Arti Cinta

By ashsrswt

***

Pernikahan adalah masa depan yang paling dinanti untuk bisa menghabiskan sisa usia bersama pasangan. Bukan hanya sebagai pembuktian kata cinta yang senantiasa terucap, tetapi juga untuk menunjukan bahwa kesetiaan dan kesungguhan yang dimiliki oleh sang kekasih idaman.

Di hari bahagianya ini, Vira mengenakan gaun pengantin berwarna putih bersih dengan motif jawa yang sangat mencolok. Wajahnya begitu berseri-seri menampakkan kebahagiaannya yang tiada tara karena menikah dengan Rudi yang sudah dua tahun menjalin hubungan dengannya.

"Kamu senang enggak, Mas?" tanya Vira di sela-sela aktivitas menyalami para tamu undangan yang berbaris mengular hingga pintu masuk.

Rudi tersenyum singkat, "Ya, aku senang." Mendengar jawaban Rudi yang disertai senyum manis, pipi Vira bersemu merah.

Vira terus mematri senyum manisnya menyambut para tamu yang silih berganti mengulur tangannya untuk bersalaman. Berbeda dengan Vira, raut wajah Rudi nampak tersenyum terpaksa kepada setiap tamu yang menjabat tangannya.

"Mas, senyum dong," bisik Vira tepat di telinga kiri Rudi setelah tak sengaja menatap raut wajahnya yang tampak masam.

Rudi melirik Vira, menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. "Maaf, Ra. Agak kasal karena tamu banyak banget." Rudi mengulas senyum ke arah Vira.

"Sabar ya, Mas." Vira berusaha menyemangati suaminya yang rupanya kelelahan mendapati tamu yang membludak tak sesuai ekspentasi.

Tamu undangan mulai berkurang jumlahnya karena hari mulai gelap. Hanya ada beberapa tamu undangan yang masih menikmati kudapan dan sekiranya ada delapan orang yang berbaris hendak menyalami pengantin baru.

Rudi yang awalnya sangat lesu karena lelahnya berdiri selama kurang lebih tiga jam, tatapannya berubah saat seorang gadis mendatanginya dan mengulurkan tangannya mengajak salaman. Tentu Rudi langsung menyambut uluran tangan itu dengan senang hati.

"Selamat, Rudi," ucap gadis itu dengan gembira. Hal itu membuat Vira yang tengah berbincang dengan salah seorang tamu di hadapannya langsung menatap suaminya yang bercengkrama dengan seorang gadis cantik berpakaian kebaya sederhana berwarna merah muda.

Rudi tersenyum, "Ya, thanks sudah datang. Gue kira lo enggak bakal ke sini." Vira melihat tatapan bahagia terpancar dari netra Rudi. Tiba-tiba hatinya diliputi pertanyaan tentang hubungan gadis itu dengan suaminya. Pikirannya menjadi negatif thingking saat matanya melihat dengan nyata tangan Rudi mengusap rambut gadis itu lembut. Tidak, ia tak boleh berburuk sangka. Ini hari pernikahannya!

"Hai?" Vira terlonjak kaget sangat lengannya disentuh oleh seseorang.

"Ah? Oh iya, maaf saya melamun." Vira meraih tangan kanan gadis yang menjadi momok pikiran di kepalanya. Sebisa mungkin Vira mengulas senyum terbaik.

"Selamat ya, kamu berhasil mendapatkan hati Rudi." Vira hanya mengangguk singkat.

"Terima kasih, Mbak."

Sherly (nama gadis itu) hanya mengulas senyum tipisnya.

"Rudi, aku duluan. Semoga ketemu lagi." Sherly berlalu meninggalkan pasangan suami istri yang masih setia berdiri menatap punggung Sherly yang semakin menjauh.

Vira beralih menatap Rudi yang masih menatap kepergian Sherly. "Dia siapa, Mas?"

Rudi menoleh ke arah istrinya yang memasang raut penasaran. Untung tamu undangan yang sebelumnya mengular hingga pintu masuk kini sudah habis antreannya serta kedua orang tua pihak Rudi dan Vira sudah beranjak dari pelaminan, sehingga tak ada yang bisa mendengar percakapan Rudo dan Vira selain mereka sendiri.

Vira diajak untuk duduk di kursi pengantin yang dihias mewah oleh para dekorator. "Kenapa kamu tanya kayak gitu?"

"Kalian dekat banget."

"Kamu cemburu?"

"Iya, lah. Kan ka--"

"Dia mantan aku." Bak petir yang menyambar di siang bolong ketika hari bahagia tengah digelar, timbul seribu pertanyaan dalam benak Vira.

Vira bungkam, hatinya mendadak perih mendengar pernyataan suaminya yang terang-terangan menunjukan keromantisannya bersama sang mantan. Ingat! Mantan.

"Kenapa, sih? Ada yang salah? Enggak, kan. Ini wajar aku lakuin karena aku dan dia perna menjalin kasih--"

"Di depanku? Kamu bermesraan dengan mantan kamu di depan istri sahmu sendiri?"

"Kamu kenapa sih, Ra? Jangan bersikap kayak gini, dong. Malu kalau ada yang lihat." Rudi melirik para tamu yang masih menikmati makanan yang disediakan. Nada berbicara Vira memang sedari tadi lirih, tetapi jika dibahas terus menerus, nada bicaranya yang semakin bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi.

Vira memalingkan wajahnya, ia tak ingin memandang suaminya yang tamoak tak bersalah setelah mengungkapkan kebenaran yang menurutnya menyalahi aturan.

Satu minggu setelahnya, Vira masih enggan berbicara dengan sang suami meskipun ia sendiri tidak menghalalkan tugasnya sebagai ibu rumah tangga ditinggalkan begitu saja.

Rudi dan Vira tengah duduk di ruang makan untuk menyantap sarapan yang Vira masak pukul enam lebih sepuluh menit pagi tadi. Suasana di meja makan sangat sepi, tak ada yang membuka suara lebih dulu.

Rudi melirik ke arah Vira yang sibuk dengan sarapan di hadapannya. Pria itu meletakkan sendok dan garpunya kemudian mengaitkan jemari tangan kanan dan tangan kiri."Ra, kamu masih enggak mau maafin aku? Karena masalh sepele itu?"

Masalah sepele? Wanita mana yang akan mengaggap sepele suaminya yang bermesraan bersama mantan di pelaminan? batin Vira terus menunduk menatap makanannya yang masih tersisa setengah.

Sejak malam pertama, ia belum menyentuh Vira sama sekali karena istrinya itu selalu menolak untuk disentuh. Rudi geram, lama-lama ia bosan dengan drama keluarga kecilnya. "Vira! Dia cuma mantan aku, enggak mungkin aku kembali dalam pelukannya lagi setelah memperistri kamu. Kamu pikir suamimu ini apa, hm?"

"Coba kamu bayangkan menjadi aku, Mas. Coba kamu bayangin jika kemarin waktu pernikahan kita, mantan aku datang dan melakukan hal yang sama seperti apa yang kamu lakukan kepada wanita itu. Apa yang akan kamu rasakan? Senang? Sedih? Bahagia? Atau apa?!"

"Cukup, Vira! Kamu mau apa dariku? Kamu mau aku menceraikanmu? Iya?"

Jantung Vira terasa berhenti berdetak, tubuhnya mati rasa. Apa yang baru saja suaminya katakan? Ia ingin suaminya menceraikan dirinya? Tidak! Bukan itu yang Vira mau.

"Aku berangkat." Rudi beranjak meninggalkan Vira yang masih diam tak bereaksi apa pun.

Saat kesadarannya kembali, Vira langsung berlari menyusul suaminya keluar rumah. Ia tak seharusnya membuat sang suami marah besar kepadanya. Ketika sampai di halaman rumah, mobil yang biasa Rudi kendarai menuju Kantor ternyata sudah tak ada, pasti Rudi sudah berangkat.

Bodoh kamu, Vir! Bodoh! Tak terasa butir air matanya mulai membasahi kedua pipi Vira. Apa yang baru saja ia lakukan? Kenapa menjadi serumit ini?

"Aku harus meminta maaf kepada mas Rudi. Aku enggak boleh seperti ini!"

Sesuai ucapan Vira pagi tadi, ia akan meminta maaf kepada suaminya. Rencananya, siang ini ia akan pergi ke kantornya membawa makan siang kesukaan Rudi. Meski tak yakin rencananya, namun ia tetap berusaha memupuk hatinya agar percaya bahwa rencananya akan berhasil.

Pukul sebelas lebih tiga puluh menit, Vira berangkat menuju kantor suaminya dengan taksi online. Jarak antara rumahnya dengan kantor memang cukup jauh, butuh waktu sekitar dua hingga tiga puluh menit perjalanan.

Semoga mas Rudi suka dan mau memaafkanku, batin Vira sesaat setelah sampai di gerbang bangunan kokoh yang menjulang tinggi.

Vira melangkah menuju resepsionis untuk mendapat ruang kerja suaminya. Sesampainya di ruang karma suaminya apa yang didapat Vira, melihat suaminya sedang berada di ruang karma dengan seorang wanita dan, ya, wanita itu adalah Sherly. Vira mengurungkan niat untuk masuk ke ruangan suaminya, ia lebih memilih diluar mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

Sherly berkata, Mas, bagaimana dengan anakmu yang ada dalam kandunganku?

Deg! Vira mendengar Sherly mengatakan bagaimana kandungannya? Apakah ia tidak salah dengar.

"Anak? Maksudmu?" Alis Rudi menyatu di tengah. Bola matanya membulat setelah mendengar pernyataan Sherly.

"Jangan pura-pura lupa. Kita membuatnya dua minggu yang lalu."

Vira termenung. Dua minggu yang lalu? Itu tandanya saat seminggu lagi pernikahannya dengan Rudi digelar.

"Kamu yakin itu anakku?" tanya Rudi.

"Anak siapa lagi? Aku hanya melakukannya denganmu."

Rudi mengembuskan napas panjang, ia tak menyangka jika apa yang ia lakukan dua minggu yang lalu berbuah penyesalan. "Nanti Aku akan tanggung jawab untuk"

"Intinya kamu harus tanggung jawab dan talak Vira secepatnya!" perintah Sherly penuh ketegasan.

Vira meneteskan air matanya. Sekarang ia sudah kecewa, sedih dan yang ia butuhkan saat ini adalah kesendirian untuk melupakan semua yang hinggap secara tiba-tiba. Akhirnya Vira memutuskan pulang ke rumah tanpa menemui suaminya.

Malam pun tiba, membelah jalanan malam yang sunyi. Rudi pulang ke rumah yang selalu ia rindukan. Karena di rumah itu ia akan bertemu dengan bidadari dunianya, wanita tercinta, wanita tercantik kedua setelah ibunya, yang nanti akan menjadi ibu dari anak-anaknya.

"Assalamualaikum, selamat malam, Sayang," ucap Rudi.

Hening tak ada jawaban dari salam dan ucapan selamat malamnya. Akhirnya Rudi bergegas naik untuk memastikan apakah istrinya sedang tidur di kamar. Ia rasa Vira tidak pernah tidur seawal ini selama mereka menikah, jam dinding masih menunjukkan pukul 18.59 yang artinya masih terlalu sore untuk tidur.

Vira diam tak bergerak didalam selimut yang menutupinya, ia masih menangis sesegukan. Entah mengapa ia merasakan suhu tubuhnya dingin tetapi keringat bercucuran di wajah, kening dan badannya. Tiba-tiba ia mendengar suara pintu kamarnya dibuka. Apakah itu suaminya? Ia tak mendengar suara pintu utama dibuka karena ia tenggelam dalam rasa sakit dan kecewa yang tengah melanda dirinya.

"Sayang,"panggil Rudi.

Vira tak menjawab panggilannya, Rudi melihat selimut itu bergetar yang menandakan istrinya belum tertidur. Apa yang terjadi?

"Sayang?" Rudi menyentuh selimut yang menutupi istrinya

Getaran yang timbul semakin hebat. Ia rasa istrinya tengah menangis. Rudi segera menyingkap selimut yang menutupi tubuh Vira. Benar saja, mata Vira tampak sembab, lingkar matanya menghitam dan masih ada sisa airmata yang tercetak jelas di kedua pipi, tubuhnya basah karena keringat, padahal suhunyatengah dingin. Belum saja Rudi mengatakan sesuatu atau melontarkan sebuah pertanyaan pada istrinya, Vira bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju lemari pakaian mereka. Rudi hanya diam memperhatikan gerak-gerik Vira.

"Aku mau kita pisah. Talak aku sekarang juga, Mas!" Vira melempar map surat dengan bolpoin di atasnya ke arah Rudi.

"Sayang, apa maksud kamu? Kenapa aku harus memberikan talak padamu?"

"Kau dan Sherly--"

Belum selesai mengucapkan kalimatnya tiba-tiba Vira jatuh pingsan. Rudi panik dan langsung membawa istrinya ke mobil untuk ia bawa ke rumah sakit. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top