JALAN SPESIAL CROSSOVER KETIGA (Grand Charlotte): LATIHAN
Di sebuah tempat yang mirip dengan colloseum, Alvin dan Likyter sedang berdiri memegang pedang kayu sambil memasang wajah serius. Di bagian tempat duduk penonton, hanya ada beberapa orang saja, tidak seperti colloseum pada umumnya yang sering ramai dengan orang-orang semangat melihat pertarungan mematikan. Tempat ini adalah tempat tes sihir atau latihan khusus murid akademi ini.
"Jadi... kau ingin bertambah kuat, ya?" tanya Likyter.
"Iya!" jawab pasti Alvin yang sekarang sudah memasang kuda-kudanya.
"Hmm... kurasa tekad saja kurang, sebaiknya kau buktikan." Sedangkan Likyter tidak memasang kuda-kudanya, tapi tatapannya tajam mengarah Alvin. "Maju!"
Alvin langsung berlari untuk menyerang Likyter. Walau begitu, tidak ada tanda-tanda Likyter akan menghindar atau menyerang. Saat di depan Likyter, Alvin langsung mengayunkan pedang kayunya secara vertical. Melihat itu, Likyter memposisikan pedang kayunya secara horizontal dengan sedikit diangkat ke atas dengan satu tangan. Kedua pedang kayu mereka saling berbenturan, adu kekuatan pun terjadi. Terlihat, Alvin sedikit kesulitan mendorong pedang kayunya, terlihat dari wajahnya yang mengerut kesulitan. Sedangkan Likyter, wajahnya datar seperti menahan serangan Alvin bukanlah apa-apa.
Tiba-tiba, Alvin meloncat ke belakang dan meluncurkan serangan bertubi-tubi. Likyter berhasil menangkis semua serangan itu dengan mudah. Alvin semakin mempercepat serangannya, Likyter pun tidak kalah mempercepat menangkis semua serangan Alvin. Sampai akhirnya, Alvin kembali meloncat ke belakang.
"Hei, seharusnya jangan terlalu memikirkan banyaknya serangan yang dapat diluncurkan, tapi seberapa efektif serangan yang diluncurkan. Mungkin, ide yang bagus kau banyak menyerangku supaya energiku terkuras untuk menangkis atau menghindar. Tapi, pikirkan juga kemungkinan energiku lebih banyak darimu atau malah lebih kurang darimu. Terpenting dalam menyerang bukanlah kekuatan serangan atau banyaknya serangan, tapi serangan yang dapat kena dan mempan," terang Likyter.
Alvin pun kembali berlari, mengangkat pedang kayunya tinggi-tinggi, kemudian menyerang Likyter secara vertikal dengan sedikit lebih keras. Namun, Likyter sekali lagi dapat menahan serangan itu tanpa terlihat kesulitan. Alvin pun langsung mengangkat kakinya ke depan untuk menendang, ternyata serangan itu hanya pengalihan. Tapi, Likyter bisa menahan dengan mencengkram kaki Alvin.
"Tidak buruk, tapi sayangnya kau tidak melihat kondisi musuhmu. Bisa dibilang, ini masih memikirkan banyaknya serangan yang dapat diluncurkan, bukan serangan efektif." Likyter langsung mendorong Alvin sampai tersungkur. "Biar kutunjukkan serangan efektif." Likyter pun berjalan mundur, menjauh dari Alvin.
Alvin kembali bangkit, dia memasang kembali kuda-kuda. Sedangkan Likyter, sekarang berlari ke arah Alvin dengan mengangkat pedang kayu secara vertikal, sama persis seperti pertama kali Alvin menyerang Likyter. Tentu melihat Likyter yang semakin mendekat, Alvin bersiap menahan serangan Likyter. Namun, seketika Alvin terkejut karena saat hendak mengayunkan ternyata Likyter melepaskan pedang kayunya dan memilih membungkukkan badannya ke depan. Dengan cepat, Likyter meluncurkan pukulan keras ke dada Alvin, berhasil mengenai sampai membuat Alvin terdorong ke belakang sambil memegang dadanya. Hendak mengangkat kepala untuk melihat ke arah depan, Alvin sudah dikejutkan oleh kelima jari yang membentuk huruf 'C' besar.
"Cara memikirkan serangan efektif adalah tetap tenang untuk menganalisis keadaan dan musuh. Kalau aku menggunakan pedang besi, mungkin aku tidak bisa menipumu dengan cara begitu karena kemungkinan akan jatuh mengenai tubuhku dan membuatku terluka. Kalau saja kau monster misalnya serigala biasa, cara tadi pun tidak akan efektif dan malah merugikan sekali. Kalau ternyata kau bisa menggunakan sihir pelindung misalnya, aku tidak akan berani menyerang dengan tangan kosong." Likyter pun menarik kembali tangan yang kelima jarinya membentuk huruf 'C' dari depan Alvin.
"Ternyata... aku memang lemah..." gumam Alvin sedikit kesal.
"Yah, aku juga lemah sepertimu dulu. Jadi, jangan banyak mengeluh dan ayo kita lanjutkan."
Alvin pun bangkit, lalu memasang kuda-kudanya dengan wajah serius. Likyter pun ikut memasang kuda-kuda. Secara bersamaan, mereka berdua berlari saling menyerang dan kedua pedang kayu mereka saling beradu.
Sementara itu, di tempat duduk penonton. Gladys, Gadis, dan kepala sekolah dari tadi melihat latihan Likyter dan Alvin. Dari ekpresi mereka, terlihat kalau Gladys yang terlihat menikmati menonton pertarungan itu. Sedangkan Gadis dan kepala sekolah, terlihat raut wajahnya serius... walau sedikit berbeda cara mengekpresikan 'serius' mereka.
"Orang dari dunia lain itu, cukup kuat juga," ucap kepala sekolah. "Selain ahli pedang dan bela diri, dia juga bisa menggunakan sihir rupanya."
"Tapi, anda yakin percaya perkataannya begitu saja?" tanya Gadis.
"Hmm... entahlah~"
"Oh iya, Gladys. Di mana Nalicia dan temannya itu?"
"Mereka pergi ke hutan," jawab Gladys masih melihat ke arah pertarungan itu. "Katanya, Tiana meninggalkan barang miliknya dan dia meminta Nalicia untuk menemaninya."
"Kalau begitu, aku akan menyusul mereka." Gadis pun berdiri dan pergi dari tempat duduk penonton.
"Gladys, sebaiknya kau juga ikut Gadis menyusul mereka berdua," ucap kepala sekolah. "Aku merasa firasat yang cukup buruk."
"Baiklah." Gladys pun berdiri dan pergi menyusul Gadis.
"Nah, kira-kira siapa yang akan menang, ya?" gumam kepala sekolah kembali melihat latih tanding mereka berdua.
Sementara itu, di hutan. Tiana bersama gadis kecil bernama Nalicia sedang berjalan sambil mencari sesuatu di hutan. Terbukti dari mata mereka yang menyusuri seluruh daerah hutan.
"Maaf, ya. Aku malah merepotkanmu," ucap Tiana.
"Tak apa. Aku tahu hutan ini, akan berbahaya kalau kau mencarinya sendiri," jawab Nalicia. "Apa kau ingat menyimpan tasmu di mana? Apa di atas dahan pohon atau di bawahnya?"
"Hmm..." Tiana berusaha mengingat kembali. "Kalau tidak salah... Aku menyimpannya di dekat pohon di mana banyak sekali daun berjatuhan."
"I-Ini hutan... Pohon yang seperti itu banyak, Tiana."
"I-Iya... maaf, itu tidak membantu..."
"Wa-Walau begitu, setidaknya ada hal yang familiar saat melihat sekitar pohonnya, jadi kita perlu mencarinya saja."
Mereka berdua kembali mencari pohon yang dimaksud Tiana. Tapi, setelah beberapa saat mencarinya, tetap saja mereka tidak menemukan yang menurut Tiana terasa familiar. Karena memang benar, banyak sekali pohon-pohon yang di sekitarnya banyak sekali daun berjatuhan.
"Ti-Tidak ketemu juga..." keluh Tiana mulai putus asa.
"Tenang saja, aku akan menggunakan sihirku untuk men-teleport kalian ke dunia kalian, kalau belum ketemu juga," ucap Nalicia berusaha membuat Tiana semangat.
"Hm, terima kasih, Nalicia."
"Wah-wah, sepertinya kalian berdua sedang mencari sesuatu."
Seketika, setelah mendengar itu mereka berdua menjadi mode siaga. Mereka berdua menelusuri seluruh sudut, mencari sosok yang kemungkinan mengeluarkan kalimat tadi. Dan, perlahan di balik pohon di belakang mereka keluarlah seorang pria berpakaian ala pelayan.
"Ka-Kau kan... yang waktu itu!" ucap Tiana.
"Kau kenal dia, Tiana?" tanya Nalicia.
"Dia adalah anak buah dari musuh yang dimaksud Likyter."
"Senang bertemu denganmu lagi, nona Tiana. Dan... nona kecil."
"Jangan menyebutku kecil!! Aku sudah dewasa!" protes keras Nalicia.
"Aku tidak peduli apakah nona sudah dewasa atau belum. Terpenting bagiku sekarang adalah mengalahkan kalian." Pria itu menunjukkan batu hijau yang menempel di punggung tangannya.
Perlahan, cahaya hijau menyinari sekitar dan monster manusia ikan muncul di depan pria itu. Tiana yang melihat itu langsung mengambil tombaknya dan bersiaga memasang kuda-kuda.
"Nalicia, kau pergilah dan kembali ke akademi. Biar aku urus dia," perintah Tiana.
"Baiklah, hati-hati." Nalicia pun pergi.
"Wah-wah, apa kau yakin menyuruhnya pergi? Kau pasti akan kesulitan melawan monsterku."
"Hah, kesulitan? Aku bahkan pernah melawan lebih banyak yang sejenis monstermu."
"Kalau begitu, biar aku tambahkan agar kau tidak bosan."
Sinar hijau kembali menyinari sekitar dan dua monster slime berwarna hijau di samping monster manusia ikan itu. Tinggi monster slime itu sekitar perut Tiana.
"Kenapa harus monster itu...?" keluh Tiana.
"Kalau begitu, selamat bertarung, nona Tiana," ucap pelayan itu. Lalu dia pergi begitu saja.
Manusia ikan itu pun berlari ke arah Tiana, bersiap menyerang dengan cakarnya. Tiana dengan mudahnya menghindari setiap serangan manusia ikan itu, namun tak disangka, sebuah tembakan bola air mengenai bahunya. Ternyata, itu ulah dari monster slime. Dan berkat terkena bola air itu, Tiana tidak konsen, lalu lengannya mendapatkan luka sayatan.
"Sial..." kesal Tiana menahan luka di lengan kirinya sambil mundur ke belakang.
Bola air meluncur ke arah Tiana, dia langsung menangkis bola air itu dengan tombaknya. Manusia ikan itu sudah di depannya, mengayunkan cakar tangan kanan secara vertikal. Tiana langsung jongkok dan secepatnya berguling ke samping untuk menghindar tembakan bola air. Saat bangkit, Tiana dikejutkan oleh kedatangan cakaran secara horizontal. Untungnya, Tiana berhasil menghadap kanan dengan cepat, membuat cakaran itu melewati depan daun hidungnya. Serangan balasan pun diluncurkan Tiana dengan menendang perut manusia ikan itu. Hendak Tiana menusukkan tombaknya ke manusia ikan, tembakan bola air secara beruntun membuatnya harus memutar tombaknya untuk menangkis bola air itu.
Tiana kembali mundur. "Aku harus mengalahkan kedua slime itu dulu."
Tiana kembali dikejutkan oleh serangan cakar manusia ikan. Kali ini, Tiana mencoba melewati manusia ikan itu sambil menghindar serangan bola air itu dengan berguling ke depan. Setipis kertas, Tiana berhasil menghindari cakaran manusian ikan itu. Dengan cepat, Tiana bangkit dan berlari ke arah kedua slime itu. Tentu saja melihat itu, kedua slime itu menyambut Tiana dengan tembakan bola air beruntun. Tiana menghentikan langkahnya, lalu memutarkan tombaknya seperti kincir angin untuk menangkis serangan bola air itu.
Dari belakang, manusia ikan itu berlari ke arah Tiana. Tiana masih sibuk memutarkan tombaknya agar bola-bola air itu tidak mengenainya. Akhirnya, tembakan bola air itu berhenti dan Tiana langsung berlari lagi. Namun, baru lari sebentar, Tiana disambut lagi oleh tembakan bola air beruntun. Tiana kembali berhenti, lalu memutarkan tombaknya untuk menangkis serangan kedua slime. Manusia ikan itu sudah cukup dekat dengan Tiana. Manusia ikan itu bersiap meluncurkan serangan cakarannya. Dengan cepat, Tiana melempar tombak ke samping bersamaan dengan tubuhnya yang meluncur ke samping. Akibatnya, tembakan bola air itu mengenai manusia ikan sampai membuatnya terdorong jauh menghantam batang pohon.
"Penerbangan dua slime segera berangkat!" teriak Tiana sambil memutar tombaknya.
Angin besar tercipta dari tombak itu, membuat kedua slime itu terdorong perlahan ke belakang. Sampai akhirnya, terbang jauh akibat hembusan angina super kencang dari Tiana. Selain itu, beberapa daun terbang dan ada pohon yang tumbang.
Setelah itu, Tiana kelelahan sampai bertekuk lutut dengan nafas terengah-engah. "Aku harap... tidak bertemu lagi dengan slime..." gumam Tiana kelelahan.
"AAAAAA!!"
Tiana langsung berdiri terkejut mendengar teriak keras itu. "Su-Suara itu... jangan-jangan..." Dengan cepat, Tiana berlari menuju suara teriakan itu.
Tiana berlari tergesa-gesa, bahkan tidak peduli walau dirinya sudah kelelahan. Sampai akhirnya, dia tiba di suatu tempat di mana dua laki-laki tidak asing yang salah satunya adalah pria berpakaian pelayan sedang menggendong ala tuan putri gadis kecil rambut merah.
"Oh, kau datang lebih cepat dari perkiraanku," ucap pria berbadan besar.
"Lepaskan dia!!" bentak Tiana.
"Maaf, saja, tapi aku butuh dia," jawab pria berbadan besar. "Nah, cepat bawa dia pergi dari sini."
"Baik, master," patuh pria berpakaian pelayan.
"Tidak akan kubiarkan!"
Tiana langsung berlari untuk menghadang pria pelayang itu, tapi ternyata malah dia yang dihadang oleh pria besar. "Lewati aku dulu."
"Kau... Yagia, kan? Musuh yang selama ini merepotkan Likyter."
"Benar sekali. Salam kenal, nona Tiana."
Tiana langsung meloncat ke belakang. "Akan kukalahkan kau!!"
Gadis dan Gladys, berlari ke arah tempat Tiana berada. Mereka terlihat tergesa-gesa juga.
"Teriakan tadi, jangan-jangan Nalicia?" tanya Gladys.
"Memang terdengar seperti Nalicia. Aku harap kita tidak terlambat."
Akhirnya, mereka berdua pun sampai di tempat Tiana. Seketika, mereka terkejut melihat seorang gadis terlentang dengan tombak menancap di dekatnya. Mereka berdua langsung berlari mendekati gadis yang terlentang itu.
"Tiana!" panggil Gadis. "Hei, bangun!"
Perlahan kelopak mata Tiana terbuka. "Ka...Ka-Kalian... Ma-Maaf... a-aku tidak... bisa me-menolong Na...licia... Di...Di..."
"Sudahlah, jangan banyak bicara. Sekarang kau harus dirawat dulu."
Mereka berdua pun membopong Tiana, tidak lupa juga membawa tombak milik Tiana yang tertancap di dekatnya. Keadaan Tiana begitu kurang bagus, penuh dengan memar dan tubuhnya kotor oleh tanah.
Sementara itu, Likyter dan Alvin masih terus latih tanding. Mereka berdua sama-sama dengan cepat menyerang dan menangkis, terlihat mereka benar-benar serius melakukan latih tanding ini. Hingga akhirnya, kedua pedang kayu mereka saling terarah tepat di samping leher.
"Lumayan," ucap Likyter.
"Terima kasih," balas Alvin.
"Kurasa, sudah cukup. Kau mulai paham dengan yang kuajarkan."
"Bagus-bagus," ucap kepala sekolah mendekati mereka. "Kau hebat juga, pedatang dari dunia lain."
"Jangan panggil aku begitu, aku punya nama. Namaku Likyter."
"Yah, sebaiknya kalian berdua istirahat. Kalian kan akan melawan musuh nantinya. Mohon bantuannya, pedatang dari dunia lain."
"Sudah kubilang, namaku-"
"Likyter!"
Mereka bertiga langsung melihat ke arah yang memanggil itu, ternyata Gladys yang tadi berlari terburu-buru ke arah mereka. Tentu melihat itu, mereka bertiga jadi punya pertanyaan.
"Gladys, kenapa kau terlihat tergesa-gesa begitu? Ada apa?" tanya kepala sekolah.
"Dia... hah hah... temanmu... hah hah... sekarang... hah hah..."
"Sebaiknya, kau atur dulu nafasmu, baru bicara," saran Likyter.
"Baiklah." Gladys pun mengatur nafasnya.
"Jadi, ada apa?" tanya Likyter setelah Gladys terlihat lebih baik.
"Temanmu, Tiana. Dia... terluka parah."
"APA?!"
***
Di sebuah tempat yang cukup gelap. Ada sebuah altar batu besar, di mana seorang gadis kecil bernama Nalicia terlentang di atasnya. Selain itu, seorang pria bertubuh besar bernama Yagia berdiri di sampingnya bersama dengan pria berpakaian pelayan berdiri di sampingnya.
"Sebentar lagi... rencanaku akan berjalan lancar," ucap Yagia.
"Hamba ikut merasa senang mendengarnya, master," balas pelayan itu.
"Yah, tinggal satu langkah lagi."
Mereka berdua pun berbalik badan. Sebuah altar yang sama seperti tempat terlentangnya Nalicia dapat dilihat oleh mereka.
"Master, apakah sebaiknya aku langsung membawa 'dia' kemari?"
"Jangan, biarkan dia datang kemari."
"Baiklah, master. Hamba ijin mengundurkan diri." Pelayan itu pun pergi.
Yagia pun kembali melihat ke arah Nalicia.
"Bila rencanakuberhasil, aku bisa menguasai dunia... Tidak... tepatnya, mengendalikan dunia."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top