JALAN SPESIAL CROSSOVER KEEMPAT (Broken Disaster): LEAK


Mereka berlima pun berjalan menuju hutan di mana monster yang dikira Likyter bernama Leak berada. Rain bersama Sia dan Nia memimpin jalan, sedangkan Likyter dan Veronica mengikuti dari belakang.

"Veronica, kau yakin ikut?" tanya Likyter.

"Tentu saja. Ke mana pun Tuan pergi, sebagai pelayanmu maka aku harus ikut juga, walau sampai ke ujung dunia," balas Veronica.

"Kau terlalu berlebihan... Tapi, aku kurang yakin kau akan kuat melihat mereka. Takutnya kau trauma dan muntah-muntah."

"Terima kasih atas perhatiannya lagi, Tuan. Aku yakin, aku pasti kuat menghadapi monster-monster yang dimaksud Tuan. Lagipula, aku tidak boleh kalah dari Aegisia dan Laevateinnia."

"Tidak-tidak, mereka berdua bukan gadis biasa! Bahkan rasanya mereka tidak akan segan-segan melakukan hal yang sadis... Jadi, jangan bandingkan dirimu dengan mereka."

Untungnya Sia dan Nia berada jauh di depan Likyter, sedang asik berbicara dengan Rain. Jadi, mereka tidak mendengar pernyataan Likyter. Kalau mereka dengar, mungkin nyawa Likyter akan terancam.

"Tapi, mereka tetaplah seorang pelayan, kan? Maka dari itu, aku tidak boleh kalah dari mereka agar menjadi pelayan terbaik bagimu, Tuan."

"Hahh..." Likyter tiba-tiba meletakkan tangannya di atas kepala Veronica. "Jangan terlalu memaksakan diri. Walau kau bukan pelayan terbaik di dunia ini maupun dunia mana pun, kau tetaplah pelayanku." Likyter pun mengusap-usap kepala Veronica.

"Terima kasih, Tuan," tanggap Veronica datar, tapi dalam hatinya dia senang sekali. Kalau dia manusia kucing, ekornya pasti bergoyang-goyang senang.

Likyter dan Veronica menghentikan langkahnya, karena melihat Rain beserta Sia dan Nia menghentikan langkah mereka.

"Itu hutannya," ucap Rain sambil menunjuk ke arah hutan yang jauh di depan mereka. "Kita istirahat dulu sebentar, setelah itu kita lanjutkan perjalanannya."

Mereka pun duduk di atas rerumputan yang tumbuh dengan lebat dan sangat hijau. Keputusan Rain sangat tepat, karena mereka pasti membutuhkan waktu istirahat setelah melakukan perjalanan yang sangat jauh. Bahkan mereka berjalan tanpa memakai kendaraan seperti kereta kuda, terus berjalan kaki.

Entah kenapa, Rain malah berjalan menjauhi mereka. Melihat itu, Likyter jadi berdiri dan hendak mengikutinya. "Kau mau ke mana?" tanya Likyter.

"Aku harus mengurusi diriku sendiri. Apa kau mau ikut?"

"Hahahah, tidak, terima kasih." Likyter pun duduk kembali.

"Hei, Likyter," panggil Nia.

"Apa?"

"Senjata yang mengeluarkan cahaya saat kau melawanku itu namanya apa?"

"Oh, maksudmu ini?" Likyter menunjukkan handphonenya. "Ini bukan senjata, tapi alat. Namanya handphone, dengan alat ini aku bisa melukis dan memperlihatkan kembali kejadian apa yang terjadi di sekitarku."

"Kedengarannya luar biasa. Coba perlihatkan."

Likyter pun mengarahkan kamera handphonenya ke arah Sia dan Nia yang sedang duduk bersebalahan. "Satu... dua... ti...ga."

Tiba-tiba cahaya muncul menyilaukan mata Nia dan Sia, refleks mereka menutup mata mereka dengan lengan.

"Nah, ini dia lukisan kalian berdua dan pemandangan di sekitar kalian."

Nia dan Sia langsung merasa takjub setelah melihat diri mereka berada di dalam benda bernama handphone, dengan ekpresi yang berbeda-beda.

Likyter membalik handphonenya untuk mengarahkan kamera ke arah mereka lagi. "Katakan hai."

"Hai~" ucap Nia dengan nada riang.

"Hai..." ucap Sia dengan nada datar.

"Ini dia hasilnya."

Mereka sekali lagi merasa takjub, karena melihat apa yang dilakukan oleh mereka tadi dapat dilihat di handphone Likyter.

"Ternyata benda dan senjata di duniamu sungguh menakjubkan!"

"Kalian sedang melihat apa?" tanya Rain yang baru saja tiba.

"Rain, lihat! Ada kami di handphone Likyter!" ucap Nia girang.

"Mana? Coba aku lihat."

Likyter mengarahkan layar handphonenya ke arah Rain. Rain langsung mengatakan 'ooo..' dengan nada datar, sepertinya dia kagum juga, hanya saja tidak ingin melepaskan sikap cool-nya.

"Alat di duniamu sungguh menakjubkan. Bahkan senjatamu juga terlihat unik sekali. Apa semua senjata di duniamu dapat diubah?" tanya Rain.

"Tidak, ada juga yang biasa saja. Senjata yang sepertiku langka sekali, karena bahannya yang sulit didapatkan dan mahal harganya."

"Rain, Rain~" panggil Nia. "Ayo kita dilukis bersama!"

"Aku juga, Rain," ucap Sia.

"Tidak," jawab Rain singkat. "Ayo kita lanjutkan perjalanan."

"Dimengerti, Rain," jawab Sia.

"Baik, Rain," jawab Nia.

Mereka pun mengikuti Rain dengan perasaan kecewa, tapi mereka tidak terlalu memperlihatkan hal itu. Bagi mereka, apapun yang diinginkan Rain adalah hal yang harus mereka laksanakan. Walau harus merelakan keinginan mereka.

"Tunggu, Rain. Baru saja sebentar, masa sudah pergi lagi. Aku masih ingin istirahat."

"Baiklah, dua menit lagi kita pergi."

Mereka pun kembali duduk. Nia dan Sia pun melanjutkan perbincangan dengan Rain, mereka terlihat sangat menikmati perbincangannya. Melihat itu, Veronica mengeluarkan handphonenya untuk memfoto mereka. Tapi, hal itu langsung dicegah oleh tangan Likyter yang menutup kamera handphone Veronica.

"Apa yang akan kau lakukan, Veronica?" tanya Likyter.

"Memfoto mereka. Sepertinya Aegisia dan Laevateinnia ingin sekali foto bersama Rain, jadi aku mencuri kesempatan ini."

"Tidak, Veronica. Itu pilihan yang salah. Mereka berdua sepertinya tipe pelayan yang mengataskan apapun keinginan tuannya walau mengorbankan keinginan mereka. Buktinya, mereka mau saja langsung menyerang kita tanpa alasan, bahkan tanpa ragu untuk membunuh kita."

"Tapi kurasa wajar saja, karena kita ini orang asing."

"Aku bukan mempermasalahkan hubungan, tapi sikap mereka yang langsung menerima begitu saja perintah Rain dan tingkat keseriusan dalam melaksanakannya."

"Aku mengerti... maafkan aku, Tuan."

"Kau tidak perlu minta maaf, niatmu sudah bagus." Tiba-tiba Likyter mengusap kepala Veronica. "Kau sudah banyak berubah, Veronica."

"Terima kasih, Tuan."

Tiga menit pun berlalu, mereka pun melanjutkan perjalanan. Sekarang mereka sudah ada di dalam hutan. Selama di perjalanan, mereka tidak menemukan hewan atau bahkan kehadiran monster. Hal ini cukup aneh. Ditambah tiba-tiba bau busuk tercium oleh mereka.

"Dengan keadaan seperti ini, aku semakin yakin monster yang dimaksud di Permintaan sama dengan yang ada di pikiranku," ucap Likyter. "Veronica, apa kau kuat ada di sini?"

"Tenang, Tuan. Aku baik-baik saja," jawab Veronica dengan datar.

"Hei, Likyter. Apa kita harus mencarinya atau monster itu akan datang sendiri?" tanya Rain.

"Hmm... kurasa kita coba cari. Tapi tetap waspada."

Mereka pun melanjutkan perjalanan lagi. Semakin memasuki hutan, semakin jelas bau busuk yang selama ini mereka cium. Selain itu, lalat-lalat yang berterbangan dapat mereka temui di mana-mana. Ini bertanda sumber bau busuk sudah dekat.

"Ah, aku menginjak sesuatu," ucap Nia sambil menundukkan kepala untuk melihat apa yang dia injak. "Oh, ternyata tangan," lanjutnya dengan nada santai.

Likyter pun melihat sekeliling, daripada memikirkan ketenangan Nia yang tidak seperti gadis pada umumnya kalau melihat hal seperti itu harusnya menjerit histeris. Dapat dilihat, beberapa mayat yang beberapa bagian tubuhnya terpisah satu sama lain berserakan di mana-mana.

Walau melihat hal seperti itu, Likyter tidak melihat adanya reaksi merasa jijik atau gemetar di antara ketiga rekan sementaranya. Seperti dugaannya, mereka bertiga memang terbilang tidak biasa. Sedangkan Veronica, sedikit gemetar dengan wajah datar.

"Veronica, jangan terlalu dilihat, abaikan saja."

"Ti-Tidak apa-apa, Tuan. Aku baik-baik saja."

"Jangan pak- Sia, menjauh dari sana!" peringat Likyter melihat Sia hendak menginjak kepala berambut panjang.

Sia yang mendengar itu langsung meloncat ke belakang. Lalu, kepala berambut panjang itu melayang. Bukan hanya kepala, tapi organ dalam seperti jantung, usus, hati, dan lainnya yang ada di bagian badan ikut melayang. Selain itu, wajahnya terlihat seperti seorang wanita yang mengerikan dengan beberapa luka sayatan membuat monster itu begitu menjijikan dan mengerikan.

Sia langsung mengambil pedangnya, lalu melesat untuk menyerang. Tapi, bukan melesat ke arah kepala melayang itu, malah melesat ke arah Likyter. Untungnya Likyter sadar dan langsung menahan serangan Sia.

"Kenapa malah menyerangku?!" kaget Likyter.

"Sudah kubilang, jangan memanggilku dengan panggilan itu. Hanya Rain yang boleh," jawab Sia dengan nada datar mengerikan.

"Hanya karena itu?! Kalau aku memanggilmu dengan nama aslimu, kau tidak akan sempat menghindar! Selain itu, harusnya kau berterima kasih, bukannya menyerangku!"

"Sia, hentikan!" perintah Rain.

"Baik, Rain." Sia pun menurunkan pedangnya.

"Tuan, kita dikepung."

Likyter langsung melihat sekeliling, dapat dilihat beberapa kepala dengan organ dalam melayang sudah ada di sekeliling mereka. Monster-monster itu menatap Likyter dan lainnya dengan tatapan mengerikan.

Likyter dan lainnya pun saling memunggungi, dengan formasi melingkar. Mereka semua langsung memasang kuda-kuda dengan senjata masing-masing, namun Veronica tidak mengeluarkan Susha-nya.

"Jadi itu Leak," ucap Rain. "Pantas saja kau enggan membicarakan lebih detail tentang mereka, Likyter."

"Begitulah. Apalagi saat itu kita sedang di ruang makan. Aku tidak mau menurunkan selera orang-orang yang sedang makan ke tingkat kritis."

"Seperti apa kemampuan mereka?"

"Mereka tidak memiliki serangan khusus, hanya mampu menghisap darah dengan taring mereka yang tajam. Mereka akan perlahan menghampiri target, lalu menghisap darahnya sampai habis."

"Tuan, kenapa mereka tidak menyerang kita?" tanya Veronica.

"Mereka menunggu kita menyerang duluan, apalagi kalau yang menyerang adalah penyerang jarak dekat. Tujuannya agar kita berpisah dan mudah untuk dikepung. Kalau targetnya tidak sendirian, mereka akan berpikir dua kali untuk maju."

"Kalau begitu, berarti kita harus menyerang mereka dengan sihir atau serangan jarak jauh, ya?" tanya Nia.

"Itu lebih bagus. Tapi, sekarang jangan dulu menyerang mereka. Karena mereka pasti akan ada lagi dan lagi. Jadi, kita cari dulu bossnya dan menghabisinya. Setelah itu, baru kita habisi mereka."

"Sia, Nia, kalian ta-"

"Jangan," ucap Likyter menghentikan kalimat Rain. "Aku kan sudah bilang, mereka menunggu kita berpencar untuk mudah dikepung. Mungkin kalian bisa menghabisi mereka, tapi mereka akan terus-menerus datang menghampiri kalian. Sekuat apapun kalian, pastinya ada batas stamina."

"Lalu, apa yang akan kita lakukan?"

"Kita terobos dan cari bossnya bersama-sama."

Likyter mengangkat tangan kananya ke depan, lalu mengumpulkan listrik sehingga membentuk bola besar. Setelah terkumpul banyak, Likyter menembakkan bola listrik itu. Beberapa Leak meledak dan membuat celah yang besar sekali.

"Lari!"

Serempak mereka berlari mengikuti Likyter. Setelah keluar dari kepungan, Leak-Leak itu mengejar mereka. Kalau ada yang menonton mereka, terlihat seperti adegan film horror di mana para pemain dikejar hantu yang jumlahnya banyak.

Saat di tengah pelarian mereka, Veronica tersandung dan jatuh ke tanah. Likyter langsung berhenti dan berbalik badan. Begitu juga dengan Rain beserta kedua pelayannya.

"Veronica!"

Likyter berlari ke arah Veronica yang mulai dikepung oleh Leak. Kemudian, satu-persatu ditebas dengan senjata yang sudah diubah menjadi pedang. Para Leak yang lain pun mundur, tapi masih terfokus ke arah Likyter, terutama Veronica.

"Apa ada yang terluka, Veronica?" tanya Likyter masih terfokus ke arah Leak.

"Tidak ada, Tuan. Aku baik-baik saja," balas Veronica sambil berdiri.

Likyter menyimpan kembali senjatanya dan berbalik badan dengan cepat, lalu melepaskan topinya dan menyimpannya di atas kepala Veronica. "Tolong jaga topiku!" Kemudian, dia menggendong Veronica dengan ala tuan putri.

Veronica yang mendapati hal itu langsung terkejut, walau wajahnya terbilang masih datar. "Tuan, apa yang Tu-"

"Maaf, Veronica. Tapi kita harus cepat!" ujar Likyter memotong kalimat kaget Veronica.

Likyter yang sudah menggendong Veronica langsung berlari melanjutkan pencarian boss Leak, diikuti Rain dan kedua pelayannya. Begitu juga dengan para Leak yang langsung mengejar mereka dari belakang.

Selama di pencarian, mereka sering sekali menemukan beberapa mayat yang tidak utuh maupun utuh. Mau itu dari jenis Pemburu, monster, atau hewan hutan. Selain itu, jumlah Leak yang mengejar mereka semakin bertambah seiring titik-titik hutan yang mereka lalui.

"Likyter, sepertinya idemu bukanlah ide yang bagus," ucap Rain melihat para Leak yang mengejar.

"Tenang saja. Kalau bossnya sudah dikalahkan, maka mereka akan menghilang."

"Tapi kalau begini terus, kita bisa mati," balas Nia.

"Tenang saja. Aku punya kartu as yang bisa menghabisi mereka semua, walau tanpa mengalahkan bossnya."

"Kalau begitu, seharusnya kau gunakan kartu asmu sekarang."

"Namanya juga kartu as, pasti digunakan untuk akhir-akhir di saat kartu lain tidak bisa digunakan. Selain itu, kalau aku menggunakannya akan berbahaya. Makanya aku akan menggunakannya saat benar-benar terdesak."

"Rain, apakah itu bossnya?" tanya Sia sambil mengangkat tangan kirinya ke samping kiri.

Sontak mereka berhenti, lalu melihat ke arah yang ditunjuk Sia. Dapat dilihat monster dengan penampilan seperti yang dideskripsikan klien sedang berdiri di posisi yang ditunjuk Sia. Monster itu sedang menggerakkan beberapa anggota badannya.

"Memang itu. Oh iya, kenapa kau menanyakannya ke Rain? Aku kan yang tahu seperti apa monsternya."

Sia menatap datar Likyter, tidak lama berpindah ke Rain. "Apa benar itu monsternya, Rain?" tanya Sia mengabaikan pernyataan Likyter.

"Aku kan tadi bilang memang itu monsternya..."

"Iya, itu monsternya," jawab Rain. "Nia, kau urus bossnya. Sia, kau urus Leak-Leak itu."

"Dimengerti."

"Baik, Rain~"

Sia yang sudah mencabut pedangnya pun berjalan ke belakang untuk menghadang Leak-Leak yang masih jauh, dan Nia mengambil sabitnya lalu berlari ke arah boss Leak. Sedangkan Rain diam memperhatikan kedua pelayannya menjalankan tugas masing-masing.

"Sepertinya keberadaanku diabaikan..."

"Tuan, apa yang akan kita lakukan?" tanya Veronica yang masih digendong Likyter.

"Kalau begitu, kau bantu Aeisia. Aku akan membantu Laennia." Likyter pun menurunkan Veronica.

"Dimengerti." Veronica pun berjalan menghampiri Sia.

"Rain, kau tidak ikut membantu?"

"Kartu as biasanya dipakai di saat terdesak," balas Rain masih memperhatikan kedua pelayannya.

Likyter hanya menghela napas mendengar itu, lalu mengambil senjatanya. "Kalau begitu, kau diam dan perhatikan juga cara bertarung petualang dari dunia lain!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top