26
Api Zayn perlahan memudar. Naga Biru dan Naga Ungu, panggilan sementara naga salju atas warna mata mereka. Terbang di depanku dan Onna. Dia akan menyemburkan api bila Sahala palsu terlalu mendekati kami, sedangkan Cendrawasih Artik terbang di depan Carnz.
Hewan itu menuntun kami pada jalur sempit yang membentang ke arah hutan hitam di depan. Puncak pepohonannya tumbuh tinggi hingga terbungkus awan gelap dan sesekali ada petir yang menyambar.
"Hutan itu mengerikan. Ini dunia roh. Tetapi aku tidak melihat roh apa pun." Onna berjalan lebih rapat dengan memeluk lenganku.
"Oh, tentu. Ini wilayah awalnya, roh Carstensz tidak di sini. Komunitas pertama akan kita temui di hutan itu." Sahala palsu menunjuk ke depan.
"Kau sangat mengenalnya," sindirku. Dia tertawa, lalu menoleh dengan tatapan jahil padaku.
"Tentu, aku yang akan membimbing kalian sebagai pemandu sebelum fajar menyising."
"Jadi, kau mengakui kau sedang menyamar jadi Sahala?" Aku tetap teguh pada pendirianku. "Siapa kau sebenarnya?"
"Naga Padoha," jawabnya enteng dan kembali meneruskan langkah ke depan bersama Carnz.
Menyebalkan. Aku menatap jalur di depan kami dengan tekad tak tergoyahkan. Hutan itu sekarang terlihat semakin jelas. Pepohonan Kasuari tumbuh rapat hingga cahaya yang masuk sangat sedikit. Daunnya yang berjarum-jarum membeku tajam. Cendrawasih Artik kemudian berubah menjadi setumpuk salju yang jatuh ketika Carnz memasuki hutan terlebih dahulu. Itu perpisahan yang menyedihkan. Onna tampak lesu menatap salju yang menjadi sisa tubuh mereka. Mungkin mereka hanya menuntun sampai sini.
Di sekeliling kami, aku mulai mendengar suara roh tanpa wujud berbisik samar saat bayangan hutan gelap di bawah kepalaku. Barangkali mereka sedang menyampaikan pesan tersembunyi. Aku menajamkan pendengaran dalam setiap langkah memasuki hutan hitam.
Dalam keheningan dan langkah kaki yang menginjak salju. Bisikan itu terdengar jelas di dalam hutan. Bisik-bisik itu seperti datang dari segala arah, tertiup bersama angin.
Perlahan-lahan, ada suara lembut yang masuk dalam pikiranku. Suaranya menekan jauh dalam kesadaran.
Dengarkan angin. Ikuti kata hati.
Aku membuka mata dan hutan hanya di sinari oleh cahaya Zayn yang bersinar dalam bayang-bayang pepohonan. Rasanya, sesuatu bisa keluar dari dalam kegelapan dan menerkam kami tiba-tiba.
Sebaliknya, dari pada makhluk menyeramkan. Justru hal yang kurasakan adalah kehadiran roh-roh di sekitar hutan. Tidak terlihat namun selalu ada. Heningnya tidak biasa. Sampai aku mendengar bisikan itu lagi.
Temukan gunung itu di antara pepohonan yang bersembunyi. Kekasihmu ada di ujung jalan.
Oke, tampaknya para roh malah mengikuti pemikiran yang salah. Aku tidak membicarakan ini pada siapa pun. Tepat di belakang kami, ada suara patah-patah yang terdengar keras memecah keheningan.
Kami berhenti melangkah dan menoleh bersama ke belakang. Seharusnya kami berlari atas sesuatu yang tampak ganjil dibalik kegelapan, tetapi tidak. Kami menunggu karena penasaran sampai makhluk itu tertangkap cahaya api Zayn.
Sosok itu tinggi, kurus dan berwarna hitam yang sangat gelap. Mirip batang korek api dengan kepala hitam kecil di atas. Dia membawa aroma yang tidak sedap, seperti bau belerang yang busuk. Tangan kurus hitamnya di angkat tinggi sampai membuat dedaunan Kasuari yang beku jatuh di atas kepala kami.
"Lari!" Onna menarik lenganku, memberi komando untuk semua orang. Api Zayn mencairkan semua daun yang beku hingga saat jatuh menimpa kepala hanya berupa tetes air.
"Itu Tawwa," kata Sahala palsu. "Roh hutan hitam ini. Mereka memakan jiwa-jiwa yang cukup bodoh masuk ke dalam sini."
Onna mengumpat sesuatu yang asing. Makhluk itu membawa bau busuk yang terus mengikuti. Udara di sekitar terasa lebih dingin, padahal sebelumnya terasa hangat.
Carnz berlari paling depan, entah menuntun kami pada jalur yang benar atau salah. Karena ada dua persimpangan yang membawa kami ke jalur kanan. Kilat tiba-tiba menyala di atas kepala kami dengan sangat terang, lalu tanpa sadar aku mendorong Onna menjauh, sedangkan Sahala palsu malah melompat ke arahku yang membuat kami berdua terjerembab di bawah salju. Petir tiba-tiba menyambar tempat sebelumnya aku berdiri.
Aroma gosong dan busuk bercampur satu. Cadar milik Onna tidak mempan menahan aromanya. Sementara aku masih tertengun dan menendang Sahala palsu yang berusaha memelukku. "Minggir!"
"Awas!" Tangan Sahala palsu mencengkram lenganku begitu cepat dan tangan hitam kurus menembus salju sehingga meninggalkan galian yang cukup dalam.
Makhluk itu tidak bersuara, bunyi patah-patah yang terdengar berasal dari sendi-sendi kaki dan lengan saat dia bergerak. Aku memanggil air dan melibas tangannya agar patah seperti korek api. Tangan kurusnya tidak patah, malah membengkak seperti sabun cuci piring yang menyerap air.
"Jangan pakai air, Cintaku."
"Berhenti memanggilku seperti itu." Aku menghindari Sahala palsu, tetapi punggungku malah membentur pohon. Makhluk itu mulai menyerang Sahala palsu dengan tangan yang membengkak dan Sahala palsu gesit sekali menghindar.
"Serang pakai apimu!" teriakku.
Sahala palsu malah menyengir kuda. Demi Debata Naga, dia makhluk paling sinting yang berani menyamar sebagai Sahala-ku.
Alih-alih mengeluarkan api. Justru Zayn yang maju menyerang dengan kobaran api. Roh api itu mencoba menyentuh kaki si Makhluk Korek Api Hitam yang mencoba menginjak-injak tanah.
"Kalau air tidak bisa digunakan, maka gunakan pepohonan." Onna tiba-tiba sudah berdiri di sisiku. Tubuhnya mengeluarkan pendar kehijauan. Tangan kanan dan kiri Onna menunjuk pohon Kasuari yang beku. Perlahan pohon itu bergerak. Ranting-rantingnya berubah seperti jari-jari tangan dan menghadiahi si Korek Api Hitam tamparan yang cukup keras hingga dia terjatuh.
Api Zayn mulai membakar kaki roh tersebut lebih cepat dari yang diduga dan juga menyambar pohon yang digerakkan Onna.
"Gadis Air! Cepat padam api itu!" Carnz berteriak tepat di belakang telingaku. Rasanya sakit sekali.
"Si Palsu itu bilang tidak boleh. Tawwa menyerap airnya," kataku setengah kesal akan ulahnya.
"Hutan ini bisa terbakar dan roh Nemangkawi akan mengutuk kalian bertiga! Lakukan sekarang atau kutinggalkan kalian di sini."
Carnz menatapku dengan berapi-api. Onna yang menarik pohon hidup menjauh justru menciptakan kobaran api dan Sahala palsu hanya berlari-lari menghindari serangan Tawwa. Dua nagaku terbang di belakang kepala Carnz.
Kupanggil air sekali lagi. Air itu meliuk menerjang pepohonan yang terbakar dan membuat pohon hidup yang Onna ciptakan tumbang dengan suara berdetum yang keras, sedangkan tubuh Tawwa separuh dilalap Jago Merah. Kusiram semua air mengguyur tubuhnya tanpa mempedulikan Sahala palsu yang berteriak di bawahnya. Api itu padam dan si Korek Api menjadi lebih aneh dengan kaki tangan membengkak.
"Sekarang lari saja sampai keluar hutan."
Carnz berlari lebih dulu, kemudian Onna dan aku mengikuti dari belakang. Zayn hinggap di atas kepalaku dengan nyala yang agak terang sampai di depan Carnz, sedangkan Sahala palsu berhasil menyusul kami dengan Tawwa yang ikut mengejar dari belakang.
Kami hanya berlari, lari dan lari. Jalur yang kami lewati semakin tebal saljunya dan kecepatan lari mulai berkurang. Kuperintahkan Zayn lewat batin pergi ke depan Carzn untuk mencairkan salju yang menumpuk.
Kami menghabiskan sisa waktu di hutan hitam seperti ini dengan kejar-kejaran dan Onna yang tiba-tiba berhenti membuatku kehilangan keseimbangan dengan menabraknya dari belakang.
"Maaf," kataku buru-buru bangun.
"Aku baik- baik saja. Di depan—"
Kalimat Onna terputus saat dia berusaha berdiri. Sahala palsu tiba-tiba menarik tangan kami ketika angin berhembus kencang dan membuat kami bertiga bersembunyi di balik bayangan pohon. Tawwa yang menjadi kayu spons berhenti mengejar. Dia berdiri dengan Tawwa lain yang kurus kering, sedangkan Carnz entah di mana. Satu Tawwa sudah cukup merepotkan, sekarang bertambah dua.
Naga biru dan naga ungu mengeluarkan napas api berulang kali pada tiga makhluk di depan. Tetapi panas api mereka sama sekali tidak memberi efek apa pun.
"Naga-naga itu," bisik Sahala palsu. "Mereka juga roh Carstenz."
"Dan kau?" ujarku dengan bisikan.
"Cintamu."
Aku menepuk jidat. Dia masih sempat-sempatnya menggoda. Tiga korek api masih berdiri di depan kami. Mereka hanya mematung tanpa bergerak sama sekali.
"Ayo putar jalan," seru Onna, "aku bisa menuntun kita keluar. Pohon-pohon ini memberitahuku."
"Ide bagus." Aku sependapat, perlahan-lahan dan sangat hati-hati. Aku berjalan di belakang Onna tanpa suara.
"Ide buruk."
Onna menoleh kesal pada Sahala palsu.
"Diam saja di situ kalau kau mau."
"Bukan begitu. Pepohonan di sini tidak semua bisa dipercaya."
Aku dan Onna serempak tidak mempedulikannya. Kami melewati hutan yang gelap dengan mengandalkan Onna yang berjalan meraba-raba batang pohon.
Suasana sangat sunyi dan mencekam. Angin kembali berhembus, kali ini membawa bisikan.
Dengarkan angin, ikuti kata hati. Temukan gunung itu di antara pepohonan yang bersembunyi. Kekasihmu ada di ujung jalan.
Kalimat itu terulang kembali. Jika itu petunjuk, aku percaya kata hatiku bahwa cara terbaik keluar dari hutan adalah mengikuti Onna. Walau sekarang tiba-tiba ada bayangan hitam yang menarik Onna dari depan, sebelum jeritannya menjadi sukacita.
"Mama?"
Aku mengerjab. Di depan Onna berdiri asap hitam yang dibentuk dari bayangan samar di antara pepohonan.
"Mama, mengapa ada di sini?" Onna bertanya pada makhluk itu, tubuh Onna seketika bercahaya pendar kehijauan selayaknya debu peri.
"Onna, itu bukan mamamu. Itu roh hutan."
Aku bisa merasakannya. Ini roh hutan hitam yang menyesatkan. Mereka menggunakan ilusi atau bayangan seseorang yang dikenal. Orang yang melihatnya sering kali tidak merasa dijebak oleh sesuatu yang tidak dapat mereka lihat dengan jelas.
"Mama? Kenapa? Apa yang Mama lakukan di sini?"
Aku tidak tahu makhluk itu berbicara apa pada Onna. Tetapi, satu yang bisa kulakukan adalah menarik Onna untuk menampar pipinya.
"Itu ilusi," seruku dengan satu tamparan keras.
"Mamaku terjebak salju! Seluruh pulau membeku gara-gara Carstensz!"
Aku tersentak. Terkejut, melihat wajah Onna yang memerah. Tatapannya tajam dan menusuk.
"Kau diperdaya. Sadarlah!"
Sebagai balasan, Onna mendorongku jatuh. Sahala maju ke depan dan memukul tangan Onna yang ia gunakan mendorongku."Jangan berbuat kasar pada, Cintaku."
"Cintamu menampar pipiku terlebih dahulu. Aku harus kembali pada Mama. Dia membutuhkanku. Aku tidak bisa ikut kalian."
Onna membalikkan badan. Aku tidak bisa membiarkannya dia pergi. Kuambil segenggam salju, membentuknya jadi bola salju dan kulempar ke arah belakang kepalanya. "Kau tidak boleh pergi."
"Jangan ikut campur."
Dahan pohon tiba-tiba menarik kerah belakang pakaianku dan membenturkan tubuhku dengan keras di batang pohon. Rasanya sakit sekali. Onna malah tersenyum puas dan aku tahu, itu bukan dirinya.
Sebagai balasan, kutampar wajahnya dengan air dan membiarkan air itu tergenang beberapa saat. Kelopak bunga kristal di rambut Onna tiba-tiba patah dan mematahkan sihirku.
Dia mengerjab dan meraup oksigen dengan cepat-cepat setelah kehilangan napas.
"Apa ini? Apa yang terjadi?"
"Roh itu menipumu dengan ilusi," jawab Sahala palsu.
Mata Onna melebar, dia menoleh ke arah bayangan hitam dengan wajah ngeri lalu mundur beberapa langkah mendekati Sahala.
Kekekeke
Tubuhku mendadak merinding. Suara familiar itu tergiang-giang dalam ingatanku. Jantungku berdebar kencang, dengan perasaan takut-takut. Aku melirik perlahan-lahan ke arah belakang. Dan berdiri, tengkorak hitam dengan mata merah, Pitok.
Aku hanya terbelalak, sihir airku menyerangnya membabi buta. Kanan, kiri, atas, bawah, depan dan belakang dengan pusara air membentuk gasing. Namun, dia dengan mudah menghindarinya. Sayup-sayup aku mendengar suara Onna dan Sahala palsu berteriak dan melarangku menyerang.
Mereka tidak tahu apa pun, Pitok ini seharusnya berada di dunia bawah mitologi Mentawai, bukan di sini. Aku tidak akan membiarkan dia membawaku ke Tai Leubagut.
Bahkan, aku tidak bisa mencegahnya, itu membuatku setengah mati merasa kesal. Tulang tangan hitam itu mencengkram kedua tanganku. Aku memberontak. Kuhantam kepalaku dengan keras di kepala tengkoraknya. Rasanya luar biasa sakit dan dingin, sedetik kemudian semuanya menjadi gelap.
...
"Dia sudah sadar."
Aku mengenali suara Onna. Pandanganku mulanya tampak kabur, lalu perlahan jelas. Semua orang duduk mengelilingi api Zayn yang kecil. Carnz, Sahala palsu dan Onna tampak menggigil kedinginan. Dua naga ku meringkuk di dekat kakiku.
"Bagus. Kau ingin menghancurkan kepalaku?" kata Carnz dengan sentimental.
"Apa maksudmu?"
"Cintaku, kau terkena ilusi seperti Gadis Pulau. Kau terus berteriak Pitok pada Carnz yang memang tiba-tiba muncul."
Dia lagi-lagi tidak sopan berbicara padaku. Aku ingin tahu, apa reaksi Sahala ketika ada makhluk seperti ini menggodaku dan menjadi dirinya.
"Maafkan aku." Aku berkata jujur.
"Yah, dimaafkan. Dua nona di sini terkena ilusi roh hutan dunia bawah. Kita tidak bisa keluar. Hutan ini menyimpan petunjuk untuk menyelamatkan kita ke misi selanjutnya."
Carnz menatapku, menunggu sesuatu yang seolah hanya aku yang tahu.
"Aes." Onna berujar lembut. "Aku sudah mencoba saat kau pingsan. Hutan ini tidak memiliki batas. Kami sebelumnya sudah berkeliling dengan mengikuti suara pohon. Tetapi, itu hanya membuat kita tersesat sampai sekarang."
"Tunggu." Aku tidak terkejut soal suara pohon itu. Hutan ini dari awal memang penuh jebakan. "Kalian berkeliling membawaku?"
"Sahala sinting ini yang memikulmu di pundak." Onna menunjuk Sahala palsu dan Sahala tersenyum lebar padaku dengan sorot bangga.
"Cendrawasih Artik tidak bisa memasuki hutan." Carnz menyela. "Tetapi kau masih bisa terhubung dengan dunia roh. Sekarang katakan, apa kau mendengar roh berbisik padamu? Satu petunjuk akan membawa kita."
"Menuju gunung," timpal Sahala palsu.
"Kenapa kau terus membicarakan gunung?" balasku pada Sahala Palsu.
"Gunung Carstensz." Dia menjawab. "Penguasa Amungsa."
"Aku rasa makhluk ini memberi petunjuk."
"Jangankan dengarkan dia." Carnz mengabaikan Sahala palsu. "Ada petunjuk, Nona Air?"
"Aku mendengarnya. Suara itu berbisik tentang mengikuti kata hati."
"Bagus. Kau mendengar tentang apa?" Mata Carnz yang penasaran menatapku.
"Aku, aku percaya pada Onna," kataku sambil menatap Onna. Onna memberiku pelukan hangat secara singkat.
"Bukan itu, Gadis Hijau ini bukan petunjuk. Petunjuk kita mencari yang hilang. Pacar nagamu dan Amos. Lalu, pacarmu mengirim petunjuk dengan Cendrawasih Artik, kau membawa kami ke dunia roh dan bertemu dia."
Sahala membuat gerakan akan mengigit jari Carnz yang menunjuk wajahnya. Aku menatap Sahala palsu dengan seksama. Bahunya bergetar karena dingin.
"Kata hatimu harus berhubungan dengannya." Carnz menekan kalimat itu seakan aku butuh diberitahu lebih jelas.
"Dia palsu. Sahala tidak seperti ini," kataku dengan lirikan tajam. "Ini bukan Sahala yang kukenal."
"Baiklah, kalian berdua pegang sisi kanan dan kirinya. Aku akan hajar wajah ini untuk membuktikan kebenaran."
Sahala palsu berwajah pucat. Dia langsung berdiri dan melangkah menjauhi kami. "Kalian tidak bisa melakukan itu. Cintaku, kau tega sekali padaku."
"Lihat, dia terus seperti itu." Aku menunjukkannya pada semua orang.
"Bagaimana, jika kau keliru, Aes?" Suaranya melembut dan kali ini justru tergiang dalam benakku. "Aes?"
"Kau," kataku setengah percaya. "Apa yang kau lakukan? Kau mencoba meniru? Kau roh Carstensz yang menyerupai Debata Dunia Bawah Batak."
"Aku Naga Padoha. Kau akau terkejut ketika aku mengatakan rahasia yang hanya kita berdua tahu. Apa kau ingin aku mengungkapkannya di depan semua orang?"
Emosi wajahnya, binar matanya, tutur bahasa dan suaranya seolah mencerminkan Sahala yang kukenal. Aku menggeleng, ini pasti tipuan dunia bawah.
Aku memejamkan mata. Aku harus fokus pada kata hatiku. Apakah mempercayainya sebagai Sahala asli yang berbeda kepribadian atau sesosok makhluk yang sedang memanipulasi.
"Jika kau memang Sahala yang asli. Katakan nama sejatimu sebagai seorang Naga," bisikku di dalam benak.
"Ala. Aku sendiri yang memberitahumu Aes. Saat aku memilihmu menjadi penunggang nagaku di gua tempat aku disegel Deak Parujar. Itu ikatan sejati hanya di antara naga dan penunggangnya. Maafkan aku."
Aku membuka mata dan Sahala palsu tidak ada. Carnz dan Onna tampak kebingungan menatapku dan tempat sebelum Sahala palsu menghilang.
"Aku tidak mengerti. Apa yang terjadi, Aes?" tanya Onna dengan sorot mata penasaran. Tetapi tangannya mencoba menyeka air mataku yang tumpah.
"Aku tidak tahu," jawabku. Aku tidak paham dengan kondisi ini. Lalu sesuatu berkelebat dalam kepalaku. Ingatan tentang perjalanan Carstenz dari awal sampai kejadian sekarang.
Kemudian, entah bagaimana. Sepotong demi sepotong petunjuk tersusun.
"Petunjuknya, Dengarkan angin, ikuti kata hati. Temukan gunung itu di antara pepohonan yang bersembunyi. Kekasihmu ada di ujung jalan."
Kukatakan petunjuk itu secara lengkap pada Carnz dan Onna
"Sebelum kompetisi dimulai." Aku melanjutkan. "Aku juga mendengar bisik-bisik peserta tentang simbol dan Sahala yang terus berkata tentang gunung. Jadi, aku menyimpulkan kita harus mencari sebuah simbol gunung di antara pepohonan ini."
"Kau tidak menyebutnya Sahala palsu?" ujar Onna. "Apa yang terjadi? Sahala sinting sebelumnya menghubungkan gunung dengan Carstenz. Apa maksudnya gunung tempat para Dewa?"
"Bagus. Kita harus mencari simbol yang mengarahkan kita pada gunung. Waktu di sini tidak akurat, perkiraanku satu jam lagi matahari akan terbit. Kita harus bergegas. Jadi, apa kata hatimu soal keberadaan pacarmu yang tiba-tiba lenyap?"
"Dia Sahala-ku. Tetapi, aku tidak tahu kenapa dia menjadi sinting di sini. Itu teka-teki berikutnya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top