JALAN S2 KEDUA: KERJA SAMA

Likyter yang sudah mengubah senjatanya menjadi pedang, langsung saja menerjang tanpa basa-basi. Kedatangannya disambut oleh tangan monster bernama Koil, yang siap menindih tubuh Likyter dari atas dengan telapak tangan besarnya. Dengan mudahnya Likyter berguling ke samping untuk menghindarinya. Baru saja berdiri, Likyter disambut tinjuan kepalan tangan Koil. Tidak sempat menghindar, Likyter memutuskan untuk mengadu serangan itu dengan pedangnya. Likyter pun terpental cukup jauh, karena kalah beradu.

Lalu, Tiana dan Elyna datang bersiap menyerang dengan tombaknya. Koil menyambut mereka dengan mengayunkan kedua tangan dari kedua sisi, seperti ingin menepuk nyamuk. Langsung saja mereka menghindar, Tiana meloncat ke belakang sambil melemparkan tombaknya ke wajah Koil dan Elyna meloncat tinggi untuk menghantamkan palunya ke atas kepala Koil. Dengan cepat Koil membatalkan serangan dan menahan serangan mereka. Punggung tangan kiri Koil menahan hantaman palu Elyna dan telapak tangan kanan Koil menahan tombak Tiana. Akibatnya, Elyna terpental karena kekuatan hantamannya kurang kuat dan tombak Tiana berhasil menancap di telapak tangan Koil.

Koil hendak menghantam Tiana yang tergeletak di tanah, tapi langsung dihentikan oleh anak panah dari Susha Veronica yang berhasil menebus telapak tangan kiri Koil. Kesempatan itu diambil Tiana untuk menjauh. Kemudian, Vanili menembakkan beberapa peluru di kedua pistolnya. Koil langsung menyilangkan kedua tangannya untuk dijadikan perisai. Semua tembakkan berhasil mengenai sepanjang lengan bawah Koil, sehingga banyak lubang-lubang kecil dan mengeluarkan darah banyak.

Dengan penuh amarah, Koil mencabut tombak dan anak panah dengan giginya, lalu dibuang sembarang. Kemudian, Koil menghantamkan dengan keras kedua kepalan tangannya ke lantai batu. Batu-batu runcing bermunculan di atas lantai mendekati Likyter dan lainnya.

Langsung saja Tiana loncat sambil membawa Vanili. Elyna loncat membawa Veronica. Sedangkan Likyter loncat membawa Mio dan Haru dengan kedua tangan kegelapannya. Batu-batu runcing itu melewati mereka, lalu hancur berkeping-keping.

Setelah mereka mendarat, Vanili langsung mengeluarkan jurusnya, yaitu RAM. Koil kembali menghantamkan kedua kepalan tangannya ke lantai, lalu sebuah kubah batu besar mengurungnya dari dalam. Hujan peluru pun menghujani kubah batu itu dengan cukup deras, tapi sayangnya tidak membuat kubah batu itu hancur sedikit pun, bahkan retak.

Kemudian, Koil yang berada di dalam kubah batu itu kembali menghantamkan kedua kepalan tangannya. Kubah batu itu jadi hancur berkeping-keping dan terbang ke berbagai arah, termasuk ke arah tempat Likyter dan lainnya berdiri. Likyter langsung membuat perisai kegelapan yang besar untuk menahan kepingan-kepingan batu itu. Rasa nyeri yang luar biasa dirasakan tangan Likyter setiap kali satu keping batu mengenai perisai kegelapannya, terlebih kepingan-kepingan batu itu datang bersamaan dengan jumlah yang banyak dan cepat sekali.

Setelah semua kepingan-kepingan batu itu berhasil ditahan, Likyter menghilangkan perisai kegelapannya dan sempoyongan. Untungnya Mio dengan sigap menangkap Likyter dan mengeluarkan sihir penyembuh. Jadi, Likyter tidak jadi jatuh ke lantai.

"Liky-kun, kau baik-baik saja?" tanya Mio dengan cemas.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," jawab Likyter sambil berdiri melepaskan diri dari pegangan Mio. "Padahal dia tidak punya kaki, tapi masih bisa berdiri dengan baik walau kedua tangannya tidak menapak lantai. Apa dia bisa melayang?"

"Likyter, bagaimana ini?" tanya Vanili. "Apa kau punya rencana untuk mengalahkannya?"

"Tentu saja ada!" jawab Likyter semangat. "Elyna, tarik perhatiannya dan buat dia sibuk denganmu! Tiana, ambil tombakmu, lalu kembali ke sini! Vanili, keluarkan lagi RAM setelah perintah dariku! Haru, saat aba-aba dariku, padamkan sihir cahayamu dan buatlah hujan bersamaan dengan RAM! Veronica, kumpulkan seluruh kekuatanmu dan lepaskan setelah aba-aba dariku! Mio, keluarkan sihir penambah kekuatan kepada Tiana setelah aba-aba dariku!"

"Baik!" jawab mereka.

Elyna langsung meloncat tinggi menuju Koil, lalu bersiap menghantamkan palu besarnya. Koil mengangkat tangan kirinya dan menahan serangan itu. Seperti sebelumnya, Elyna harus sedikit terpental karena kalah kekuatan. Tapi, itu tidak membuatnya menyerah. Elyna berpindah ke sisi lain dan kembali menghantamkan palunya. Namun, lagi-lagi berhasil ditahan. Terus begitu, sampai-sampai Tiana sudah berhasil mengambil tombaknya dan kembali lagi.

"Elyna, kembalilah!" teriak Likyter.

Elyna langsung menghentikan serangannya dan meloncat jauh ke belakang, kembali ke tempat mereka.

"Vanili, keluarkan RAM!"

Vanili pun mengeluarkan RAM. Hujan peluru siap kembali menghujani kubah batu yang sudah dikeluarkan Koil untuk melindunginya.

"Haru, sekarang!"

Perlahan cahaya yang selama ini menerangi seluruh tempat mulai padam, tapi masih ada cahaya dari lingkaran RAM yang sedikit menerangi sekitar, terutama di sekitar kubah batu itu. Lalu, awan hitam tercipta di atas lingkaran RAM dan datanglah hujan yang menghujani kubah batu itu bersamaan dengan hujan peluru. Akibatnya, kubah batu itu berhasil sedikit hancur dan menciptakan lubang di bagian atasnya. Beberapa peluru dan tetesan hujan berhasil mengenai Koil dari lubang-lubang tersebut, namun tidak banyak karena keburu habis.

"Mio, sekarang!"

Mio pun melantunkan lagu sihir memperkuat kekuatan kepada Tiana. Kemuidan, kubah batu itu hancur dan meluncurkan kepingan-kepingannya. Walau keadaan sekitar gelap karena tidak ada cahaya, tapi Tiana bisa mendengar suara kubah batu itu hancur, jadi dia bisa tahu kapan saatnya memutarkan tombaknya untuk menciptakan hembusan angin yang sangat kencang.

Kepingan-kepingan kubah batu yang meluncur ke arah tempat Likyter dan lainnya berhasil ditahan oleh hembusan angin kuat Tiana, bahkan sampai meluncur balik ke tempat Koil. Karena Koil punya mata yang bisa melihat dari kegelapan, dia menyadarinya dan langsung kembali mengeluarkan kubah batu. Tapi, karena kecepatan luncur sangat cepat sekali, kepingan-kepingan batu itu berhasil menebus kubah batu dan mengenai seluruh tubuh Koil.

Haru kembali melemparkan bola cahaya besar ke atas, menerangi seluruh tempat. Dapat dilihat, terdapat beberapa lubang besar di bagian depan kubah batu itu dan memperlihatkan Koil yang tertunduk kesakitan.

"Ayo kita akhiri, Veronica!" Likyter mengacungkan lancenya yang sudah terkumpul listrik ke depan.

"Baik, Tuan!"

Veronica pun melepaskan anak panah yang cukup besar dan Likyter meluncurkan listriknya. Kedua serangan ini menyatu menjadi laser besar dan panjang. Dengan cepat, serangan gabungan ini berhasil menembus kubah batu dan mengenai setengah badan atas Koil. Kemudian, Koil tumbang dengan setengah tubuh atasnya hancur mengeluarkan banyak darah.

"Akhirnya selesai juga..." lega Vanili.

"Kurang menegangkan..." keluh Likyter. "Apa benar itu boss Dungeon?"

"Likyter, seharusnya kau bersyukur urusannya semudah ini," protes Tiana.

"Kau tidak akan mengerti jiwa ardenalin laki-laki, Tiana. Kalau tidak terpenuhi, maka harus digantikan dengan yang lain. Seperti..."

"Keinginan nafsu birahi laki-laki," sela Veronica datar.

"Iya, i- Bukan itu!"

Langsung saja Tiana dan Veronica menodongkan senjata mereka ke arah Likyter, dengan senyuman manis tapi mengerikan. Likyter langsung memasang wajah tegang dan mengangkat kedua tangannya.

"Apa yang dikatakan Veronica itu benar?" tanya Vanili.

"Bu-Bukan, tapi ada yang lain..."

"Oh, jadi perkataan Veronica bisa dibilang benar?" tanya Tiana.

"Eh... Bu- Maksudku, tidak..."

"Liky-kun, nafsu birahi laki-laki itu apa?" tanya Mio menyela.

"Sekarang bukan saatnya menjelaskan, Mio. Nanti aku jelaskan..."

"Jangan-jangan, nanti malam Liky akan memberikan contohnya langsung ke Mio? Dasar, Liky mesum~" goda Elyna.

"Bukan, bukan begitu!"

Aura yang dikeluarkan Vanili dan Tiana semakin membesar, membuat Likyter semakin merinding ketakutan.

"Apa ada kalimat terakhir yang ingin diucapkan sebelum mati?" tanya Tiana dengan nada lembut namun terdengar mengerikan bagi Likyter.

"Setidaknya biarkan aku memberikan jawaban yang benar..."

"Kalimat terakhir diterima," ucap Vanili dengan nada yang manis, namun mengerikan.

"Bu-Bukan i- Aaaaaa!!"

***

Di markas Megafan. Semua anggota yang masih tersisa melakukan rapat untuk mengambil pistol pengendali waktu dan senjata kutukan terkuat. Semuanya sudah duduk di tempat masing-masing, tanpa memakai tudung memperlihatkan wajah masing-masing, kecuali boss mereka yang masih menggunakan topeng dan partner Ai yang memakai cadar.

Sebelumnya mereka sudah menemukan semua potongan peta letak kedua senjata tersebut, dengan bantuan buku petunjuk yang mereka ambil.

"Baiklah, rapat penentuan kelompok yang mengambil senjata kutukan terkuat dan pistol pengendali waktu," ucap boss mereka membuka rapat. "Sebelum itu, apakah ada masukkan atau kata yang ingin disampaikan, Nona Ai?"

"Hmm... apa, ya? Oh, aku tahu! Bagaimana menurut kalian penampilan kami, apakah terlihat serasi?"

Ai dan partner Ai pun berdiri, mereka sama-sama memakai pakaian penari Mesir yang memperlihatkan perut mereka. Walau ukuran tubuh mereka beda, tapi jenis dan warna pakaiannya sama. Benar-benar terlihat serasi sekali. Hanya saja Ai tidak menggunakan cadar, sedangkan partner Ai memakai cadar.

"Terlihat serasi sekali," jawab Tulip.

"Sangat serasi sekali, Nona Ai, Nona," jawab Rowth.

"Kalian terlihat seperti saudara kembar, Nona Ai, Nona," jawab Owel.

Sedangkan Dimas dan Igil hanya mengangguk menyetujui. Melihat dan mendengar jawaban mereka, membuat Ai senang sekali. Senyuman puas dan manis terukir di wajahnya.

"Terima kasih atas pujiannya~ Aku senang sekali~" senang Ai. "Hanya itu saja, silahkan lanjutkan~"

"Baiklah, saya ambil alih lagi," ucap boss. "Igil, Dimas, Tulip, dan Rowth yang mengambil pistol pengendali waktu. Aku, Nona Ai, Nona, dan Owel yang mengambil senjata kutukan terkuat."

"Oh, aku lupa. Aku dan Partnerku tidak akan ikut, karena ada sesuatu yang ingin kami lakukan," sela Ai.

"Baiklah. Kalau begitu hanya aku dan Owel yang mengambil senjata kutukan."

"Maaf atas kelancangan saya, Nona Ai. Kalau boleh tahu, urusan apa yang kalian maksud?" tanya Owel.

"Partnerku hanya akan melakukan reuni dan aku akan menyapa untuk memperkenalkan diri. Jadi, kalian kerjakan pekerjaan kalian sebaik mungkin. Ingat, kalau sampai gagal, kalian akan aku kirim ke dimensi penyiksaan."

"Baiklah, Nona Ai," jawab mereka.

Ai dan partnernya pun pergi meninggalkan ruang rapat. Setelah mereka pergi, rapat untuk mengatur strategi dilaksanakan. Ketegangan mulai mereda, karena hal yang ditakuti mereka sudah pergi.

***

Setelah selesai sarapan, Likyter menyuruh semuanya untuk berkumpul di kamarnya. Di sana dia ingin menyampaikan sesuatu sebelum pergi menemui teman-teman party lamanya yang akan melatih Vanili dan lainnya.

"Dari hasil pertarungan kerja sama kita kemarin, aku mendapatkan sebuah kesimpulan. Berkat ini, aku bisa dengan mudah memberitahu teman-temanku apa yang akan mereka ajarkan kepada kalian," ucap Likyter. "Vanili, kau akan belajar untuk menguasai jurus baru. Jurus RAM-mu memang mencakup luas dan kuat sekali, tapi tidak akan efektif untuk musuh yang bisa membuat pelindung yang besar atau yang bisa menangkis semua serangannya."

"Aku mengerti," jawab Vanili.

"Tiana, kau akan belajar untuk memakai senjata lain. Seperti kejadian kemarin, kalau saja tombakmu lepas darimu atau bahkan hancur, maka kau tidak bisa ikut petarungan. Seperti belajar menggunakan senjata jarak jauh atau mungkin melakukan seni bela diri atau mungkin sihir."

"Kau benar juga..." jawab Tiana.

"Haru, kau akan belajar mengendalikan dua sihir dalam satu waktu. Karena kau hanya bisa menggunakan satu jenis sihir dalam satu waktu. Seperti kemarin, kau tidak bisa mengeluarkan sihir lain di saat mengeluarkan bola cahaya."

"A-Aku akan berjuang sebaik mungkin, Likyter-san," jawab Haru.

"Veronica, kau akan mempelajari serangan menggunakan sihir kegelapan. Kau membutuhkan beberapa waktu untuk menembakkan satu anak panah, karena proses pengumpulan untuk membuat anak panahnya. Mungkin kau butuh sihir penyerang untuk mengulur waktu atau menghentikan pergerakan musuh."

"Baiklah, Tuan," jawab Veronica.

"Elyna, kau akan belajar untuk menambah kekuatan kedua tanganmu. Selain berguna untuk senjata palumu, ini juga akan berguna untuk kecepatan tembakan anak panahmu."

"Aku mengerti~" jawab Elyna.

"Itu baru rencananya, mungkin nanti kalian akan mendapatkan latihan tambahan atau latihan yang berbeda dengan yang aku katakan, karena mereka lah yang menentukan latihan seperti apa yang akan diberikan kepada kalian. Jadi, jangan mengeluh kalau nantinya kalian dilatih keras."

"Tunggu, Likyter," sela Vanili. "Bagaimana dengan Mio?"

"Mio... Ah, maaf, aku lupa. Mio, kau akan belajar untuk meningkatkan efektifnya sihirmu, terutama sihir penyembuh."

"Aku akan berjuang sekuat tenagaku, Liky-kun," jawab Mio.

"Aku senang mendengarnya."

Likyter mengusap-ngusap kepala Mio dengan senyuman senang. Mio yang mendapatkan hal itu langsung menunduk malu senang, terbukti dari senyuman kecil terukir di wajahnya dan pipinya merona merah.

"Ehm, bukannya aku mengganggu kemesraan kalian. Tapi, apa ada tambahan lain, Likyter?" sela Tiana.

"Ah!" Dengan panik Likyter melepaskan tangannya dari atas kepala Mio. "Ti-Tidak ada, kurasa itu saja yang bisa aku sampaikan. Sekarang kalian beres-beres perlengkapan kalian, aku tunggu tiga puluh menit."

"Baik!"

Mereka semua pun keluar kamar, menuju kamar masing-masing. Likyter pun merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, dengan raut wajah yang sedih. Kemudian, dia mengambil topi koboinya dan memutar-mutarnya dengan jari telunjuk.

"Aku harus segeramencari orang yang cocok untuk mengajari Mio," gumam Likyter. "Mungkin nantiaku juga kunjungi makam dia. Sudah lama aku tidak ke sana lagi..."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top