32

Aku panik. Jantungku berpacu menjadi lebih cepat. Rasa dingin menusuk kulitku dengan jarum-jarum es. Aku terengah-engah. Dengan tangan gemetar, aku menyentuh dadaku. Kehangatannya hilang. Urat nadiku yang berkilau biru kini berubah menjadi kilau putih keperakan. Kepalaku terasa lebih dingin. Aku menyisir rambut hitamku yang kini  perlahan berubah menjadi putih keperakan juga. Aku bisa merasakan seluruh pori-poriku membeku.

Air mata yang mengalir dari pipiku menjadi jarum-jarum es. Aku kehilangan gelombang dan desiran airku. Aku tidak bisa mengendus aroma air asin dari tubuh Faknik. Semuanya terasa hening, putih dan dingin.

"K- Kau hidup?" Faknik menunjukku dengan tatapan tidak percaya.

Aku tidak bisa mengeluarkan suara untuk menjawab. Tubuhku merosot di atas danau dengan kedua lengan Sahala yang memelukku. Aku masih bisa merasakan sedikit kehangatan.

"Tidak, tidak, tidak. Harusnya kau bilang padaku."

Aku hanya terisak di bahu Sahala. Menangis dengan air mata berupa jarum-jarum es. Tetapi, kebersamaan itu tidak berlangsung lama. Carnz tiba-tiba muncul dalam badai salju kecil dengan senyum mengintimidasi.

Sahala segera membuat lingkaran api mengelilingi kami. Dia bahkan kembali dalam wujud fananya. Dia masih merangkulku.

"Bagaimana? Sakit, 'kan?" ejek Carnz pada Sahala. "Bagaimana rasanya melihat sesuatu yang kau lindungi tersiksa? Setidaknya, Gadis Air ... ah, ralat. Sekarang kau Gadis Salju, merasakan hal yang sama dengan Deco. Bagaimana rasanya kehilangan jati dirimu? Terjebak pada dunia yang tidak kau sukai?"

Sahala tidak menjawab. Dia menatap Carnz sejenak, lalu melirik Faknik dengan api yang menjalar di atas danau.

"Hey!" Faknik memprotes dengan memanggil gelombang air untuk memandamkan api tersebut. "Ada apa ini? Apa ini bagian dari rencana? Mengapa Gadis Laut itu berubah menjadi Gadis Salju?"

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Faknik. Aku, gadis yang bodoh dan payah. Seharusnya aku ingat peringatan Nowela, harusnya aku ingat ketika Faknik mulai menawarkan tentang menunjukkan kekuatan. Toh apa gunanya. Tangisanku tidak mengubah apa pun. Aku gadis laut, berubah menjadi gadis salju.

Tetapi, amarah Sahala menggetarkan dinding-dinding es labirin. Dia berucap dalam benakku kepada Carnz.

"Kau membuat kulitnya seputih es, matanya seperti danau beku di bawah sini, sentuhannya seperti duri es yang menusuk jantungku. Kau merampas hangatnya jiwa permataku, Carnz. Jangan berpikir aku akan menyesal melukai rakyatmu. Tidak, Carnz. Aku tidak pernah salah. Aku tidak berbuat kejahatan. Kejahatan kalian adalah melukai permataku."

Sahala melirikku. Emosi di matanya meluap-luap seperti lava yang mendidih di dasar gunung berapi, membara dalam kegelapan.

"CARNZ!!!"

Suara Sahala menggema di labirin. Faknik sampai gemetar sekujur tubuh. Dia seperti ingin melangkah mundur, tetapi tetap diam di tempat untuk menyimak situasi yang sedang terjadi.

Dari telapak tangan Sahala, muncul api hitam dengan garis-garis samar berwarna putih. Aku tidak tahu mengapa aku mengetahuinya. Tetapi, itu api kegelapan yang hanya menyala di Dunia Bawah. Api hitam bercampur api putih.

Lingkaran api di sekeliling kami menjadi warna merah dan ungu yang menjilat-jilat udara. Api itu mulai mencairkan dinding es. Seluruh labirin bergetar, lapisannya berderak seolah tidak mampu menahan amarah Sahala. Tidak hanya dinding es, tubuhku seperti terbakar berada di dekat Sahala.

Aku mendorongnya menjauh. Kulitku kemerahan dan perih. Aku mencoba memanggil energi apa pun yang bisa menghalau. Entah air atau salju, tetapi tidak ada yang terjadi. Aku menjerit, sakitnya semakin bertambah, aku seperti di bakar hidup-hidup.

Carnz tertawa lebar dan mata merah Sahala terbelalak padaku. Seolah memahami yang terjadi. Seluruh apinya lenyap dalam sekejap. Tetapi aku tetap menjauhi Sahala. Suhu panas dari tubuhnya adalah ribuan pisau yang menusukku.

Sebagian dinding es runtuh dengan retakan-retakan terbuka, mengalirkan energi kegelapan yang berkilau ungu kehitaman dari tubuh Sahala. Danau beku di bawah kaki kami terlihat masih cukup kokoh. Aku berharap, semoga lantainya tidak retak dan hancur sehingga mengenggelamkan semua orang yang sedang di atasnya.

"Jangan mendekat, Sahala. Kumohon, jangan mendekat."

Sahala mengeram frustasi. Alih-alih mendekatiku. Dia bergerak cepat menghampiri Carnz dengan telapak tangan di selimuti api ungu kehitaman. Sayangnya, serangan tersebut meleset karena Carnz menutup tinju Sahala dengan membuatnya membeku.

Angin beku berembus menerpa wajahku, rasanya sedikit sejuk. Mata Carnz bertemu dengan mataku. Dia tersenyum tipis, dingin dan angkuh. Bersikap bahwa apa yang ia lakukan patut ditertawakan.

"Luar biasa, bukan?" Carnz tersenyum angkuh padaku kemudian menatap Sahala. "Naga Padoha, lihat Gadis Saljumu. Dia bagian dari duniaku. Dia abadi dan lebih indah dari sebelumnya."

Sahala mengerang dengan tangan yang kembali bebas untuk meninju wajah Carnz. Kekuatan gelap dari Dunia Bawa melonjak keluar seperti asap hitam dari dalam danau, kemudian menyebar cepat mengikuti bentuk lorong labirin dengan suara gemuruh.

Kekhawatiranku pada danau meleset. Danau bekunya mulai bergetar, merekah dan berlubang-lubang dari Dunia Bawah yang terbuka. Lubang-lubang itu mengalirkan bayangan-bayangan kegelapan nan kelam yang mendesis penuh kemarahan.

"Kembalikan, permataku! Atau seluruh Carstensz akan merasakan kutukan Dunia Bawah!"

Api Sahala bergerak liar ke udara. Mengikuti setiap gerakan Carnz yang menghindarinya. Gerakan Carnz semakin cepat dan yang aku lihat hanya cahaya api yang bergerak sendiri.

Sahala mengangkat tangannya ke arah langit. Aku gemetar melihat aura kemarahan dan kematian. Kami diselimuti asap dan bayangan kegelapan. Seolah semua ini belum cukup. Langit di atas kepalaku seperti meledak dengan petir yang merobek langit oleh energi Dunia Bawah yang siap mengoyak Carstensz.

Sementara itu, bayangan kegelapan milik Sahala mulai membentuk sosok-sosok menakutkan. Rasa familiar seperti bertemu Pitok kembali menghantuiku. Sahala mengirimkan aku beberapa informasi tentang siapa sosok-sosok yang dipanggilnya dari Dunia Bawah. Mereka adalah roh-roh kutukan dan makhluk yang tertelan dalam keabadian kegelapan yang abadi. Sebagian berdiri melingkariku, sedangkan sisanya berbaris dan berdiri seperti pasukan kegelapan Sahala. Siap menunggu perintah majikan mereka.

Kepalaku berdenyut. Karnaval ini tidak berjalan lancar. Carnz tertawa saat api Sahala berhenti mengejarnya. Sebagai gantinya, dia memanggil badai salju yang menggulung dan menghantam sebagian pasukan bayangan Sahala. Naas, embusan angin dingin tidak cukup mengusir bayangan. Itu membuat senyum di wajah Carnz memudar.

Dia melotot padaku dan tetap memerintahkan angin dinginnya mengusir pasukan roh Sahala. Aku ingin bilang padanya, bayangan bukan sesuatu yang mudah dihilangkan.

Sahala dan Carnz sama-sama kuat. Pertarungan mereka semakin memanas. Campuran antara badai salju dan api kegelapan menyambar. Aku sudah tidak melihat dinding labirin. Semuanya runtuh. Es dan api saling beradu. Angin dingin berhembus dengan bisikan kematian.

Faknik mencoba mendekatiku. Dia tiba-tiba muncul dari dalam danau beku. Pasukan Sahala sama sekali tidak mengusiknya.

"Gadis Laut. Kita harus menyingkir. Pacarmu akan mengutuk Carstensz dan Canrz akan mengutuknya pula. Tidak ada yang bisa kita lakukan. Masalahnya, Carnz membangun selubung di dalam pertempuran ini. Tidak ada orang luar yang bisa masuk."

"Aku tidak ingin meninggalkan, Sahala," kataku pada Faknik.

"Kau sumber amarah mereka berdua. Aku bisa menyimpulkan itu. Ayo menjauh. Aku sudah menghubungi Nowela dan Debata lokal di labirin melalui Karwar. Mereka sedang menunggu celah untuk membantu, ayo!"

Faknik menarikku menjauh dari pertempuran Sahala sampai batas dinding tidak kasat mata. Carnz bertindak cepat. Walau dia ingin menghancurkanku dan Sahala. Dia tetap memastikan kerajaannya tetap aman.

"Kau benar dikutuk wanita salju? Coba panggil gelombang air."

Aku menggeleng pada Faknik. "Tidak bisa, bahkan kekuatan roh salju— maksudku salju pun tidak bisa."

Aku menatap Faknik dengan sebuah pemikiran baru. Carnz mungkin mengutukku menjadi gadis salju, melenyapkan jati diri gadis laut dalam diriku. Tetapi, dia tidak bisa menjangkau kemampuanku berkomunikasi dengan roh alam.

"Aku akan menghubungi, Nowela. Maukah kau berjaga di depanku, Faknik? Agar Sahala atau Carnz tidak mendekat."

"Tentu saja. Lakukanlah."

Faknik segera berdiri di depanku membangun cincin air yang mengelilingi kami. Aku memejamkan mata, fokus pada setiap embusan angin beku yang berputar di sekeliling kami.

"Nowela," bisikku sembari membuka mata, tatapanku fokus pada punggung Faknik

"Bodoh! Aku sudah memperingatkanmu! Tidak ada yang bisa kau lakukan. Aku tidak bisa membantu. Sekarang kau menghancurkan karnaval tahun ini. Penduduk di evakuasi."

Begitu terhubung, dia langsung memarahiku.

"Ada tabir sihir yang melindungi pertempuran," ucapku

"Terus? Apa kau pikir semuanya akan selesai? Tidak, kalian sudah melewatkan satu hari di dalam sana dan hari ini adalah waktunya telur-telur menetas."

"Tunggu, apa maksudmu?"

Faknik menoleh sebentar ke arahku sebelum kembali memandang ke arah depan.

"Carnz memanipulasi waktu dengan tabir tersebut. Kau berhutang penjelasan padaku. Mengapa kau sangat panik tentang telur-telur yang menetas? Mengapa kau masih bisa berkomunikasi tanpa hambatan di dalam sana sementara dua pria tua sedang berkelahi."

Aku menggigit bibir bawah. Badai salju menutup jarak pandangku. Hal yang aku lihat bahwa di dalam badai tersebut ada api yang meledak-ledak.

"Bayi-bayi naga itu akan segera mati."

"Katakan lebih jelas, Aes Ongirwalu. Aku di sini bersama Onna dan Rafayel."

"Siapa Rafayel?"

"Bocah yang mengajak kalian masuk Kemaharajaan. Rafayel Amos Carstensz. Pangeran Mahkota Kemaharajaan Carstensz. Dia menipu kalian dengan wujud seorang anak-anak. Dia pria berusia 28 tahun. Onna sangat syok sampai tidak sanggup beradu tatap dengannya. Lupakan soal Rafayel. Buat Sahala minta maaf pada Carnz."

"Tidak bisa. Sahala sudah berkata dia tidak berbuat salah dan tidak mau meminta maaf. Kau ajak semua orang dan Debata lokal untuk ke desa Bailem. Dia akan datang membunuh lagi."

"Apa maksudmu? Bicara lebih jelas."

"Tragedi itu akan kembali. Dia datang untuk hari ini. Aku bertemu dengannya."

"Siapa?"

"Dia."

Bibirku terkunci rapat saat hendak menyebut nama Giza.

"Sosok itu."

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku bertemu dengannya."

"Kau yakin? Itu mustahil. Tidak ada yang tahu pembuat onar itu kecuali Carnz sendiri. Orang tersebut hanya menipumu."

"Aku tidak berbohong! Pergi ke desa Bailem dan lindungi telur-telur tersebut! Kau akan menyesal setelaj semuanya terjadi. Aku terjebak di sini, aku tidak bisa mencari bayi naga ku."

"Kau masih tetap seorang penunggang naga."

Setelah mengucapkan itu, aku tidak mendengar suara Nowela, kontak batin kami putus dan aku menyadari bahwa Sahala berdiri beberapa meter di depanku dengan napas terengah-engah dan rambut berasap, sedangkan di belakangnya berdiri Carnz dengan badai salju yang perlahan mereda.

"Menyingkir dari hadapanku, aku ingin melihat, Aesa."

Asap hitam mendorong Faknik menjauh dan menarikku beberapa langkah di depan Sahala. Aku masih bisa merasakan hawa panas dari tubuhnya.

"Aku terbakar."

Rahang Sahala menegang, dia melirik Carnz dari ekor matanya.

"Aku, aku tidak bisa dekat denganmu. Tetapi, aku masih tetap penunggang naga. Tidak apa, aku masih tetap penunggang naga."

"Jangan bersikap kau terlihat baik-baik saja dengan kondisi tersebut. Aku tahu isi hatimu."

Aku melirik Carnz yang tersenyum geli padaku dan Sahala. Dia menikmati semua ini, senyum dan emosinya menakutkan. Sedangkan Faknik menjaga posisinya tidak terlalu jauh dariku. Dia sedikit berbicara sendiri dengan tatapan kosong.

"Tidak apa, aku memahami perasaan Carnz."

"Dan kau tidak bisa memahami perasaanku? Begitu? Kau dikutuk menjadi wanita salju tanpa bisa mengendalikan salju. Apa kau masih baik-baik saja?"

"Mungkin ini takdir? Ada tiap risiko di setiap pilihan. Deco melindungi apa yang ia miliki, kau dan Canrz juga melindungi hal yang kalian miliki. Setiap sudut pandang menyakini kebenaran tindakan tersebut."

"Kau." Sahala tidak meneruskan kalimatnya. Tangannya masih terkepal, dia sedikit menunduk. Masih belum menerima. Aku tidak akan menyalahkan siapa pun.

"Mungkin di kehidupan lain—"

"Tidak ada kehidupan lain!" Amarah Sahala kembali meledak. Dia memotong kalimatku dengan tatapan frustasi.

"Aesa, jangan menyerah begitu saja pada kehidupan ini. Kita bersama sekarang, di masa sekarang. Kenapa kau tidak mau hidup untukku sekarang? Kenapa harus di kehidupan yang lain, kenapa kau tidak bisa berjanji padaku bahwa kau akan hidup untukku di kehidupan ini? kutukan wanita salju sialan itu tidak akan mengubah apa pun antara kau dan aku."

Aku menatap Sahala dengan perasaan yang hangat. Aku memegang dadaku. Putri Salju dikutuk dengan apel dan terbangun oleh ciuman Pangeran. Sedangkan aku, dikutuk menjadi wanita salju oleh Dewa Keabadian Salju Carsntenz.

"Canrz, aku minta maaf."

"Kau tidak perlu minta maaf pada manusia salju sialan itu!"

Sahala maju selangkah kemudian mundur dengan mengacak-acak rambutnya. Dia benar-benar tidak terkendali. Carnz tidak berkomentar apa pun dia menikmati pertunjukkan ini.

"Carnz, maafkan kami."

Sahala mengumpat dalam bahasa asing yang tidak kupahami. Lalu tubuhnya terdorong ke samping oleh angin beku milik Carnz. Carnz berjalan menghampiriku.

"Sialan!" Sahala dengan gesit berdiri di depanku. Aku terpaksa mundur menjauh sampai punggungku menabrak dinding tidak kasat mata di belakang kami.

"Kumaafkan."

"Eh?" Aku menatap Carnz tidak percaya. Sahala mulai mengeram seperti anjing neraka.

"Tidak semua orang mau menurunkan ego untuk meminta maaf. Naga Padoha benar, kau tidak perlu minta maaf. Karena seharusnya orang lain yang melakukannya." Dia mencemooh Sahala yang berdiri tepat di hadapannya.

"Aku juga cukup tersentuh dengan pemikiranmu tentang perbuatan dan situasi masing-masing orang. Jika dipikir, itu cukup masuk akal."

"Minta dia mencabut kutukannya!"

Tahan dulu. Aku tahu, Sahala memang tidak sabaran. Jika aku langsung ke arah sana. Suasana hati Carnz bisa berubah.

"Gadis Air yang aneh. Tidak heran, Naga Padoha sangat tergila-gila padamu. Kau—"

Kalimat Carnz terputus, emosi wajahnya menggelap. Beberapa deti berlalu dengan wajah Carnz yang kian menegang sampai urat-urat di lehernya terlihat.

"Nowela mengirim kabar," katanya pada kami. "Yang Tidak Diketahui kembali. Dia memanipulasi sebagian Debata Papua untuk menghancurkan telur-telur naga. Dan, bagaimana kau tahu tentang Yang Tidak Diketahui Gadis Air, Gadis Air?"

Carnz memincingkan mata padaku dan Sahala bergantian. "Kalian mengenalnya, Giza pasti memberitahu kalian."

Catatan:

Aestival Edisi Sumatra Mythology masih ready stok ya. Bisa DM instagram aku Winnylola11. Terus ikutin channel aku yang Mitologi Sabang-Merauke untuk update info

15/11/2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top