Alnira Paramitha.

"Gue sama lo 'kan juga perempuan, Na.  Lo pasti tahu gimana rasanya jika harus membesarkan anak tanpa suami?! Lagipula gue juga ngga mau hanya karena kesalahan di masa lalu, dapat merenggut kebahagiaan seorang anak yang sama sekali tak bersalah," balas wanita berusia 26 tahun yang biasa dipanggil Alnira.

"Iya, gue tahu itu. Tapi, Ra, sesekali lo harus bersikap egois. Jangan keseringan mikirin bagaimana nasib orang lain!" Athena sudah tak tahu bagaimana menyadarkan sahabatnya yang satu ini. Bahwa bersikap egois itu juga diperlukan. "Sekarang gini deh ... selama ini lo udah berbuat baik sama wanita itu, tapi apa yang udah dia balas atas kebaikan lo selama ini? Ngga ada, kan? Justru dia—"

"Gue ngga berharap dia membalas semua kebaikan gue, Na. Karena gue sendiri ikhlas atas apa yang selama ini gue perbuat ke dia. Gue juga yakin bahwa Allah sudah merencanakan sesuatu yang baik untuk gue ke depannya nanti," ucap Alnira tersenyum lebar. "Gue pulang duluan ya, Na. Thanks, udah mau dengerin curhatan gue."

Itulah Alnira Paramitha, wanita yang selalu mengedepankan kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaan dirinya sendiri. Baginya, melihat orang lain berbahagia dirinya juga akan merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Namun, terkadang kita juga perlu untuk menjadi orang yang egois. Tidak selamanya orang yang kita bantu akan membalas dengan kebaikan justru terkadang mereka akan membalas dengan keburukan.

"Iya, hati-hati ya, Ra. Kalau lo masih butuh teman curhat, gue selalu siap sedia untuk dengerin curhatan kamu. Oh, ya, jangan biarin wanita itu merebut suami kamu, Ra."

"Iya, Athena-ku sayang. Gue pastiin dia ngga akan bisa merebut Mas Raihan dari gue." Alnira melangkah pergi dari kediaman Athena.

Seandainya waktu itu lo jadi menikah dengan abang gue, pasti sekarang lo ngga akan menderita seperti ini, Ra, batin Athena.

Beberapa bulan yang lalu, ada seorang wanita mendatangi rumah Alnira. Wanita tersebut mengaku tengah mengandung anak dari Raihan Kavin, suami dari Alnira. Tentu saja hal itu membuat perdebatan antara Alnira dan Raihan. Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk menerima wanita itu di keluarga mereka. Dan tentunya membuat Alnira harus rela untuk diduakan.

Awalnya Raihan tak mau jika harus menduakan istrinya, namun karena sikap keras kepala Alnira, dirinya mau tak mau menyetujuinya. Seiring berjalannya waktu, Raihan mulai tertarik dengan wanita itu. Sikapnya kepada Alnira mulai sedikit berubah, dirinya jarang mempunyai waktu untuk Alnira. Raihan sering menghabiskan waktunya bersama Theya Alkena, istri keduanya. Hal itu tentu saja membuat Alnira cemburu. Namun, lagi-lagi Alnira memilih untuk diam.

"Habis dari mana kamu? Mas 'kan sudah bilang untuk menjaga Theya selama Mas ngga di rumah. Tapi kenapa kamu justru kelayapan?!" ucap Raihan.

"Aku habis dari rumah Athena, Mas. Ada urusan pekerjaan yang harus diselesainkan bersama dia. Maka dari itu, aku pergi ke rumahnya. Lagipula aku pergi juga tidak terlalu lama kok," balas Alnira.

"Urusan pekerjaan apa karena ingin ketemu sama Kevral?"

Alnira mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu apa, Mas? Aku ke sana itu beneran karena urusan pekerjaan bukan karena ingin bertemu dengan Kevral!"

"Ckck ... kalau mau ketemu juga ngga apa-apa kok. Aku ngga melarang kamu buat ketemu sama MANTAN CALON SUAMI, kamu." Setelah mengucapkan hal tersebut Raihan kembali ke kamar untuk menemui Theya.

Alnira hanya bisa menghela napas dan kemudian melangkah menuju ke kamarnya untuk beristirahat.

Kevral Dhananjaya, pria yang telah menjadi cinta pertama Alnira. Kevral,  Alnira, dan Raihan sudah berteman sejak mereka masih kecil. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama, merasakan suka dan duka bersama-sama. Hingga suatu ketika persahabatan mereka hampir berakhir. Karena Kevral dan Raihan sama-sama mencintai Alnira. Mereka selalu bersaing demi mendapatkan cinta Alnira. Namun, Alnira lebih memilih Kevral.

Awalnya Raihan tak terima jika Alnira lebih memilih Kevra ketimbang dirinya. Seiring berjalannya waktu, Raihan paham kenapa Alnira lebih memilih Kevral daripada dirinya. Namun, takdir tak merestui Alnira dan Kevral untuk bersatu. Satu bulan sebelum hari pernikahan mereka, Kevral mengalami kecelakaan dan mengakibatkan dirinya koma selama beberapa bulan. Setelah Kevral sadar dari koma, dirinya tak dapat mengingat siapa dirinya dan orang-orang yang berada di dekatnya, termasuk calon istrinya, Alnira.

Dunianya seketika hancur, ketika orang yang dicintainya tak dapat mengingat dirinya. Alnira juga tak tahu harus berbuat apa. Padahal sang ibu ingin bisa melihat anak satu-satunya menikah sebelum dirinya tiada. Raihan yang mengetahui hal tersebut, menawarkan diri untuk menikahi Alnira. Tentu saja hal itu sangat diterima dengan suka rela oleh Ibu Alnira. Mengingat dirinya sudah tak memiliki waktu yang lama lagi untuk hidup. Sebenarnya Alnira tak setuju dengan keputusan ibunya, namun dirinya juga tak tega jika sang ibu tak dapat melihat secara langsung anaknya menikah. Dan benar saja, sehari sesudah pernikahan Alnira dan Raihan, Ibu Alnira menghembuskan napas untuk yang terkahir kalinya.

♥♥♥

"Mas berangkat kerja dulu ya, sayang," ucap Raihan sambil mengelus lembut perut Theya yang sudah membesar.

"Iya, Mas, kerjanya yang semangat ya ...," balas Theya.

Raihan tersenyum kecil sambil mengangguk. "Tolong jaga Theya dan anak Mas. Jangan pergi ke mana-mana lagi, awas aja kalau sampai kamu pergi lagi," ucap Raihan kepada Alnira.

"Iya, Mas. Pasti aku jaga Theya dan anak kalian," balas Alnira sambil tersenyum kecut.

Setelah bersalaman dengan Theya dan Alnira, Raihan melangkah pergi menuju ke kantor. Sedangkan Theya kembali beristirahat ke kamar dan Alnira kembali membereskan rumah. Setelah selesai menyelesaikan pekerjaan rumah, Alnira kembali menyelesaikan pekerjaan kantornya.

"Fiuh ... akhirnya pekerjaan aku selesai," ucap Alnira sambil merenggangkan otot tangannya.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari Theya. Alnira yang mendengarnya langsung berlari menuju ke sumber suara. Betapa terkejutnya dirinya saat melihat ada begitu banyak bercak darah yang keluar dari tubuh Theya. Dengan sigap Alnira langsung membawa Theya ke rumah sakit dan menghubungi Raihan.

"Gimana Theya, Ra? Dia dan anakku baik-baik saja, kan?" tanya Raihan dengan begitu panik.

"Aku belum tahu bagaimana keadaan mereka, Mas. Dokter masih menanganinya, kita doakan saja semoga mereka baik-baik saja," ucap Alnira sambil berusaha menenangkan sang suami.

"Argh ... ini semua gara-gara kamu! Kamu ngga becus menjaga mereka, kalau sampai mereka kenapa-kenapa—" ucap Raihan terpotong ketika melihat dokter yang menangani Theya keluar. "Bagaimana keadaan istri dan anak saya, Dok?"

"Saya dan rekan saya telah berusaha semaksimal mungkin, namun saya meminta maaf karena saya tidak bisa menyelamatkan nyawa anak, Bapak," jawab sang dokter.

"Dokter pasti bercanda, kan?"

"Mas, mana mungkin dokter bercanda untuk hal seperti ini. Mas yang ikhlas ya ... aku yakin Allah telah menyiapkan rencana yang bagus untuk kita semua."

"Ini semua gara-gara kamu tahu ngga? Gara-gara kamu, anak aku meninggal dunia!" teriak Raihan sambil mendorong Alnira dengan keras.

Beruntung Alnira ditolong oleh seseorang, sehingga dirinya tak sampai terjatuh. "Kalau sama cewek jangan kasar dong. Situ cowok, kan? Kalau beneran cowok, ya jangan kasar sama cewek!" ucap seseorang yang membantu Alnira ketika didorong oleh Raihan.

"Cih ... ngga usah ngurusin urusan gue! Terserah gue dong mau memperlakukan istri gue bagaimana. Lagipula lo siapa gue, pakai acara nasihati gue segala!"
"Gue emang bukan siapa-siapa, lo. Tapi, ngga selayaknya lo memperlakukan istri lo, kayak tadi!"

"Terserah gue dong, dia istri gue bukan istri situ! So, terserah gue mau—" ucap Raihan terhenti ketika mendengar panggilan dari Theya. Raihan pun langsung masuk ke dalam ruangan dan menemui Theya.

"Kamu ngga apa-apa, kan?"

"Iya, saya ngga apa-apa kok, Mas. Makasih telah menolong saya."

"Iya, sama-sama. Lain kali kalau suami kamu berbuat seperti tadi, kamu lawan, ya? Jangan cuma diam saja, orang seperti suami kamu kalau dibiarkan akan makin ngelunjak."

Alnira tersenyum kecil. "Dia seperti itu karena sedang kesal saja kok. Biasanya dia juga tidak bersikap seperti itu kepada saya. Kalau begitu saya permisi, Mas," ucap Alnira yang kemudian masuk ke ruang Theya dirawat.

Setelah beberapa hari, keadaan Theya mulai membaik dan dokter telah mengizinkan Theya untuk kembali ke rumah. Namun, tetap disarankan untuk beristirahat sejenak. Dirinya belum boleh melakukan aktivas berat.

"Ini apa, Mas?" tanya Alnira sambil mengambil map yang diberikan Raihan kepadanya.

"Kamu ngga buta huruf, kan? Yaudah, baca!" balas Raihan dengan ketus.

"Maksud kamu apa, Mas? Kesalahan apa yang aku perbuat, sehingga kamu ingin menceraikan aku?" teriak Alnira.

"Kamu pura-pura ngga tahu atau gimana nih? Yaudah deh kalau kamu beneran lupa, biar aku kasih tahu di mana letak kesalahan kamu. Gara-gara kamu, aku dan Theya harus kehilangan buah hati kami!"

"Tapi itu, kan—"

"Ngga usah mengelak! Theya keguguran itu gara-gara lantai basah dan yang menyebabkan lantai basah kamu, kan? Berarti itu semua kesalahan kamu! Padahal kamu tahu, kalau aku begitu menginginkan kehadiran seorang anak. Tapi kamu merenggut dia dari aku!"

"Maafkan aku, Mas. Aku ngga sengaja melakukan hal tersebut. Suatu hari nanti pasti akan datang kembali kehadiran seorang anak, Mas."

"Tapi apakah permintaan maaf kamu bisa membuat anak aku kembali? Ngga, kan?! Lagipula kau sendiri pun ngga bisa memberiku keturunan, jadi untuk apa aku mempertahankan wanita seperti kamu!"

"Walau Alnira belum bisa memberi keturunan, bukan berarti kau bisa memperlakukan dia seenaknya, Han!" teriak seseorang.

Raihan, Alnira, dan Theya menoleh ke sumber suara. Ternyata orang tersebut ialah Kevral Dhananjaya.

"Kevral? Kamu udah bisa mengingat semuanya?" tanya Alnira dengan tatapan sayu.

"Iya, Ra, aku udah bisa mengingat semuanya. Semua kenangan indah kita, aku udah bisa mengingatnya. Maafkan aku, Ra." Kevral mengelus lembut rambut Alnira.

"Nah, kebetulan sekali kau datang ke sini, Ral. Kau masih cinta 'kan dengan Alnira? Kalau begitu bawa saja dia, aku sudah tak membutuhkannya!"

Kevral mengepal erat kedua tangannya dan langsung menonjok Raihan. "Kamu pikir Alnira barang?! Di saat kamu sudah tak membutuhkan, kau buang dia seenaknya?! Lelaki brengsek kau, Han!!"

"Mas!" seru Alnira dan Theya bersamaan saat melihat Raihan tersungkur ke lantai.

Raihan berusaha bangkit setelah terjatuh akibat serangan Kevral dan berusaha membalas serangan tersebut.

"Stop!!!" teriak Alnira dengan keras. "Ral, aku mohon kamu tidak ikut campur dalam urusan rumah tangga aku!"

Kevral mengerutkan keningnya. "Ngga bisa, Ra. Aku ngga bisa diam aja, atas apa yang udah dia lakukin ke kamu," balas Kevral.

"Iya, aku tahu. Tapi aku bisa nyelesain ini sendiri tanpa bantuan siapapun!"

"Oke, kalau itu emang keputusan kamu. Tapi kalau sampai dia melakukan hal brengsek lagi. Aku ngga akan tinggal diam!"

Alnira menghela napas sebentar. "Apa kau yakin dengan keputusanmu itu, Mas?"

"Pasti dong. Mana mungkin Mas Raihan mau mempertahankan wanita yang ngga bisa memberikan dia keturunan? Apa gunanya menikah kalau ngga bisa ngasih keturunan?" hina Theya.

"Aku tanya sama Mas Raihan bukan sama wanita ngga tahu diri!"
Hampir saja Alnira terkena tamparan Raihan jika Kevral tak menghentikannya.

"Maksud kamu apa ngatain Theya ngga tahu diri?!" teriak Raihan.

"Udahlah lupain yang tadi. Sekarang aku mau tanya sama kamu, apa kamu yakin mau menceraikanku?"

"Iya, untuk apa mempertahankan wanita yang tidak bisa memberi aku keturunan!"

"Oke, aku terima permintaanmu, Mas. Tapi ingat suatu saat nanti kau akan menyesali keputusanmu saat ini!" Alnira mengatakannya dengan keras dan lantang.

"Untuk apa aku menyesalinya? Justru aku akan menyesal jika tetap mempertahankanmu!"

Waktu demi waktu telah berganti, layaknya bulan yang bersinar indah di malam hari tergantikan oleh matahari yang bersinar indah di pagi hari. Kini ada seorang wanita yang sedang tersenyum bahagia melihat gadis kecilnya berlarian dengan gembira dengan sang ayah. Ya, wanita tersebut ialah Alnira Paramitha dan gadis kecil tersebut ialah putrinya. Ayah yang dimaksud tersebut ialah Kevral. Dirinya dan Kevral telah resmi menikah satu tahun yang lalu, seminggu setelah Alnira melahirkan putrinya, Rasya Agnia Andarsari. Anak dari pernikahannya dengan Raihan Kavin.

Sudah dua tahun dirinya resmi bercerai dengan Raihan dan tiga hari setelah bercerai Alnira baru mengetahui bahwa ternyata dirinya tengah mengandung. Alnira bertekad untuk tak memberitahukan tentang kehamilannya kepada Raihan. Dirinya tak mau jika Raihan sampai tahu bahwa dirinya hamil, Raihan akan mengambil paksa anaknya setelah lahir nanti. Maka dari itu dirinya memutuskan untuk pergi jauh dari kehidupan Raihan agar dirinya bisa hidup bahagia bersama dengan putrinya.

Namun takdir sepertinya kembali mempertemukan Alnira dengan Raihan. Lelaki yang telah membuat hatinya terluka sangat dalam. Lelaki yang telah mengatakan bahwa dirinya tak bisa memberikan sebuah keturunan. Lelaki yang telah menginjak-injak harga dirinya sebagai wanita. Kini, lelaki tersebut secara tiba-tiba berdiri di depannya.

"Alnira?" seru Raihan sambil tersenyum lebar.

Alnira menoleh ke sumber suara. Seketika tubuhnya merasa lesu dan jantungnya berdegup dengan kencang. Dirinya tak tahu apa maksud kedatangan mantan suaminya itu kemari.

"Ada apa kamu kemari?" tanya Alnira sambil menetralisir dirinya agar tetap biasa saja.

Raihan mengambil napas dalam-dalam dan langsung menghembuskannya. "Aku kemari karena—" ucap Raihan terpotong mendengar teriakan seorang gadis kecil.

"Bunda!" seru gadis kecil sambil berlari menuju ke ibunya bersama dengan sang ayah. "Dia siapa, Bun?"

Alnira tak tahu harus menjawab apa. Karena dirinya belum siap untuk mengatakan yang sebenarnya. "Oh, itu teman Bunda. Namanya Om Raihan, ayo dong salaman dulu sama Om," ujar Alnira.

"Rasya Agnia Andarsari. Panggil aja Rasya, Om," ucap Rasya sambil mengulurkan tangannya.

Namun Raihan tak membalas uluran tangan Rasya. Dirinya terus memandangi gadis tersebut, dirinya merasa seakan melihat dirinya ada di dalam diri gadis tersebut. Raihan juga merasa seakan sudah lama mengenal gadis tersebut.

"Om Raihan?" seru Rasya yang langsung membuat lamunan Raihan buyar.

"Eh ... ya? Ada apa?" tanya Raihan terkaget.

"Om kenapa melamun? Rasya 'kan sedang berkenalan dengan Om, tapi kenapa Om justru melamun?"

"Oh, ngga kok. Om cuma lagi banyak pikiran aja," kata Raihan sambil tersenyum kecil.

"Oh, gitu."

"Rasya sayang, kamu main sama Bibi dulu, ya? Bunda ada urusan sebentar," ujar Alnira.

"Baik, Bun," jawab Rasya yang kemudian berlari menghampiri sang bibi.

"Ra, siapa gadis kecil itu? Kenapa aku merasa begitu dekat dengan dirinya? Padahal aku baru saja bertemu dengannya," tanya Raihan.

Namun Alnira hanya diam membeku. Dirinya tak tahu bagaimana menjelaskannya. Dirinya takut jika Raihan tahu yang sebenarnya Raihan akan mengambil paksa Rasya darinya. Alnira tak mau hal itu sampai terjadi. Tetapi jika dirinya tak memberitahu yang sebenarnya, dirinya akan terus-menerus merasa bersalah. Karena bagaimanapun Raihan adalah ayah kandung dari Rasya. Otomatis Raihan berhak mengetahui yang sebenarnya.

"Ra, jawab pertanyaan aku!"

"Dia adalah anak kamu, Han," sambung Kevral.

Kevral tahu bahwa Alnira sekarang sedang bimbang harus menjawab jujur atau berbohong. Namun, Kevral merasa bahwa ini saatnya Raihan mengetahui yang sebenarnya.

Raihan mengerutkan keningnya. "Tunggu dulu, maksudnya apa ini, Ral? Anak aku?"

"Ya, dia memang anak kamu dan Alnira."

Seketika tubuh Raihan tertunduk lesu mendengar pernyataan Kevral. "Tapi ... bagaimana mungkin? Setahu aku—"

"Tiga hari setelah kita bercerai, aku datang ke dokter karena merasa tak enak badan. Tapi, ternyata aku tak sakit melainkan tengah hamil muda," ucap Alnira menimpali.

Raihan memijat keningnya karena merasa dirinya pusing setelah mengetahui kebenaran yang selama ini dirinya tak tahu. "Tapi kenapa kamu tak memberitahu aku, bahwa kamu sedang hamil? Bagaimanapun juga aku ayahnya, aku berhak tahu tentang itu!"

"Iya, aku tahu itu! Alasan kenapa selama ini aku menyembunyikannya karena aku takut kalau kamu nantinya akan mengambil paksa Rasya dari aku! Aku takut jika waktu itu memberitahukan yang sebenarnya, kamu akan membawa pergi Rasya dan menjauhkannya dariku. Aku tak mau hal itu sampai terjadi. Maka dari itu aku terpaksa menyembunyikannya darimu."

"Kenapa kamu bisa berpikir kalau aku akan merebutnya darimu?!"

"Karena saat itu kau baru saja kehilangan bayimu, jadi aku pikir kau pasti akan merebut Rasya ketika dia sudah lahir. Dan kau akan membesarkannya bersama wanita ngga tahu diri itu. Aku ngga mau jika anak aku dibesarkan olehnya, mau jadi apa anak aku jika dibesarkan oleh wanita yang ngga punya etika itu?"

"Ya, kau benar kalau dia memang wanita ngga tahu diri. Aku bersyukur kau menyembunyikannya dariku, jika tidak mungkin saja sekarang Rasya tidak akan hidup sebahagian sekarang," ujar Raihan membenarkan ucapan Alnira.

"Maksud Mas Raihan apa?"

"Kau tahu kalau ternyata anak yang dia kandung dulu itu ternyata bukanlah anakku. Melainkan anak dari hasil hubungannya dengan mantan suaminya. Dia sengaja mengatakan kalau itu anakku karena dia ingin mengusai seluruh harta yang aku miliki."

"Bagaimana bisa kau tahu tentang itu, Han?" tanya Kevral.

"Saat aku pulang dari luar kota, aku melihat dia sedang berbuat sesuatu dengan lelaki lain. Saat itu juga dia mengakui semuanya dan langsung saja aku ceraikan dia. Tapi sayangnya setengah hartaku sudah jatuh ke tangannya."

"Sudah ikhlas 'kan saja tentang harta yang sudah jatuh ke miliknya, yang terpenting kau sekarang tahu bahwa dia bukanlah wanita baik-baik," ucap Alnira.

"Ya, aku pun sudah mengikhlaskannya dan aku pun juga bersyukur telah mengetahui kebenarannya. Walaupun terkadang kebenaran itu menyakitkan untuk diketahuinya."

"Kau memang benar, Mas. Memang terkadang kebenaran itu pahit tapi yakinlah bahwa itu semua akan berubah menjadi manis pada nantinya."

Raihan mengangguk dan tersenyum. "Ra, maafkan aku selama ini telah berbuat salah kepadamu. Aku adalah lelaki paling terbodoh di muka bumi karena telah menyia-nyiakan wanita sebaik dirimu. Mungkin ini semua teguran dari Allah karena telah berbuat jahat kepadamu."

"Udahlah, Mas, lupakan saja yang dulu. Lagipula aku sudah memaafkanmu sebelum kamu meminta maaf kepadaku."

"Makasih, Ra. Aku pikir kau tak akan memaafkanku."

"Jika Allah saja maha pemaaf, masa aku yang cuma makhluknya tidak mau memaafkan?"

"Ya, kau memang benar. Ra, tapi apakah boleh aku memeluk Rasya sebantar saja?"

Alnira mengangguk. "Kau mau memeluknya selama yang kau mau pun boleh kok. Lagipula dia juga anakmu, aku tidak punya hak untuk memisahkan hubungan antara anak dan ayah. Mungkin ini sudah saatnya dia juga mengetahui yang sebenarnya."

"Makasih, Ra." Raihan tersenyum haru karena tak menyangka akan takdir Allah yang berikan begitu manis dan tak terduga olehnya.

Raihan berpikir bahwa dirinya sudah kehilangan segalanya, namun ternyata tidak. Justru dirinya mendapatkan hadiah yang begitu indah yang telah diberikan Allah kepadanya.

Dibalik setiap musibah yang Allah berikan kepada makhluknya pasti akan ada kejutan luar biasa yang akan menanti. Setiap apa yang kita tanam itulah yang akan kita petik. Maka tananamlah benih kebaikan agar kita juga dapat memetiknya dengan senang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top