Sria - Desa Perbatasan
Chapter 25
Desa Perbatasan
Sekitar empat hari perjalanan bagi Mira dan yang lainnya untuk tiba di sebuah pemukiman baru. Itu sebuah desa perbatasan milik sebuah kerajaan paling terjauh di Aestival.
Rumah-rumahnya terbuat dari papan kayu dan berjarak antara satu dengan yang lain. Beberapa pekarangan di penuhi rumput liar. Beberapa ada yang terawat.
Di sana, kehidupan berjalan sungguh memprihatinkan. Anak-anak dengan baju compang-camping berlarian ke sana kemari. Sebagian dari mereka memiliki tubuh yang cukup kurus dan perut yang agak membesar.
"Apa yang terjadi dengan Tuan Tanah di sini?" lirih Mira dari belakang Melody. Melody menggeleng pelan, ia juga tidak tahu kenapa hal seperti ini terjadi.
Saat melewati jalan desa. Anak-anak yang semula bermain dengan riang menghentikan aktifitas mereka. Hampir seluruh mata tertuju pada Odi.
"Tempat ini memprihatinkan." Ellon turut berkomentar. Sorot mata Lei terlihat tidak suka. Dia lalu memilih turun dari atas punggung Odi. Menghampiri salah satu anak.
"Di mana penguasa tanah ini?"
Anak-anak langsung menunjuk ke arah kiri. Lei pun mengeluarkan beberapa bungkus permen dari saku celananya dan memberikan cemilan itu pada mereka.
Anak-anak lain yang semula keberadaannya cukup jauh dari situ. Perlahan ikut berlari guna mendapatkan cemilan yang sama.
"Kau seharusnya tidak memberi ini pada mereka," tukas Ellon. "Yang lain juga akan meminta."
"Aku tahu," balas Lei datar. Tetapi persediaan di dalam sakunya telah habis. Saat ia melirik ke sekitar, Mira sudah turun dari atas pelana. Ia tampak meletakkan tangannya di atas kepala seorang remaja. Beberapa cahaya kemerahan berpendar di sana.
"Sudah lebih baik." Mira tersenyum lega. Lei berjalan menghampiri.
"Apa yang kau lakukan?"
Mira menoleh.
"Pelipisnya memiliki luka yang terbuka. Itu bisa berbahaya." Mira menatap Lei bingung. "Anak-anak itu memandangmu dari belakang."
Lei pun menoleh untuk melihat. Mata polos mereka. Seolah menunggu diberi sesuatu oleh Lei. Tetapi Lei sudah tidak punya apapun.
"Apa kalian bisa pergi berbelanja di pasar?" Lei pun menarik tangan Mira lalu memberikan beberapa koin emas padanya. "Belanjalah bersama Melody. Aku dan Ellon akan ke suatu tempat. Oh, ya. Bawa Saka bersama kalian."
Lei lantas melirik ke arah Ellon. Lalu menggerakan kepala sebagai bahasa isyarat agar Ellon mengikutinya. Ellon yang awalnya tidak mau. Terpaksa mengikuti langkah Lei.
Saka yang ditinggal, merasa tidak keberatan. Asal bersama Odi dan Mira.
.
.
.
"Kita mau ke mana?" tanya Ellon penasaran. Lei tidak menjawab, dia masih tetap diam. Terlihat merajuk. Padahal nyatanya. Yang merajuk, haruslah Ellon. Mengingat perbuatan Lei sebelumnya.
"Kita akan pergi ke bangsawan yang berkuasa di sini," jawab Lei akhirnya.
"Untuk apa?"
"Kau akan tahu."
Mereka melewati pemukiman desa. Berjalan lurus ke arah jalan setapak yang biasanya digunakan oleh kereta kuda. Di ujung jalan terdapat sebuah rumah besar dan bertingkat, dengan halaman depan dan belakang. Memiliki beberapa atap kerucut dengan halaman luas berumput hijau.
Dua orang penjaga yang berdiri di depan gerbang putih rumah tersebut. Seketika menahan keberadaan Lei dan Ellon.
"Apa gerangan yang membawa Anda berdua ke sini?" Mereka menghalangi Lei dan Ellon dengan ujung mata tombak.
Lei lalu merogoh sesuatu dari saku celananya. Sekarang, Ellon benar-benar penasaran dengan isi sakunya. Ada berapa jenis benda yang masuk di sana.
Lei pun memperlihatkan sebuah lencana platinum bergambar kepala naga yang tampak mengigit sebuah permata bola berwarna putih.
Para penjaga itu menganga lebar. Lalu buru-buru menarik tombak mereka dari harapan Lei dan Ellon. Kemudian mempersilakan keduanya melewati gerbang. Ellon tidak tahan bertanya pada Lei setelah melewati gerbang.
"Jadi, kau benar-benar suruhan istana?" Lei hanya tersenyum tipis dengan wajah sombong. "Aku, aku kira kau berbohong."
"Menurutmu tampangku ini terlihat suka penipu?" decak Lei.
"Ya, sekaligus tampang yang ingin membuat orang menampar ekspresi wajahmu itu."
Lei memutar bola mata malas. Lalu mengetuk pintu rumah megah tersebut. Seorang pelayan membuka pintu. Karena Ellon dan Lei berhasil melewati penjaga gerbang. Dia percaya, Lei adalah tamu tuan rumahnya. Tetapi begitu Ellon ingin ikut masuk. Lei mencegahnya.
"Kau di sini saja."
"Eh?" Ellon terkejut. "Kenapa?"
"Aku punya urusan dengan si pemilik rumah. Keberatan?"
Ellon hanya berenggut kesal. Untuk ke sekian kali, Lei mempermainkannya.
"Terserah kau saja."
Ellon memilih pergi ke arah halaman rumah. Toh, hatinya telah dongkol akan sikap semena-mena Lei. Sembari menunggu Lei kembali. Sebuah ide jahat terlintas di benak Ellon dan itu adalah hal buruk.
.
.
.
Tuan Rumah yang merasa tidak memiliki seorang tamu. Bergegas untuk memeriksa. Tetapi, betapa terkejutnya ia melihat Lei tersenyum tipis dari atas sofa dengan manik mata yang mengancam.
Pria berbadan bongsor itu membeku. Dengkulnya lemas seketika, hingga membuatnya tidak mampu berdiri. Peluh pun memenuhi pelipisnya. Wajahnya pucat pasi dan bibirnya gemetar.
"Tuan Bangsawan yang terhormat." Lei berujar tajam. Ia mengangkat kaki, lalu bersandar di sofa.
"Apa perekonomian daerahmu buruk? Sstt!"
Lei tidak ingin mendengar ada alasan dan bantahan dari sang Tuan Rumah. Bibir pria itu semakin memucat. Jantungnya berdebar kuat. Bisa saja, setelah ini dia bisa saja terkena serangan jantung.
"Lebih baik kau urus rakyatmu. Aku tidak suka melihat anak-anak yang mengalami gejala busung lapar. Jika kau tidak mampu. Kau tahu apa ganjarannya, bukan?"
Lei pun menyesap teh yang berada di atas cangkir berposelen mewah. Dia meneguknya setengah. Lalu memperhatikan ukiran keramik cangkir tersebut.
"Cukup mewah. Sebaiknya, kau sadar diri dan aku tidak ingin kau menyebarkan gosip tentang keberadaanku. Karena, saat kata itu keluar dari bibirmu. Aku akan mengutukkmu dan keturunanmu."
Lei bangkit berdiri. Tuan Rumah hampir ambruk. Pelayannya buru-buru menahan tubuh pria tersebut.
"Tuan. Siapa dia sebenarnya? Mengapa Tuan bisa ketakutan begini?"
Tuan Rumah menoleh dengan wajah penuh emosi. Lalu berusaha untuk berdiri kembali.
"Jangan mengatakan apapun setelah apapun yang kau lihat tadi." Tuan Rumah buru-buru menyeka peluh di pelipis.
"Tapi, siapa dia Tuan? Dia terlihat mengganggap remeh Anda."
Tuan Rumah yang masa dengan pertanyaan tersebut. Menangkis kasar tangan si pelayan.
"Kau tuli, hah?! Kau tidak dengar yang tadi dia ucapkan? Dia akan mengutukku berserta keturunanku, jika aku mengatakan tentang dirinya! Jangan banyak bertanya Bernedetta, jika kau ingin hidup damai. Sebaiknya, kau tidak mengungkit tamu kita. Toh, kalau kau mau dikutuk. Silakan saja, aku tidak peduli. Dia pria berbahaya, jangan berani macam-macam dengan dia."
Bernadetta hanya terdiam. Dia tidak bisa mengajukan pertanyaan lagi. Tuan Remos terlihat ketakutan. Itu bukan sekedar kata ancama biasa. Tetapi, benar-benar ancaman yang berbahaya.
__/_/__/____
TBC
Akhirnya, bisa up lagi untuk nulis Aestival ಥ⌣ಥ
Targetku, ini kudu harus tamat apapun yang terjadi... Aku mau ikutkan di wattys tahun ini...
Soalnya minimal kata tahun lalu 40.000 kata dan ini baru 25000 kata
(҂⌣̀_⌣́)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top