Ecalion - Penginapan

Chapter 13
Penginapan

Entah bagaimana jadinya, Saka kini bergabung bersama Lei dan Mira. Mereka telah berjalan jauh meninggalkan keberadaan Reina yang kondisinya cukup mengenaskan.

Semakin jauh dari Reina, hujan perlahan mereda dan menghilang. Ketiganya benar-benar basah kuyup dan kotor. Mereka harus segera mencari tempat tinggal atau jika tidak semua orang akan terkena demam keesokan harinya.

"Jika kita berjalan beberapa meter lagi. Kita akan menemukan sebuah pemukiman kecil," celutuk Saka yang duduk di belakang Mira.

Mira pun menoleh pada Lei yang berjalan di sisi mereka. Ia terus berjalan dalam diam. Seolah memang ia tidak mendengarkan apapun.

"Lei," panggil Mira. "Apa kau mendengarnya? Saka bilang kita akan menemukan sebuah pemukiman di depan sana. Oh, ya." Berbalik menatap Saka. "Apa kau baik-baik saja? Ibumu mungkin akan mencarimu nanti."

Saka tersenyum tipis.

"Tidak jadi masalah. Saat kami bertemu kembali, aku sudah menjadi lebih kuat," ujar Saka. "Kebetulan, kami memang ingin pergi ke desa itu. Ibu ingin pergi menemui seseorang."

Benar saja, dari jauh mereka melihat cahaya kejinggaan yang menari-nari dalam kegelapan malam.

Cahaya tersebut semakin terlihat jelas saat mereka berjalan mendekat dan tiba di depan sebuah jembatan berbatu yang di hiasi nyala obor di kedua sisinya.

Rumah-rumah bertulang kayu nampak di sebrang jembatan. Saka melompat turun dari punggung Cloudy untuk melihat lebih dekat.

"Benarkan kataku?" Menoleh menatap Lei. "Mungkin ada penginapan yang masih buka."

Saka pun berjalan memimpin. Mira dan Lei memperhatikannya berjalan menjauh.

"Apa kita perlu mencari tabib lagi?" tanya Lei tanpa berpaling pada Mira.

"Tidak perlu. Aku akan melakukannya sendiri. Ngomong-ngomong, apa kau tahu nama tempat ini?"

Seperti biasa, Lei tidak menjawab pertanyaan Mira. Ia memilih menaiki Cloudy dan membuatnya berjalan melewati jembatan batu. Air sungai yang mengalir di bawahnya terlihat jernih.

Pemukiman itu nampak sunyi. Beberapa pintu dan jendela telah tertutup. Namun dari kejauhan, beberapa keramaian nampak di depan mereka.

Lei dan Mira melihat, bagaimana Saka berlari pada sebuah bangunan bertingkat dua dan masuk ke dalamnya. Di atas pintu, terdapat sebuah papan nama bertuliskan Penginapan Firiwage.

Beberapa jendela di penginapan terlihat menyala terang. Di lain sisi, beberapa pemabuk tengah nongkrong bersama mengelilingi sebuah api kecil.

"Aku ingin mandi," tukas Mira. Saat Lei melompat turun dari punggung Cloudy.

"Terus?" tanya Lei tak paham. "Kau ingin aku memandikanmu?"

"Ck, dasar bodoh. Bukan itu," protes Mira. "Bayarkan layanan kamar untuk itu juga. Bukankah kau pernah mengatakan bahwa kau tidak menyukai gadis yang tidak bersih?"

Lei hanya bergumam kecil. Lalu mendadak Saka berlari keluar dari dalam penginapan dengan senyum yang mengembang lebar.

"Aku sudah pesan dua kamar," ujarnya riang.

"Apa?" tukas Lei dengan terkejut.

"Satu kamar untuk kalian berdua dan satu kamar untukku. Tapi aku tidak punya uang untuk membayar."

"Berapa umurmu?" tanya Lei lagi.

"12 tahun."

Sebuah jitakan mendarat di pucuk kepala Saka dengan keras. Remaja laki-laki itu menjerit seketika.

"Kau harus tahu cara menghargai orang yang lebih tua," jelas Lei, "aku 1000 tahun lebih tua darimu. Dan aku tidak pernah mengatakan bahwa kau boleh ikut dengan kami."

Saka masih meringgis kesakitan. Ia melirik pada Mira lalu kembali menatap pada Lei.

"Kalian berdua belum mengenalkan nama kalian padaku. Apa aku harus memanggil dengan sebutan Paman dan Bibi?"

"Namaku Mira dan pria itu bernama Lei." Mira menjelaskannya. "Kau cukup panggil kami dengan sebutan kakak."

"Terima kasih Kak Mira dan Kak Lei," ucap Saka dengan penuh rasa terima kasih. "Jadi ... Kak Lei yang akan bayar uang sewanya, 'kan?"

Lei hanya memilih memutar mata dengan rasa malas. Selanjutnya yang terjadi adalah justru Mira yang mendapatkan sebuah kamar untuk dirinya sendiri, sedangkan Lei dan Saka berada pada kamar yang sama.

Dengan sedikit tertatih, Mira berjalan menuju kasur penginapan. Rambut merahnya basah terkulai. Ia pun telah berganti pakaian dengan tunik yang bersih. Lei dengan kebaikan hati telah membayar semua fasilitas yang di minta Mira dan Saka.

Sembari mengeringkan rambut menggunakan handuk kering. Amber milik Mira terus tertuju pada pergelangan kakinya yang terluka.

Ia lalu membuka telapak tangannya. Ingatannya kembali tergiang dengan apa yang di ucapkan Bik Pati sebelumnya. Mira lalu kembali memejamkan mata dan ia mendapatkan dirinya berada di sebuah tempat yang sangat asing.

Sekeliling Mira hanya diliputi kegelapan. Namun kendati demikian, keberadaan kadal raksasa berwarna merah jelas terlihat di pelupuk matanya.

Naga tersebut mendengus kasar dalam membalas amber milik Mira.

"Apakah kau ada dalam diriku?" Pertanyaan Mira menggema di sekeliling mereka.

"Apa yang kau butuhkan?" Sang naga membalas pertanyaan Mira dengan suara berat yang bergetar.

"Aku pikir ini mimpi. Tidak ... rasanya sulit percaya bahwa aku adalah keturunan uros. Semuanya terlalu tiba-tiba."

Sang naga dengan setia mendengarkan keluh kesah Mira.

"Aku perlu mengetahui jati diriku yang sebenarnya." Mira kembali berujar. "Tapi aku butuh bantuanmu untuk membantuku dalam pengendalian energi mana."

Naga merah lalu mengangkat kepalanya tinggi-tinggi. Sekarang, ia malah terlihat semakin bertambah besar.

"Lakukan saja. Tak ada yang mengekang kekuatanmu. Kau adalah aku. Dan aku adalah kau."

Alis Mira bertaut bingung.

"Aku tidak mengerti."

"Manusia kadang sulit memahami ilmu pengetahuan yang di miliki para naga. Jadi itu bukan hal baru bagiku." Naga tersebut kembali berbaring di antara cakarnya.

"Apakah kami spesial?" tanya Mira kembali. "Dan apakah kau memiliki nama?"

"Akai. Panggil saja seperti itu. Jangan tanya padaku tentang jati diri manusia. Setiap manusia harus mencari jati dirinya sendiri."

Kelopak Akai tertutup dan di saat yang bersamaan Mira membuka kelopak matanya sendiri.

Dadanya turun naik dan napasnya tersengal-sengal. Seakan ia baru saja berlari dengan sangat kuat.

Ketika Mira mencoba memfokuskan diri untuk mengaliri mana dalam telapak tangannya. Cahaya merah terang berpendar di atasnya. Cahayanya mirip dengan apa yang terjadi pada telapak tangan Bik Pati.

Mira kemudian menggenggam pergelangan kakinya yang terkilir. Sensasi dingin nan menyejukkan terasa di permukaan epidermis kulit. Dan detik berikutnya, terkilir di kaki Mira menghilang dalam sekejap.

"Ough." Mira cukup terkejut dengan kemampuan baru yang ia dapatkan.

Ia pun mencoba untuk berdiri dan berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Gadis berambut apel itu pun cukup tercengang. Pergelangan kakinya kembali normal dan nampak baik-baik saja.

Sementara itu, Saka menatap tidak suka pada Lei yang kini berdiri dengan berbalut handuk di pinggang.

"Dragon Death. Bagaimana kau mendapatkannya?" Rupanya Saka masih penasaran dengan nama pedang milik Lei. Jenis pedangnya adalah bastard sword. Tetapi ia memiliki tipe pedang bernama Dragon Death.

"Itu bukan urusan bocah." Lei menghempaskan diri duduk di tepi pembaringan.

"Aku tahu banyak tentang pedang dan ilmu pengetahuan Aestival," tukas  Saka dengan berbangga diri.

"Siapa?" tanya Lei

"Aku," jawab Saka

"Yang bertanya?" lanjut Lei dengan datar.

"Ck. Kakak ini menyebalkan sekali. Aku serius." Saka beranjak dari sisi tepi pembaringan dan merangkak ke tempat Lei.

"Kenapa kalian tidak tidur bersama? Bukankah kalian sepasang kekasih? Bukankah pria dan wanita menyukai tidur bersama?"

Lei beranggapan bahwa Mira telah mengajak seekor beo dalam perjalanan mereka. Saka terlalu berisik dan mengganggu. Ia tidak yakin mampu bertahan dengan remaja seperti Saka beberapa hari ke depan.

"Lebih baik kau tidur," tukas Lei dengan malas. Lalu tiba-tiba ia teringat sesuatu dan berpaling menatap Saka dengan mimik wajah serius.

Saka sendiri cukup terkejut mendapati electrik blue Lei yang menatapnya seperti itu.

"Apa yang ibumu cari di desa Firiwage?" tanya Lei, "Apa kalian ingin mencari pasukan mayat hidup lagi?"

Saka menggeleng pelan.

"Aku tidak tahu. Tapi pasukan itu bukan milik Ibu. Ia tengah memberikannya pada seseorang. Ada seorang pria yang meminta prajurit mayat hidup. Lagi pula, itu bisnis yang di miliki ibu sebagai seorang Necromancer."

Lei cukup terkejut mendengar penuturan Saka.

"Apa kau tahu nama pembelinya?" Saka kembali menggeleng.

"Mereka hanya memilih tempat ini untuk bertransaksi."

Lei kembali termenung. Terlihat seperti ia tengah memikirkan sesuatu. Lalu ia kembali menatap Saka. Tapi sebelum ia berujar. Saka mendahului.

"Aku memang seorang Necromancer. Tapi aku ingin menjadi seorang Assasint."

_//_/_______

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top