♡ Prolog ♡
🌻🌻
♡♡--------------------------------
the sky is very vast, but there's no room for error
--------------------------------♡♡
🌻🌻
Berbicara tentang seberapa luas angkasa tidak akan mungkin bisa terukur oleh otak manusia. Bagaimana dulu Allah menciptakan semuanya dan mempersiapkan dengan segala isinya untuk tunduk dibawah kuasanya. Tidak satupun manusia di dunia yang bisa mengukurnya.
Yakin bahwa pilihan untuk bisa menjelajah angkasa adalah suatu tugas mulia, mencoba peruntungan memperoleh rezeki di udara bersama burung besi yang akan diterbangkannya ke seluruh belahan dunia.
Perasaan bahagia dan juga sedih yang akhirnya datang secara bersamaan. Memiliki postur tubuh yang begitu ideal sebagai laki-laki dan otak yang cemerlang membuatnya bisa diterima sebagai salah satu taruna di sebuah sekolah penerbangan di Indonesia.
Satria Hamizan, putra pertama Abdullah Azhar dan Renata Athira kini sedang mempersiapkan dirinya untuk bisa ditempa di kawah candra dimuka untuk bisa mendapatkan lisensi penerbangan dan mengemudikan berbagai tipe pesawat nantinya.
"Delapan bulan itu waktu yang singkat dan bisa jadi lama. Harus bisa mempersiapkan diri dengan segala kemungkinannya. Abi tidak ingin sekolah ini hanya untuk gaya-gayaan pamer kepada teman-temanmu." Pesan seorang ayah untuk putranya yang akan meninggalkan keluarga demi meraih masa depan.
Azhar tidak pernah memberikan paksaan kepada putra-putrinya untuk memilih di jalur yang sama dengannya. Meskipun diketahui bahwa perusahaan miliknya dan juga perusahaan keluarga istrinya sangat membutuhkan tangan-tangan kekar yang bisa menjadi driver untuk melanjutkan usaha yang telah dibangun. Namun Satria, putranya mengungkapkan bahwa dia lebih tertarik menjadi seorang sopir pesawat alias pilot.
"Hei, harusnya senang. Mengapa justru cemberut seperti ini?" tanya Azhar.
"Ini pertama kalinya aku pergi jauh dari kalian. Delapan bulan berada di Jakarta sepertinya akan menjadi waktu yang sangat lama." Satria memainkan jemari tangannya ketika menjawab pertanyaan abinya, enggan menatap kedua mata abinya yang membuatnya semakin berat untuk meninggalkan mereka.
Hal lain yang justru membuatnya bersedih adalah karena jarak dan mungkin waktu yang membuatnya akan jarang bisa memperhatikan orang-orang yang dia cintai.
"Aku ke rumah pakdhe dulu, Bi." Satria pamit hendak ke rumah Hauzan kepada papanya.
"Bawa mobil saja." Azhar tahu jika putranya jarang sekali memakai mobil jika keluar. Lebih memilih menggunakan motor 250 cc miliknya, namun hal lain yang diketahui semuanya bahwa ketika Satria pamit ke rumah pakdhe Hauzan pasti dia akan mengajak jalan-jalan sepupunya
"Siap."
Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama. Keluarga mereka masih selalu berkomunikasi terlebih setelah Agus Rahman bisa menerima kehadiran Ainuha dan Saba sebagai bagian dari keluarga besar mereka. Tidak ada pembeda lagi yang membuat mereka harus terpisah. Demikian juga hubungan dengan para cucu, baik Satria, Saba, Afdhal, Hilya dan Hadziqa Numa tetap rukun dan kompak meski kelimanya selalu diingatkan bagaimana batas antara saudara kandung dan saudara sepupu.
Saba juga masih seperti dulu, melukis adalah menjadi kesehariannya. Masih suka join di event nasional, beberapa kali diundang sebagai tamu kehormatan kepresidenan sebagai orang berkebutuhan khusus yang bisa berjuang untuk membuat bangga Indonesia. Dan kanal youtube yang membuatnya terkenal karena membagikan beberapa metode menggambar kepada anak-anak.
Seringkali diundang ke berbagai TK untuk memberikan contoh. Sayangnya Saba tetaplah Saba yang tidak bisa dipaksa dan sulit diarahkan jika tidak sesuai dengan harapan dan keinginannya. Saba yang kini tumbuh sebagai seorang gadis dewasa. Saba yang sudah memiliki mata berbinar kala sorot matanya menangkap sesuatu yang meningkatkan hormon estrogennya. Ya, Saba dengan semua keunikan yang selalu membuat keluarga selalu mencintainya.
Gadis itu bisa melakukan hal-hal sederhana namun harus diarahkan dan diberikan contoh terlebih dulu.
"Poppa, Satya kemari." Meski sudah tidak lagi susah bicara seperti kecilnya dulu, Saba lebih senang memanggil Satria dengan panggilan Satya.
Satria memilih masuk ke rumah dan menemui pakdhe, budhe dan kakaknya yang lain. Namun tidak lama dari itu setelah Hauzan dan Ainuha kembali menyelesaikan aktivitasnya di kala weekend seperti ini Satria akhirnya mengajak Saba untuk berbicara di teras depan rumah.
"Kak, aku akan ke Jakarta." Saba tentu saja senang. Mendengar kata Jakarta pasti sepupunya ini akan kembali dan membawakan oleh-oleh yang banyak seperti biasanya.
Satria hanya bisa memandang kakaknya sekilas. Senyum yang dirasanya begitu tulus. Senyum yang membuat Satria tidak ingin meninggalkan sepupunya itu terlalu jauh. Namun kala sebuah hal bernama cita-cita memanggil, mau tidak mau, suka tidak suka, Satria harus meninggalkan Saba untuk beberapa waktu.
"Aku akan sekolah di Jakarta." Mendengar kata sekolah di Jakarta membuat senyum Saba yang tadinya sangat lebar seketika langsung menguap ke udara. Bibir itu kembali datar hingga cenderung melengkung ke bawah bisa jadi karena sedih ataupun karena marah.
Satria cukup melihat perubahan itu, dan itulah alasan lain yang membuatnya enggan untuk pergi. Karena senyum Saba akan hilang, ceria Saba akan menguap, dan suara nyaring yang selama ini mengenalkan Satria akan rasa rindu tiba-tiba lenyap.
Saba masuk ke rumah dan meninggalkan Satria sendiri di teras. Entah apa yang dilakukan sepupunya. Namun tidak lama kemudian Hauzan mendatanginya kemudian mengajaknya bicara.
"Jadi__?" Hauzan menggantung kata tanya kepada Satria.
"Satria ingin pamit pada Pakdhe dan Budhe, juga kepada kakak-kakak bahwa besok Satria harus terbang ke Jakarta. Masuk asrama, minggu depan sudah mulai sekolahnya."
Hauzan tersenyum lalu menepuk bangga keponakannya. Sedari masuk sekolah lanjutan atas, Satria memang sudah menunjukkan ketertarikannya terhadap burung besi yang dengan gagahnya bisa menjadi bintang di angkasa. Menyatukan belahan bumi dengan tanpa jarak karena kapanpun dan dimanapun sudah mulai bisa diakses melalui perjalanan udara.
"Pakdhe bangga kepadamu, Sat."
"Terimakasih Pakdhe."
"Kamu sudah bilang kepada Kak Saba?"
"Sudah, tapi Kak Saba__" Hauzan kemudian mengerti apa yang membuat putrinya masuk kamar dengan air mata menggenang di pelupuk matanya.
"Nanti Pakdhe jelaskan kepada kakakmu. Lalu apa yang akan kamu lakukan ke depan?"
Satria kemudian menceritakan bagaimana keinginannya setelah berhasil mendapatkan lisensi penerbangan. Tentunya sebagai manusia dia tidak hanya ingin bisa terbang dengan pesawat kecil seperti cessna, Satria tentu ingin bisa mengemudikan pesawat besar mulai dari ATR, Boeing, maupun Airbus dengan berbagai tipe.
"Orang tuamu menggantungkan harapan yang besar untuk masa depanmu. Jika memang ini adalah jalan yang memang harus kamu tempuh ya lakukan dengan sebaik mungkin. Jangan pernah membuat mereka tidak bangga telah memilikimu di dunia ini." Hauzan memberikan pesannya.
"Tentu Pakdhe, inshaallah Satria akan selalu ingat pesan Pakdhe Zan."
Dan setelah itu Satria meminta izin untuk bertemu Saba kembali sebelum dia harus pulang karena besok akan berangkat ke Bandara dan dia harus menyelesaikan packing kebutuhannya hari ini.
Hauzan berdiri di belakang Satria saat keponakannya itu mengetuk pintu saudara sepupunya.
"Kak, bisa keluar sebentar?" suasana masih hening tanpa sebuah jawaban dan kembali tangan Satria mengetuk pintu kamar Saba yang terkunci dari dalam.
"Kak__"
"Pergi__kamu memang ingin jauh dari aku kan?" Satria berpaling menatap Hauzan yang ada di belakangnya. Sepertinya memang Saba sedang dalam mode merajuk yang jika segera diuruskan akan berakibat fatal. Namun sepertinya Hauzan memberikan isyarat kepada Satria untuk mengikuti perintah Saba.
"Pulanglah Sat."
"Tapi Pakdhe, itu Kak Saba?"
"Serahkan kepada Pakdhe. Mungkin dia terlalu shock mengetahui kabar bahwa kamu akan pergi jauh dalam waktu yang lama."
Hauzan memberikan pengertian, namun sepertinya Satria enggan untuk beranjak. Setelah ini mungkin tak akan banyak waktu lagi baginya bisa berbagi tawa dengan Saba seperti yang sebelumnya selalu dilakukan. Setelah ini mungkin akan sangat sulit berkomunikasi karena Satria harus benar-benar fokus dengan sekolahnya.
"Kak, aku pulang ya? Tapi sebelum itu aku ingin Kak Saba keluar dari kamar, sebentar saja." Satria memilih untuk mengabaikan perintah Hauzan dan memilih tetap berdiri sambil menunggu Saba keluar.
"Kak, ayo keluar. Ngapain sendirian di dalam kamar? Ini semua juga lagi berkumpul loh, Poppa tidak pernah mengajari seperti ini kepada Kak Saba."
1 menit
2 menit
3 menit
Hingga lima menit yang lalu Saba belum bersedia membukakan pintu hingga di menit kelima terdengar suara anak kunci berputar dan tak lama setelahnya sosok Saba terlihat dibalik pintu dengan mata sembab.
"Kak__"
"Kakak__"
"Saba__" suara Satria, Hauzan, dan Ainuha secara bersama memanggil Saba dengan versi mereka masing-masing.
Satria memandang Hauzan dan setelah pakdhenya menganggukkan kepala barulah Satria bersuara. "Kak, maaf." Saba enggan melihat manik mata milik Satria. Dia keluar kamar dan hanya melewati Satria menuju ke dapur.
Ainuha yang memahami bagaimana cara menenangkan putrinya segera menahan langkah Satria mengikuti Saba.
"Tunggu di sini, biar Budhe yang memberikan penjelasan." Ainuha memilih untuk menyusul Saba ke dapur.
"Kak, kenapa Kakak menangis?" Saba menggeleng sambil menikmati air mineral yang kini tengah diteguknya. "Satria akan sekolah Kak, bukan untuk bermain atau jalan-jalan. Sekolah itu nantinya untuk dia bekerja. Coba Kak Saba bayangkan jika Satria telah berhasil menjadi pilot, nanti Kak Saba akan diajak keliling dunia. Pesawatnya dikemudikan oleh Satria."
Saba mencerna kalimat panjang yang disampaikan Ainuha. Tak seberapa lama kemudian bibirnya ikut bersuara untuk memberikan reaksi atas penyataan yang diberikan oleh mommanya. "Pilot?"
"Iya pilot, sopirnya pesawat terbang."
"Keliling dunia?"
Ada senyum yang memberikan arti ganda, setidaknya Saba telihat jengah dan juga bahagia. "Satria menunggumu, ayo momma antar. Dia hanya ingin menjelaskan kepada Kakak alasannya mengapa harus meninggalkan Kak Saba ke Jakarta."
Ainuha berhasil membujuk Saba untuk bisa bergabung dengan poppa dan juga Satria. Seorang ibu pastinya akan melakukan hal yang sama manakala mereka melihat anaknya merajuk karena suatu hal yang membuatnya tidak suka.
"Kak, benar aku akan pergi ke Jakarta untuk sekolah penerbangan," Satria memulai percakapannya dengan Saba. "Hanya setahun." Satria menambahkan dengan penuh tekanan. Sementara Saba memainkan jarinya untuk mulai menghitung lalu menggelengkan kepalanya.
"Kita bisa keliling dunia setelahnya. Kalau Kak Saba ingin melukis di tempat yang bagus-bagus di belahan dunia, aku janji untuk mengantarnya." Mendengar kata menggambar atau melukis tentu saja Saba terlihat kembali bersemangat. Sepertinya dia mulai tertarik dengan janji yang Satria ucapkan.
"Kak Saba bisa pergi ke Paris, Nederland ataupun kemana saja yang ingin Kak Saba kunjungi. Aku janji akan mengantarnya."
"Tuh benar kata Satria, Kak." Hauzan menambahkan supaya Saba bisa menyetujui Satria yang dianggapnya sebagai super hero berada jauh dari dirinya.
"Satu tahun." Saba memberikan pernyataan.
"Iya satu tahun, aku janji akan pulang setelah itu."
Saba tidak pernah tahu seperti apa sekolah penerbangan itu. Bagaimana nantinya setelah Satria menyelesaikan pendidikannya. Yang Saba mengerti adalah setelah satu tahun mereka akan bisa saling berdekatan dan kembali seperti saat ini.
Saba tidak pernah mengerti seperti apa nantinya dunia kerja yang dipilih oleh Satria, yang dia ketahui hanyalah janji bahwa Satria akan mengantarkannya keliling dunia untuk bisa melukis sesuatu yang indah.
Satria kemudian benar-benar pulang ke rumahnya setelah Saba mengatakan dia akan menunggu sampai Satria pulang.
Satu tahun akan berjalan, mungkin Saba akan mengetahui beberapa hal kedepan seiring waktu mulai bermain dengan rasa yang bercokol di dalam hati manusia. Entah itu karena angin atau justru pergantian musim, yang jelas Saba hanya ingin selalu bersama dengan super heronya sampai waktu tidak lagi bersahabat dengan mereka berdua.
🌻🌻
Sepasang Sepatu sesion 2?
Hahahaha, Ada Saba, Satria, Afdhal, Hilya, dan Numa
Yes --- ditunggu updatenya
jika dan hanya jika, ada yang menginginkan ceritanya dan banyak koment serta bintangnya memenuhi untuk di update cerita mereka...
chao chao chao
Salam merindu,
Emaknya Hawwaiz
Blitar, 14 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top