Real - Tunangan
Chapter 6
Tunangan
Mira menghirup asap tersebut, seketika tertidur dalam dekapan Lei yang tengah menunggangi Alghus. Naga penunggang itu terbang menukik di dekat kumpulan awan malam.
Kerajaan Sackan terlihat semakin jauh di belakang dan telah berganti dengan rimbunnya pepohonan hutan yang rimbun.
Waktu terus berputar dan terus bergerak semakin ke depan. Seiring hal tersebut terjadi. Baskara yang semula tertidur perlahan beranjak bangun.
Cahayanya yang terang perlahan menerangi kegelapan malam. Fajar menyambut tatkala Mira terbangun dari tidurnya akibat hembusan angin yang menerpa wajah.
Mira perlu menyesuaikan cahaya yang masuk dalam pupil matanya. Lalu seketika ia sadar dengan apa yang terjadi.
Saat pupil matanya melebar. Mira mencoba menjatuhkan diri dari dekapan Lei. Namun, tangan kekar Lei justru menahan pinggul Mira dengan sangat erat.
"Lepaskan bajingan!" maki Mira seraya melepaskan pelukan. "Kau akan menerima akibatnya!"
Lei semakin memperkuat rangkulan. Ia pun lalu menginstruksikan sang naga penunggang untuk menukik di atas pijakan tanah.
Setibanya di hutan, Mira menggunakan kesempatan itu untuk segera melompat turun. Sayang, kaki kanannya seketika terkilir. Walau ia merasakan sensasi nyeri yang amat terasa sakit.
Dalam keadaan seperti itu, ia tetap memaksakan diri untuk terus berjalan demi melarikan diri dari Lei. Langkahnya tertatih-tatih, Lei pun melompat turun dan mengelus pucuk kepala sang naga.
"Cloudy," bisiknya pelan. Lalu naga tersebut melebarkan sayap dan beranjak terbang meninggalkan Lei. Suara kepakannya membuat kumpulan dedaunan kering bertebangan ke segala arah.
Lei setengah berlari mengejar Mira yang sudah sedikit menjauh dan dari dalam sangkur yang tersemat di balik pinggang. Ia melemparkan sebuah belati ke arah Mira. Yang mana kemudian langsung tertanam beberapa centi di depan langkah si gadis berambut apel.
"Ck!" desis Mira. Lalu menoleh menatap Lei. Ia tak akan melepaskan kesempatan emas itu untuk mencuri belati milik si pria bernetra eletric blue.
Namun binar ambernya cukup terkejut ketika melihat sebuah mutiara hitam terukir indah dalam mulut seekor naga yang membentuk pegangan belati tersebut.
Jemari Mira yang ragu untuk mengambil benda tersebut. Lebih dulu dikejutkan dengan tangan Lei yang terulur mengambil belati.
"Mau sampai kapan kau mau melarikan diri? Kotamu sudah sangat jauh. Jaraknya bermil-mil dari sini." Lei kembali memasukkan belati ke dalam sangkur. Mira merasa, benda tersebut memiliki energi mana yang berbeda.
"Siapa kau?" tanya Mira. Wajahnya kini nampak kusut akibat keringat dan rambut yang acak-acakkan.
"Lei. Panggil saja aku seperti itu. Dan kau?"
Mata Mira langsung memincing tajam.
"Kau menculikku. Seharusnya kau tahu siapa namaku?" kesal Mira.
Lei terkekeh mendengarnya.
"Mulai detik ini. Kau adalah tunangan ku," ujar Lei. Mata Mira seketika melotot tak percaya. "Itu akan mempermudah hubungan kita di ibukota Aestival."
Mira langsung mengambil batu dan ranting yang dapat ia raih lalu melemparnya secara membabi buta ke arah Lei.
"Hei!" teriak Lei, "hentikan! Kau pikir aku ini serigala yang harus kau usir?"
Lei nampak tidak terima dengan perlakuan Mira. Malahan Mira justru merasakan hal yang sama akibat perkataan Lei beberapa waktu lalu.
"Pria yang membesarkanmu bukanlah kerabatmu."
Gerakan melempar Mira terhenti seketika. "Apa maksudmu?"
"Dia bukan keluargamu. Kau adalah keturunan akhir suku Uros. Keturunan naga merah dan leluhur rakyat Aestival."
Tangan Mira turun sepenuhnya dan genggaman pada bongkahan batu meluncur turun dari telapak tangan.
"Suku uros? Keturunan naga merah?"
Suku uros adalah bagian dari leluhur rakyat Aestival. Mereka dahulu hidup di bagian timur kerajaan. Hidup di antara pegunungan yang menjadi pilar perlindungan. Karena pasalnya mereka membangun peradaban di atas sebuah danau besar bernama Danau Titicaca.
"Aku?" tunjuk Mira pada dirinya sendiri. Ia sama sekali tidak mempercayai guyonan Lei.
"Rambut merahmu mengidentifikasi hal tersebut," ujar Lei meyakinkan. "Kau pikir warna itu hanya sebuah kebetulan?"
Senyum sinis yang semula Mira tunjukkan kini menghilang. Seolah hal tersebut tidak pernah ada.
"Pernahkah kau berpikir hal-hal aneh yang terjadi padamu? Kesembuhan pada luka yang tidak wajar? Pernahkah kau merasa ada sesuatu yang terasa lain dalam dirimu? Ataukah kau pernah merasa seluruh darahmu memanas dan bergejolak saat kau memegang sebuah senjata?"
Bertubi-tubi pertanyaan dilontarkan Lei. Mira tidak mampu mengelak semuanya. Karena memang, hampir semua yang di katakan Lei adalah benar.
Mira sering kali menyadari bahwa dirinya sedikit berbeda. Apalagi saat mengingat bagaimana marahnya paman Ron saat melihat ia pulang dengan membawa sebuah pedang kayu ketika ia berumur 6 tahun.
"Lalu kau mau apa?" tanya balik Mira. Ambernya menatap tajam eletric blue milik Lei.
"Jadi tunanganku," sahut Lei enteng.
"Kau gila!" hardik Mira tidak terima. "Aku tidak mau!"
"Hanya sebagai penyamaran selama aku mengantarmu bertemu Kaisar Okazaki. Dia akan melindungimu."
"Apa kau ini salah satu utusannya?" selidik Mira.
"Kau bisa menggangapnya seperti itu," sahut Lei pendek.
Mira pun menatap Lei mulai dari ujung kepala. Ia memiliki warna rambut hitam yang pekat. Kulit wajahnya terkesan putih bersih. Sepasang elektric blue indah menemani hidung bangir yang ia miliki.
Rahang wajahnya terlihat kokoh dan lengkungan bibir yang cukup memesona untuk ukuran seorang pria.
Amber milik Mira terus berjalan turun. Lei terlihat memiliki pundak yang lebar dan proposional tubuhnya terlihat sangat memenuhi kriteria ideal seorang pangeran.
Lei sendiri merasa risih dengan pandangan menilai yang di berikan oleh Mira. Rasanya, seperti sedang di telanjangi.
"Untuk apa aku harus bertemu Kaisar Okazaki?"
Ia tidak percaya dan aneh rasanya. Jika penguasa Aestival ingin bertemu rakyat biasa seperti dirinya.
"Aku tidak tahu," jawab Lei polos
"Lalu bagaimana aku bisa mempercayaimu?"
"Aku tidak punya alasan untuk membuatmu percaya atau tidak. Tapi yang bisa kukatakan bahwa sejak insiden di pasar tempo hari. Kau akan memancing puluhan orang untuk mengejarmu."
Alis Mira semakin bertaut bingung. Memangnya apa yang salah dengan mengancam Nikita dan Tania.
"Mana yang kau miliki memancing para pejuang untuk mendapatkanmu." Lei seolah tahu apa yang ada dalam kepala Mira. "Ingat? Suku uros memiliki garis darah yang istimewa. Para keturunan naga memiliki hal yang tidak di miliki siapapun. Mereka semua akan berlomba-lomba mendapatkanmu."
Mira mundur selangkah untuk sedikit menjauh dari jangkauan Lei. Entah apa yang di katakan pria tersebut benar atau tidak. Mira tidak tahu.
"Apapun itu, aku akan menghadapinya sendiri," ungkap Mira, "lagipula, kekaisaran sedang di ambang kehancuran. Isu politik yang tersebar mengatakan bahwa Kaisar sering kali tidak menjalankan kewajibannya untuk memerintah. Di tambah invasi dari beberapa ras yang berniat melakukan pemberontakan. Sebelum Kaisar seperti dirinya mengkhawatirkan diriku, bukankah seharusnya ia harus khawatir pada kerajaannya?"
Lei tidak menyahut kalimat demi kalimat yang dilayangkan oleh Mira. Eletric blue miliknya justru terarah pada makhluk hijau berukuran raksasa. Ia berdiri tak jauh di belakang Mira dan di salah satu tangannya ia memegang sebuah petungan berduri.
Ketika Mira berbalik untuk melihat apa yang sedang dilihat oleh Lei, seketika saja tubuhnya membeku.
Makhluh hijau dengan sebutan Troll itu menyeringai lebar pada Mira bersama air liur yang menetes jatuh di atas dedaunan hutan.
"Wanita."
_/_/_/____/______
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top