Erfan - Red Dragon

Chapter 11
Red Dragon

"Makan malam."

Wanita itu menyeringai sembari menjilat bibir atasnya. Ia lalu kembali melirik remaja laki-laki yang tengah menatap Lei dan Mira.

"Saka!" Ia berteriak. "Apa yang kau lakukan? Cepat tangkap mereka!"

Remaja laki-laki bernama Saka tersebut tidak bergeming dari tempatnya. Tatapannya masih lurus ke arah elektric blue milik Lei. Ia mengerjab sebentar dan akhirnya melirik ke arah wanita bergaun hitam.

"Aku tidak ingin bersamamu lagi!" Menatap balik pada Lei. "Tolong bebaskan aku dari ibuku. Kumohon, aku akan membayar berapa pun yang kau minta."

Mira dan Lei saling melemparkan pandangan. Tak tahu harus bersikap apa.

"Kumohon," desak Saka kembali. Ia memilih berdiri rapat di sisi Lei yang masih memeluk Mira.

"Saka! Apa kau ingin jadi anak pembakang?" Ibunya berteriak kencang. "Kembali ke sini! Atau aku akan menghukummu!"

"Aku tidak mau!" tolak Saga tegas. "Sudah cukup aku mengikutimu ibu. Aku tidak ingin menjadi seperti dirimu."

Sebagai seorang ibu, Renia tidak akan melepaskan putra kesayangannya itu. Ia pun lantas memerintahkan bala tentara mayat hidup untuk segera menangkap kembali Saka.

"Apa jawabanmu?" tanya Lei pada Mira. "Apa kau ingin menolong anak ini? Atau kau ingin aku membunuh mereka semua?"

"Selamatkan dia!" tegas Mira.

Sedetik kemudian, Lei melesat cepat ke arah barikade mayat hidup. Gerakannya dalam menebas bagaikan hembusan angin yang bergerak dengan lugas.

Hujan masih mengguyur hutan. Tapi itu tidak membuat gerakan Lei terhambat. Beberapa bagian tubuh tercerai-berai di segala sisi.

Pasukan orang mati tersebut terus- menerus menyerang Lei. Setiap mayat yang telah ditebas. Perlahan-lahan akan menghilang dalam partikel-partikel kecil seperti debu.

Renia tercengang ketika melihat bastard sword milik Lei menghabisi sebagian pasukan yang ia bawa. Matanya menilik tajam pada bilah berwarna hitam pekat tersebut.

Hingga akhirnya, seluruh mayat hidup yang dibawa Reina habis dalam sekejap. Wanita itu menggeram dengan kesal. Baru kali ini, ia menemui pemuda yang dapat menghancurkan semua mayat hidup dalam sekejap. Di tambah, pedang tersebut mencegah mereka untuk bangkit kembali.

"Menarik." Reina tersenyum tipis. "Apa itu pedang kematian? Semua yang tertebas akan hilang tanpa jejak."

Lei tidak menyahut. Ia memilih membiarkan bastard sword tertimpa air hujan. Bau busuk yang semula menyerebak, kini telah hilang dalam guyuran hujan.

"Sepertinya, kau seseorang yang istimewa." Menelengkan kepala pada Lei. "Wajahmu cukup, oke. Aku suka."

Mira merasa jijik pada Reina. Bisa-bisanya wanita tersebut menggoda Lei. Bahkan di depan anaknya sendiri.

"Saka!" Reina melirik ke arah sang putra. "Sudah cukup main-mainnya. Kau membuat semua boneka ibu hilang. Kau harus membantuku mencari boneka baru."

"Aku tidak mau!" Saka benar-benar memegang pendiriannya. "Aku sudah muak denganmu ibu. Kau terus membunuh orang tidak bersalah. Itu bukan pekerjaan yang mulia."

Air muka Reina terlihat memerah.

"Saka!"

Asap hitam keluar dari telapak tangannya dan itu mengarah lurus ke arah Lei, lalu memutar dan mengintari Mira bersama Saka.

Guntur semakin menggelagar dengan kencang. Lalu sebuah batang pohon tiba-tiba tersambar petir dan roboh di belakang mereka. Setelah itu, kabut hitam tiba-tiba membentuk garis lurus yang memisahkan Lei dan Mira.

"Jangan pikir. Kau bisa menghabisiku seperti kau melenyapkan semua pasukanku." Menyeringai menatap Lei.

Mira dan Saka tiba-tiba ambruk di atas lumpur. Mereka sama-sama meremas kaos pakaian masing-masing dengan rasa tersiksa.

"Ke ... kuatan ibu," tukas Saka susah payah. "Ia akan ... mengambil ... e ... nergi kehidupan seseorang. Mana hitam ini ... seperti racun."

Mira terus terbatuk-batuk. Rasanya seperti dicekik dan di saat bersamaan dadanya seperti ditekan secara terus-menerus.

Reina tertawa melihat wajah lawannya yang bertambah pucat.

"Aku akan membiarkanmu untuk tetap hidup." Ia berujar pada Lei. "Kau terlalu tampan untuk menjadi mayat hidup."

Lei tidak menunjukkan ekspresi apapun. Mira merasa kesal, karena Lei tidak bersikap akan menolongnya bersama Saka. Rasa nyeri luar biasa itu semakin terasa menyiksakan.

"Penawar," lirih Mira pada Saka. "Apa kau ... pernah mencobanya?"

Saka menggeleng pelan. Dalam ilmu pharmagician yang ia pelajari. Penawar yang harus digunakan dalam situasi seperti ini adalah menangkisnya dengan membuat tameng dari mana yang di miliki.

Ramuan atau potion sama sekali tidak berguna. Mira teringat akan pesan Bik Pati padanya. Membangunkan naga dalam dirinya? Mira tersenyum getir.

Mungkin, ia harus mandiri. Tidak selamanya ia harus bergantung pada Lei. Ia memejamkan mata. Mencoba mengenali aliran mana yang berpendar dalam darah.

Pikirannya semakin jauh dan terus jauh menuju alam sadarnya. Awalnya semua gelap. Lalu perlahan ia melihat seekor naga merah tengah tertidur di hadapannya.

Naga tersebut memiliki ukuran berkali-kali lipat dari tubuh manusia. Sisik merah berkilau, raut wajahnya terlihat garang dan cakar pada kuku seolah mampu merobek apapun dengan mudah.

"Halo," sapa Mira hati-hati. Suaranya terdengar menggema. Naga tersebut masih tetap tertidur.

"Apa kau bisa membantuku?" Tidak ada respon.

Mira mencoba mendekat. Ia perlahan merasa penasaran untuk merasakan bagaimana menyentuh makhluk legendaris tersebut. Dan dengan penuh kehati-hatian. Tangan kanannya terulur- bersamaan dengan itu, sepasang mata terbuka secara tiba-tiba.

Kesadaran Mira kembali, deru napasnya terasa memburu. Lei tersenyum tipis melihat mana berwarna merah berpendar mengitari tubuh Mira dalam derai air hujan. Rasanya seperti terlepas dari jeratan.

Ia pun melirik ke arah Lei yang kini tersenyum tipis padanya dan tanpa sadar Mira pun membalas senyum itu.

BRAKK

Sesuatu tanpa wujud melesat ke arah Mira secara tiba-tiba, lalu memojokkan dirinya tinggi-tinggi ke atas batang pohon. Jeratan hitam kembali mengekang tangan serta kakinya.

"Ibu!" Saka berteriak kencang. Rasanya sang ibunda belum ingin mengangkat bendera putih.

Lalu satu tangan Reina mengarah pada Lei. Tapi dalam satu kali tebasan, asap hitam yang semula ingin menyerang Lei terbias dan hilang dalam kegelapan malam oleh bastard sword.

Petir kembali menggelegar dan angin bercampur hujan kembali menggoyang dedaunan dengan beringas.

"Sarlon!" Teriakan Reina menggema. Lalu dalam lapisan lumpur perlahan-lahan muncul sesosok tengkorak berpakaian baju Jirah karatan. Kedua tangannya tengah memegang pedang yang ganggangnya telah karatan.

Namun, kendati demikian. Bilahnya dialiri mana berwarna hitam pekat. Lei menilik tajam pada tipe pedang tersebut. Tipe silver rapier. Pedang khas para bangsawan dan hal itu telah mengidentifikasi bahwa tengkorak tersebut dahulunya adalah seorang kesatria kerajaan.

"Sarlon!! Bunuh wanita itu dan bawa kembali putraku!"

Mira meringis kesal. Bisa-bisanya hanya ia yang dijadikan target pembunuhan. Padahal Lei bersamanya, tapi wanita itu lebih memilih untuk menghabisinya saja.

"Sial!" Mira mengumpat kesal. Ia tak memiliki apapun untuk di jadikan senjata.

"Sarlon?" Lei menyeringai saat menyebut nama itu.

Tengkorak bernama Sarlon menatap Lei dengan bola mata berwarna merah terang.

"Apa kau ingin mati untuk yang kedua kali?" Lei berujar meremehkan lalu maju menerjang Sarlon yang sudah lebih dulu mengayunkan silver rapier untuk membunuh Mira.

_/_/__/_____

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top