Raya - Tawaran

Chapter 2
Tawaran

Mira terbangun dan ia mendapati paman Ron tengah sibuk mengatur berbagai macam botol berwana-warni di atas meja.

Bagaikan tahu bahwa keponakannya telah bangun. Tanpa berbalik Ia pun berujar, "Alvian datang mengunjungi kita tadi siang. Kubilang untuk menemuimu saat semua pesanan telah siap."

Mira bersedekap. Merenggangkan tubuh dari atas kursi kayu. Lalu berjalan menghampiri sang paman.

"Apa lagi yang ia inginkan? Menambah pesanan?" tanya Mira dengan kesal. Bukankah seharusnya ia bersyukur ada seorang pelanggan di toko mereka?

Paman Ron menghentikan aktifitasnya sebentar. Netranya menatap tajam deretan botol berisi cairan berwarna merah.

"Membawakanmu surat." Mengelurkan sebuah amplop yang terbuat dari kertas perkamen. "Sepertinya penting. Tapi aku tidak akan mengizinkanmu terlibat di dalamnya."

Mira menerima surat dengan stempel gambar seekor rubah. Paman Ron seolah tahu apa isi di dalamnya. Gadis itu membukanya cepat.

Ketika netranya bergerak dari kiri ke kanan. Ia tahu, apa yang dimaksud oleh sang paman.

"Mereka menawarku untuk bergabung di guild. Sebagai seorang penyembuh yang mendampingi healer, paladin dan cleric," jelas Mira.

"Dan aku tidak setuju dengan hal tersebut."

Paman Ron memutar badannya. Berjalan menuju deretan rak-rak kayu yang hampir menjulang mencapai langit-langit ruangan. Lalu membuka sebuah laci yang berisi beberapa helaian daun kering.

"Aku tahu itu," sahut Mira, "apa semua pesanan hampir siap?" Ia mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Karena sudah malam. Aku rasa besok sore semua pesanan telah siap. Tania dan Nikita telah membantu membuat pesanan sisa."

Mendengar dua nama wanita tersebut disebut. Semburat warna merah menjelajahi wajah Mira.

"Apa? Mengapa Paman memanggil mereka?" jelas Mira, ia paling jengah jika berurusan dengan keduanya.

"Aku meminta mereka membuat ramuan mentahnya. Efek sihir tetap diberikan padamu. Paman sudah minta izin pada Alvian. Dan ia setuju, bukannya kau ingin semua ini cepat selesai, sayang?"

Mira mengganguk menyetujui. Ide bagus jika pekerjaan itu dibagi-bagi. Tapi memikirkan bagaimana respon musuh bebuyutannya. Hal itu membuat Mira mendesah pelan.

Toh, demi merayakan hari jadi paman Ron. Terkadang untuk mendapatkan sebuah hal. Ada sesuatu yang harus dikorbankan.

Ketika matahari dan rembulan saling berbagi tugas. Semua pesanan guild kitsune telah selesai dibuat. Seperti yang ia duga. Tania dan Nikita menghampirinya saat ia secara tidak sengaja bertemu keduanya di penjual daging.

"Kalau kau memang tidak bisa membuat permintaan Alvian. Seharusnya kau menolaknya dari awal." Nikita memulai sindiran pedasnya.

"Kau membuat Alvian kita menunggu terlalu lama," imbuh Tania.

Mira mencoba menahan emosinya. Sebuah senyum dipaksanya untuk dua wanita tersebut.

"Terima kasih telah membantu. Aku juga heran. Mengapa Alvian selalu memesan di toko kami. Apa karena ia tertarik padaku?"

Dengan sikap ala seorang aktirs panggung. Mira menghempaskan helaian rambut merahnya di depan Tania dan Nikita. Tentu saja, hal itu semakin memanaskan suasana yang terjadi.

"Ikut aku!" titah Nikita dengan jalan memimpin. Tania memberikan bahasa isyarat pada Mira untuk mengikuti.

Ketiganya tiba di antara lorong-lorong pasar yang sempit. Beberapa perkasas tidak terpakai berjejelan di sepanjang dinding. Jalan di ujung lorong tersebut adalah jalan buntu.

Mira meletakkan keranjang belanjaannya di sisi papan yang tersandar. Begitu pula dengan dua musuh bebuyutannya.

"Jangan berlagak bahwa kau itu menarik," ujar Nikita, "Alvian itu milik putri Annalika. Bersanding denganmu sangatlah tidak cocok."

Tania menyela dengan tawa  cekikikan yang mengejek.

"Itu artinya, kalian berdua pun tidak cocok bersama Alvian," balas Mira dengan datar. Sebenarnya ia malas meladeni amarah mereka. Tapi jika ia tidak membalas. Dua bekicot itu akan terus mengganggunya.

Tania dan Nikita saling melempar pandangan. Mereka sedikit salah tingkat. Walaupun mulut mereka mengatakan setuju jika Alvian bersama putri Annalika. Jauh di dasar hati keduanya— mereka sama sekali tidak setuju.

"Lebih baik kalian mencari pria yang sederajat. Alvian bukan kelas kalian berdua dan walaupun pria itu menyukaiku." Mengibaskan rambut dengan sombong. "Lamarannya akan tetap kutolak.

Detik berikutnya, Mira mendapatkan sebuah tamparan keras yang mendarat di pipi kanannya. Lalu berlanjut di pipi kiri.

Tidak tinggal diam, ia pun membalas perbuatan Nikita dan Tania dengan cara menjambak rambut keduanya.

"Kalian pikir, aku akan takut, huh?" umpat Mira di sela-sela napasnya. Kedua tangan Nikita dan Tania pun balas menjambak rambutnya.

"Hari ini aku akan memberi kalian berdua pelajaran."

Dua lawan satu, secara teknis Mira bakal kalah dan itu benar. Ia kini tersungkur dengan jidat yang mengeluarkan cairan koloid berwarna merah segar.

"Kau!" ujar Nikita dengan kembali menjambak rambut Mira. "Jangan sok jagoan di depan orang banyak. Kau itu aneh dengan rambut merahmu ini!"

Bagi Mira warna rambut merahnya adalah anugerah. Kata paman Ron, orang tua Mira juga memiliki warna rambut yang serupa. Tapi keduanya tewas dalam sebuah pelayaran di negri timur.

Kepala Mira kembali dihempaskan hingga ia kembali membentur sebuah papan. Bibirnya merintih pelan. Rasa sakit luar biasa ia rasakan. Lalu secara tidak sengaja, netra ambernya menatap sebuah pedang dengan bilah yang bergerigi.

Tangan kanan Mira pun terulur untuk mengambilnya. Ketika ia menggengam pedang yang terlihat karatan tersebut. Ia pun bangkit dengan kedua tangan memegang ganggang.

"Berhenti di situ!" kencam Mira pada Nikita dan Tania yang hendak pergi.

Tania memberikan lirikan mata mengejek. Yang mana diangguki Nikita dengan senyum sinis.

Ketika mereka berbalik. Angin berhembus kencang. Rambut Mira berkibar-kibar dengan warna merah yang seolah menyala terang.

Tatapan dari amber milik Mira tiba-tiba terlihat berbeda. Sekeliling Tania dan Nikita pun terasa mencekam. Bahkan seolah ada mana yang memaksa mereka untuk jatuh merosot di atas tanah.

Hawa keberadaan aneh tersebut. Hampir dirasakan semua lapisan penduduk kerajaan Sackan, bahkan Alvian dan para guild-nya.

"Ketua," seru seorang pria pada Alvian.

Alvian memberikan intruksi agar bawahannya itu untuk tetap diam. Alvian perlu merasakan mana berbahaya tersebut untuk mendeteksi dari mana asalnya.

"Kita harus segera ke ibukota. Sesuatu yang berbahaya mengancam kerajaan ini."

Di lain sisi. Wajah Nikita dan Tania berubah menjadi pucat pasi. Mira menyeringai menatap perubahan tersebut.

Pedang diayunkan Mira tinggi-tinggi hampir melewati kepalanya ketika ujung bilah pedang tersebut hampir menyentuh leher Nikita.

Sebulah bilah berwarna hitam pekat— secara mengejutkan menangkis serangan tersebut. Hingga pedang yang dipegang oleh Mira terpental jauh dari tangannya.

Ketika gadis berambut apel itu berbalik, netra ambernya menangkap sepasang sapphire dari seorang pria berambut hitam legam— yang tengah menatapnya dengan sangar.

Dan saat itu juga, hawa mencekam di sekitar kerajaan Sackan mendadak menghilang tanpa bekas.

__/_/____/______///

Bersambung...

Lee Kyung As Mira
Si gadis Apel


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top