Chapter 4 : Penangkapan (Part 1)
"Hah? Menangkap pelaku pembantaian?"
Ulang Yuusuke terkejut. Ia mengerjap tak percaya.
"Ya. Sebenarnya, akhir-akhir ini terjadi pembantaian di sekitar pelabuhan. Aku ingin kalian menangkap pelakunya."
"Pelabuhan, ya? Pantas saja tiap malam aku tidak bisa tidur nyenyak karena suara itu."
Akira mendesah kesal.
"Jadi kau sudah tau?"
"Aku mendengar suaranya sih, tapi aku tidak mempedulikannya. Tiap malam aku sering mendengar suara ledakan atau tembakan dari sana."
"Tunggu dulu! Aku belum pernah setuju untuk bergabung dengan kalian!"
Seiji berseru, memecah suara yang lain.
"Hmm, lalu kenapa?"
Pertanyaan Tsumire membuat Seiji terkejut.
"Lalu kenapa ...? Te-tentu saja aku tidak mau melakukannya!"
"Begitu? Itu terserah kau saja, tapi ... aku tidak bisa menjamin keselamatan kakakmu, lho?"
Tsumire mengeluarkan selembar foto dari sakunya. Seiji terlihat terkejut, atau lebih tepatnya, shock.
"Apa yang mau kau lakukan pada kakakku?!"
"Aku tidak akan melakukan apa-apa~asal kau mematuhi perintahku."
"B-baiklah ... akan kuturuti seluruh perintahmu."
"Oke cukup bicaranya. Pokoknya aku ingin kalian menyelesaikan masalah ini kurang dari seminggu. Tangkap pelakunya dan bawa padaku. Kalau itu tidak memungkinkan ... bunuh saja dia."
Tsumire tersenyum dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
Yuusuke dan lainnya terbengong-bengong, tak tau apa yang harus dilakukan.
"Dasar sadis."
"Pokoknya aku dan Akira yang akan menyelidiki ini ... sisanya kalian yang urus."
Homura berkata sambil berlalu dari ruangan tersebut, diikuti oleh Akira.
"Cih, aku tidak sudi di perintah olehnya!"
Dengus Kirika kesal.
"Akio."
"Apa?"
"Kau kelihatannya tidak peduli dengan ini, tapi ini serius. Pembantaian itu dilakukan pada orang-orang yang berhubungan dengan para esper ... kurasa kau tau maksudku, kan?"
"Maksudmu ... kakakku ... ?!"
"Mungkin saja. Kalau kau tidak ingin kakakmu mati, tangkap pelakunya. Mengerti?"
Kata Ryota dingin. Seiji hanya terdiam.
"Ryota, bukankah perkataanmu itu agak dingin?"
Tanya Yuusuke khawatir.
"Biar saja. Jangan terlalu baik pada orang, Yuusuke! Sudah, ayo kita latihan!"
"Baik!"
Kirika berlalu, diikuti Yuusuke di belakangnya. Ryota meninggalkan ruangan, menyisakan Seiji sendiri.
***
"Oi, Yuusuke! Ada suara tembakan lagi, ayo kita kesana!"
"I-iya!"
Yuusuke mengikuti Kirika, Akira, Homura dan Ryota menuju tempat yang dimaksud Akira.
"Disini."
"Itu, ya."
Mereka menemukan seorang mayat laki-laki yang berlumuran darah.
"Ugh ... huek."
Yuusuke menahan muntahannya.
"Kau tidak pernah melihat mayat seperti ini sebelumnya, ya. Sana, muntahin aja di laut."
"Hmm ... 1 tembakan di dahi, 2 tembakan di pelipis, dan 3 tembakan di jantung ... sadis juga, ya."
"Sadis? Malah menurutku menarik!"
"Kau itu abnormal, jangan samakan aku denganmu."
"Apa katamu?! Dasar jalang gila!"
"Hah?! Siapa yang kau panggil jalang, dada rata?!"
"Memangnya kau pikir dadamu besar, hah?!"
"Hentikan! Kenapa kalian bertengkar terus, sih?!"
Ryota melerai pertengkaran Akira dengan Kirika.
"... ini bukan pembunuhan ... ini ... bunuh diri?"
"Bunuh diri?"
"Lihat. Ada sedikit luka bakar di pelipis mayat. Itu berarti dia menempelkan mulut pistol pada pelipisnya, lalu bunuh diri dengan menekan pelatuknya, kan?"
Kata Homura sambil menunjuk sedikit luka bakar yang ada di pelipis mayat.
"Belum tentu juga. Lihat tangannya. Walaupun dia memegang pistolnya, jarinya tidak berada di sekitar pelatuknya, kan? Mungkin saja pembunuhnya menembaknya langsung di pelipis."
Kata Ryota sambil mengambil pistol tersebut dengan sarung tangan.
"Kalau begitu, lebih baik kita bawa saja mayatnya ke Takunyan. Oi Akira! Kau bawa dia!"
"Hah?! Kenapa aku?!"
"Kebetulan kau yang terlintas di pikiranku. Sudah, cepat bawa!"
"Jadi itu cuma kebetulan? Hah ... baiklah. Kita mau kemana? Siapa itu Takunyan?"
"Kau akan tau itu nanti. Kirika, kau yang memimpin! Yuusuke, mau sampai kapan kau muntah?!"
"I ... iya ...."
Yuusuke menyeka bekas muntahan disekitar mulutnya dan mengikuti yang lainnya.
Mereka sampai di sebuah tempat konstruksi. Kirika menggeser tutup saluran pembuangan bawah tanah dan masuk kedalamnya.
"Uh, bau!"
"Ya iyalah bau. Ini kan saluran pembuangan bawah tanah."
"Oi, belum sampai juga? Cepetan, tanganku pegal nih!"
"Sabar, dong! Sebentar lagi, kok!"
Kirika berbelok ke kanan. Yang ada hanyalah jalan buntu dengan sebuah lampu model kuno yang menggantung di dinding.
Kirika memutar lampu itu. Jalan buntu tersebut langsung tergeser dan memperlihatkan sebuah tangga turun. Mereka turun mengikuti tangga tersebut.
Sesampainya di dasar, terdapat sebuah pintu besar. Di sampingnya, terdapat sebuah scanner sidik jari dan kamera kecil.
Kirika menempelkan telapak tangannya pada scanner tersebut, lalu memperlihatkan bola matanya pada kamera kecil. Setelah itu, pintu besar tersebut langsung terbuka.
Di dalamnya sangat gelap. Terdapat banyak sekali layar komputer yang besar. Kabel-kabel bertebaran. Cahaya yang ada disana hanya cahaya redup dari layar komputer.
Seseorang yang duduk di kursi beroda memutar kursinya, terlihat terganggu dengan kedatangan mereka.
"Kalian lagi ...?"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top