Chapter 8 : Penyerangan (Part 2)

"Ini... mayat?"

Ryota terkejut begitu melihat pemandangan yang begitu sadis di dojo Homura. Mayat-mayat terbaring lemas di tanah dengan darah yang masih bisa dilihat dengan jelas. Semua penghuni dojo-- tidak terkecuali anak-anak dan lansia, semuanya terbunuh. Mayat-mayatnya masih terlihat segar seakan baru saja dibunuh.  Dan yang lebih aneh lagi, semua itu terselimuti es. 

"Ini, dojo Homura?"

Ryota dengan perlahan memasuki dojo itu. Mulutnya mulai mengeluarkan asap putih dikarenakan dinginnya udara di dalam dojo Homura.

"Es ini.. Akira.. Apa berarti Akira yang membunuh mereka semua?"

Ryota berlutut, lalu menyentuh es yang menyelimuti tanah.

"Homura..."

Ryota berdiri lalu mulai mencari Homura kembali. Ia memasuki dojo semakin dalam. Terdapat banyak ruangan, tapi hanya beberapa yang terbuka.

"Fuuh, dingin sekali. Seharusnya tadi aku membawa jaket."

Ryota menggosokkan kedua telapak tangannya. Ia lalu melihat sebuah ruangan yang terbuka. Tidak dapat menahan rasa penasarannya, Ryota memasuki ruangan tersebut. Di dalamnya, terdapat futon--kasur jepang yang sudah terlipat rapih, sebuah meja kecil, dan  barang-barang lainnya seperti kamar tradisional Jepang pada umumnya.

Di meja, terdapat dua buah bingkai foto. Yang satu masih berdiri dengan foto dua anak perempuan yang sedang berpose ria dengan baju yang basah kuyup di sungai. Yang satunya lagi, sebuah foto keluarga berbingkai yang tergeletak di meja. Oh, dan ada satu lagi-- di lantai, sepertinya terjatuh. Foto sebuah anak laki-laki yang sedang mengacak-acak rambut anak perempuan di depannya.

"Anak perempuan ini, rambut coklat kemerahan.. Homura? Anak perempuan yang satunya lagi..?"

Ryota memperhatikan foto pertama.

"Rambut coklat yang acak-acak begitu... Akira, ya? Pasti."

Ryota lanjut melihat foto yang lain.

"Ini Homura dan.. laki-laki itu...-- Immortui?!"

Ryota langsung bangkit dan berlari mencari Homura. Ia sampai di halaman belakang dojo. Dari kejauhan, terlihat rambut coklat kemerahan Homura dan seorang lelaki--Immortui.

"Homura! Menjauhlah darinya!"

Seru Ryota sembari memasang kuda-kuda menyerang.

"Ryota..! Apa yang kau lakukan disini?"

Tanya Homura sedikit terkejut dengan kedatangan Ryota.

"Itu masalah nanti. Menjauhlah terlebih dahulu dari lelaki itu, Homura!"

Seru Ryota lagi. Homura mengernyit sembari menundukkan kepalanya.

"Itu tidak bisa, Ryota."

Ryota terkejut dengan perkataan Homura.

"Kenapa? Homura, dia Immortui dari PPE!"

"Tentu saja tidak bisa, karena Immortui adalah kakakku."

"A ... apa?"

"Maaf, Ryota. Lupakan saja soal aku dan Akira."

"Apa maksudmu?!"

"Pembunuh seperti kami ternyata mau bagaimana pun tidak akan bisa menjadi orang baik. Kami akan meniggalkan Adversus Ferox."

Lanjut Homura. Ryota terdiam. Homura menghela napas.

"Kalau begitu, selamat ting--"

"Tentu saja tidak bisa begitu."

Potong Ryota. Raut wajahnya berubah menjadi serius. Ia menatap tajam Homura. 

"Hah?"

"Tentu saja tidak bisa begitu. Baik kau maupun Akira, kalian berdua telah resmi menjadi anggota Adversus Ferox. Itu berarti kalian harus menanggung tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas di Adversus Ferox. Kalian tidak boleh dengan seenaknya meninggalkan semua tanggung jawab itu. Kembalilah ke Adversus Ferox, Homura."

Jelas Ryota dengan serius. Homura terkejut.

"Aku tidak bisa kembali ke Adverus Feros, Ryota."

"Itu berarti kau egois."

Tambah Ryota.  Homura terdiam. Ia menundukkan kepalanya.

"Menyerahlah, kami akan membawa Homura. Walaupun memperlukan kekerasan."

Immortui angkat bicara. Ia bersiap-siap memegang gagang pedangnya.

"Diam kau."

Ryota menyiapkan debunya.

"Hentikan!"

Homura membuat tembok api diantara Immortui dan Ryota.

"Kakak, bisakah kau biarkan kami berbicara sebentar?"

Immortui menatap Homura. Ia lalu melepas tangannya dari gagang pedang.

"Baiklah. Aku akan menjemputmu lagi saat waktunya. Nikmati waktu kalian."

Immortui pergi meninggalkan Homura dan Ryota.

"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?"

Homura mendekati Ryota. 

"Banyak sekali yang ingin kubicarakan."

"Kalau begitu ikuti aku."

Homura berjalan keluar dojo diikuti Ryota dibelakangnya.

"Apa saja?"

"Apakah Akira yang membekukan dojo ini? Lalu mayat-mayat itu, apakah juga dia yang membunuhnya? Kalau memang benar, apa hubunganmu dengannya sampai kalian bisa dekat seperti sekarang? Juga, siapa sebenarnya Immortui?"

"Kau benar, memang banyak."

"Ya begitulah."

Homura berhenti.

"Kita sudah sampai. Aku sering menghabiskan waktuku di sini."

Ryota kagum dengan pemandangan yang ia lihat. Sebuah danau yang besar dengan airnya yang bening. Dikelilingi dengan rerumputan dan berbagai macam bunga. 

"Untuk menjawab pertanyaanmu tadi. Ya, yang membekukan dojoku memang Akira. Tapi, yang membunuh mereka semua bukanlah Akira. Akulah yang membunuh mereka semua."

Ryota terkejut. Tapi ia tetap diam.

"Lima tahun yang lalu, tanpa sadar aku membunuh mereka semua. Aku juga tidak mengerti apa yang terjadi padaku sampai membunuh keluargaku sendiri. Tapi intinya aku membunuh mereka semua, termasuk kakak. Kakakku, Natsume atau Immortui, seharusnya dia sudah mati kubunuh. Tapi ia tiba-tiba muncul di hadapanku sekarang. Oleh karena itu, aku harus menebus dosaku dengan membantu kakakku. Aku tidak bisa seenaknya bergabung dengan Adversus Ferox dan melupakan dosa-dosa yang telah kuperbuat dulu."

Ryota terus mendengarkan tanpa berbicara.

"Oleh karena itu, Ryota."

Homura menatap tajam Ryota.

"Kumohon biarkan aku meninggalkan Adversus Ferox dan menebus dosa-dosaku."

"Tidak bisa. Tidak akan kubiarkan kau meninggalkan Adversus Ferox."

Homura mendecih kesal. Ia mengepal tangannya.

"TIDAKKAH KAU MENGERTI?! Kalau aku tidak meninggalkan Adversus Ferox, Akira dan kalian akan--"

Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Immortui muncul di belakangnya.

"Waktunya, Homura."

"Tunggu, Homura! Kau pasti melakukan ini karena--"

Ryota menarik tangan Homura.

"Tidak."

Homura melepaskan pegangan tangan Ryota.

"Maaf, apapun yang terjadi aku harus meninggalkan Adversus Ferox."

Homura berkata sambil tersenyum. Ia membungkukkan kepalanya, lalu berbalik bersama dengan Immortui.

"Kali ini benar-benar selamat tinggal."

***

"Fera."

Mortem mendatangi ruang latihan markas PPE.

"Mortem ... ada apa?"

"Radar menangkap pergerakan. Ada yang datang."

"... Adversus Ferox yang kau bilang itu?"

"Begitulah."

"Lalu, apa hubungannya denganku? Kau ingin aku menghentikan mereka, begitu?"

"Tidak, itu tidak perlu. Kau adalah hidangan utamanya. Tak akan kubiarkan kau bertemu dengan mereka secepat itu."

"Terserah kau saja."

"Ah, ya, dan sebentar lagi ada tamu untukmu."

"Tamu?"

Tap ...

Suara langkah terdengar. Suara langkah 2 orang, menuju ruang latihan. Pintu terbuka, memperlihatkan Immortui dan Homura.

"Akira!"

Kata Homura senang.

"Siapa kau?"

"Eh?"

Homura terhenti begitu mendengar perkataan Fera.

"Kau yang disana, apa ini perbuatanmu?"

Homura menatap tajam Mortem.

"Kalau memang iya?"

Mortem tersenyum licik. Homura mengeluarkan pedangnya dan mengarahkannnya pada Mortem.

"Kau--!"

"Hentikan, Homura!"

Lerai Immortui.

Homura mengernyit. Ia kembali menyarungkan pedangnya.

"Jadi ini adikmu. Cukup menyeramkan~"

"Kembalikan Akira!"

"Tidak bisa. Akira sudah tidak ada. Yang di hadapanmu adalah Wild Beast, Fera."

Mortem mendekati Homura lalu merangkulnya.

"Kau juga mau kucuci otak?"

Bisik Mortem. Homura terdiam, tidak bisa berbicara.

"Kalau tidak mau, turuti perintahku."

Mortem melepas rangkulannya.

"Mulai sekarang namamu adalah Red Knight, Marcia."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top