JALAN KETUJUH BELAS: TERJEBAK
Kembali lagi ke markas orang berjubah dengan tudung yang menutupi mata mereka, membuat wajah mereka tidak bisa terlihat jelas. Mereka semua sudah duduk di tempatnya masing-masing, dan hanya ada satu kursi yang kosong. Mereka semua sedang membicarakan tentang rencana untuk menguasai dunia Fantasy ini. Rapat ini terjadi saat Likyter dan lainnya berada di istana Vanili.
“Ngomong-ngomong,” ucap Ai tiba-tiba. “Apakah kalian bertiga sudah menyusun rencana untuk membunuh Likyter?” lanjutnya.
Salah satu orang berjubah hitam berdiri, tentu yang diantara tiga orang berjubah yang ditugaskan untuk menyingkirkan Likyter. “Sudah, nona Ai. Kami akan memisahkan Likyter dari party-nya…”
“Tunggu,” potong Ai. “Kenapa kalian memisahkan Likyter dari party-nya? Oh, aku tahu… Kalian pasti tidak ingin membunuh orang yang tidak terkait dengan dendam, ya? Ternyata kalian benar-benar dendam dengan Likyter dan party-nya yang dulu… Baiklah, tidak apa-apa. Silahkan lanjutkan.”
“Kami akan mengirimkan Likyter ke jurang yang sangat dalam sekali…”
“Tunggu,” potong Ai lagi. “Apa kalian yakin rencana itu bisa membunuh Likyter? Bisa saja dia menancapkan pedangnya ke dinding jurang untuk berhenti jatuh ke bawah?”
“Kami sudah memikirkan hal itu, jadi kami memilih jurang yang akan menyulitkan dia melakukan itu. Karena dinding jurang itu dipenuhi oleh batu-batu yang membentuk kerucut tajam besar. Jadi, Likyter tidak akan bisa melakukan hal itu. Di bawahnya pun ada sungai yang cukup dalam, dan kalau pun kebetulan selamat, di bawah jurang itu memiliki pintu gua. Itulah jalan satu-satunya untuk keluar dari dasar jurang, tapi di dalam gua itu banyak monster yang sangat kuat sekali bahkan monster yang menyusahkan yaitu slime.”
“Hmm… Sejujurnya rencana kalian bagiku sangat lembut sekali, tapi kalau memang bisa membunuh Likyter kurasa tidak masalah. Oh iya, kalau ternyata rencana kalian gagal…” Ai langsung memasang pose berpikir, kemudian dia melihat ke arah partnernya, yaitu orang bercadar. “Menurutmu apa yang akan mereka dapatkan kalau rencana itu gagal, partnerku?”
“Mereka harus membunuh Likyter beserta party-nya, dengan usaha mereka sendiri,” jawab partnernya.
“…Padahal aku berharap kau mengatakan ‘mendapatkan sebuah hukuman yang sangat berat’, tapi baiklah. Seperti yang dikatakan oleh partnerku, kalau rencana kalian gagal… kalian yang harus membunuh Likyter dan party-nya, dan kalau perlu sampai titik darah penghabisan kalian.”
Kedua orang berjubah yang duduk di dekat orang yang memberitahukan rencanan, langsung berdiri. Mereka bertiga memberikan hormat kepada gadis kecil perkaian mini dan seksi. “Baik, nona Ai.” Kemudian mereka pun pergi.
“Kalau begitu, mari kita lanjutkan lagi rencana untuk mengambil senjata kutukan paling berbahaya,” ucap sang boss.
***
Mereka semua sekarang sedang berada di tanah bebatuan, dimana tidak ada tanaman satu pun yang tumbuh. Tiba-tiba Vanili menghentikan langkahnya, tentu mereka semua ikut berhenti dan melihat ke arah Vanili.
“Ma-Maaf membuat kalian cemas, aku memang bodoh. Maaf,” ucap Vanili.
“Sudahlah, jangan diungkit-ungkit lagi. Kami memaafkanmu,” jawab Tiana.
“Benar, Vanili-chan. Kami tidak mempermasalahkannya,” lanjut Mio. Sisanya mengangguk tanda sependapat.
“Terima kasih sekali lagi, semuanya.”
Vanili pun merasa sangat lega sekali, dan yang lainnya tersenyum gembira karena Vanili bisa ikut kembali berpetualang bersama. Tapi, mereka dikejutkan oleh suara tepuk tangan yang cukup keras, mungkin karena di sini sedang sunyi. Saat mereka melihat ke arah suara tepukan itu, ternyata orang berjubah hitam dengan tudung yang menutupi bagian atas wajahnya sedang berdiri cukup jauh dari mereka.
Belum orang berjubah itu angkat bicara, tiba-tiba Tiana berlari ke arahnya mengeluarkan tombaknya dengan wajah marah. “Tiana!” panggil Likyter, tapi Tiana masih terus berlari untuk menyerang orang berjubah itu. Likyter pun ikut berlari mengejar Tiana, untuk menghentikan Tiana. Likyter tahu kalau melawan orang berjubah itu sendiri adalah tindakan gegabah.
Namun, belum sampai ke orang berjubah itu. Sebuah benda yang dikenal sebagai Botel terlempar ke arah Tiana, setelah sampai di tanah cahaya yang sangat terang menyerang mata Tiana dan Likyter yang berada di belakang sudah memegang tangan Tiana. Seperti yang diduga, mereka berdua pun menghilang. Tentu Vanili dan lainnya hanya bisa kaget lagi.
“Kami hanya ingin membunuh Likyter, jadi jangan salahkan gadis yang tadi ter-teleport bersama Likyter mati. Itu salahnya karena ikut campur dengan rencana kami,” ucap orang berjubah itu. Sebelum salah satu dari Vanili atau lainnya berbicara, orang berjubah itu sudah kabur.
Berpindah ke sebuah jurang. Likyter sedang terjun menuju dasar jurang, tepat di bawah Likyter, Tiana pun sedang terjun menghadap ke arahnya, mudahnya mereka seperti saling berhadapan hanya saja sedang terjun. Sekuat tenaga Likyter menggerakkan tangan kanannya untuk meraih tangan Tiana, begitu juga Tiana yang berusaha untuk meraih tangan Likyter. Berhasil, Likyter berhasil memegang tangan Tiana dan langsung ditarik. Tapi, tiba-tiba Tiana mendorong badan Likyter yang mengakibatkan tangan mereka terlepas.
“A-Apa yang akan kau lakukan?!” teriak Tiana dengan wajah yang memerah. “Ta-Tadi kau ingin memelukku?! Dasar, pria menjijikan!”
“Sekarang bukan saatnya mengkhawatirkan itu, aku hanya ingin memelukmu, bukan berarti akan melakukan hal yang menjijikan!” balas Likyter dengan keras.
“Alasan saja! Sebenarnya kau ingin mengambil kesempatan saja, nanti saat kau sudah memelukku kau akan meraba-raba tubuhku dan melepaskan pakaianku! Dasar, mesum tingkat akut!!”
“Kita sekarang akan mati jatuh ke dasar jurang, tahu!! Masih sempat-sempatnya kau mencemaskan hal itu!”
“Tuh, kan! Kau mengambil kesempatan situasi ini supaya bisa melucuti pakaianku dan memuaskan hasrat bejatmu!!”
“Ahhh, terserah kau saja.” Dengan kesal, Likyter memegang pinggang Tiana dengan kedua tangannya. “Kalau kita selamat nanti, kau boleh memukulku sepuasmu! Tapi, sekarang kau diam dan biarkan aku menyelamatkanmu!”
Wajah Tiana semakin memerah setelah mendapatkan pernyataan itu, Tiana pun menengokkan kepalanya ke samping. “Ba-Baiklah, kau bo-boleh memelukku. Ta-Tapi jangan macam-macam!”
Likyter pun menarik tubuh Tiana mendekat tubuhnya. Saat tubuh Tiana berhasil dipeluk oleh Likyter, dia merasakan sesuatu yang lembut menyentuh badannya… Tapi, situasi sekarang tidak membuat Likyter menjadi tergagap takut dihajar. Dengan cepat, Likyter memutar posisi menjadi di bawah. Dengan begitu, punggung Likyter akan menyentuh dasar jurang terlebih dahulu.
Tiba-tiba, kegelapan muncul di punggung Likyter. Kegelapan itu membentuk seperti tempurung kura-kura di punggung Likyter. Kegelapan itu ternyata akan menjadi prisai tubuh Likyter saat jatuh nanti. Namun, hal yang mengejutkan terjadi. Tiba-tiba dinding yang dihiasi batu berbentuk corong besar meledak, pecahan batunya terjun ke arah mereka berdua. Tentu pertama kali yang akan mendapatkan pecahan batu itu adalah Tiana. Kegelapan yang tadinya menjadi tempurung sekarang berubah menjadi tangan yang besar, lalu tangan kegelapan itu memukul pecahan-pecahan batu itu sampai hancur. Sehingga nantinya kalau mereka sampai di dasar jurang, punggung Tiana tidak akan tertimpa pecahan batu itu.
Saat tangan-tangan itu memukul pecahan-pecahan batu itu, mata Likyter berkaca-kaca dan wajahnya terlihat sangat kesakitan. “ARGGGGHHH!!” teriak Likyter kesakitan.
Mendengar suara itu, Tiana pun mengangkat kepalanya yang tadinya bersandar di dada Likyter. Mata terbuka lebar, air mata yang hampir keluar dari matanya, pokoknya Likyter terilhat sangat kesakitan. “Li-Likyter, ka-kau kenapa? Kenapa kau terlihat sangat kesakitan begitu?”
Mendengar suara dari Tiana, Likyter memaksa memasang wajah biasa… tapi, yang terjadi Likyter memasang wajah menahan rasa sakit yang sangat mendalam. “Bu-Bukan apa-apa, Tiana.”
“Bohong! Wajahmu terlihat sangat kesakitan be-” Kalimat Tiana terhenti karena tiba-tiba dia merasa ada yang memukul belakang lehernya, lalu perlahan matanya tertutup, dan akhirnya dia pingsan di pelukan Likyter.
*Brushhh
***
Berpindah ke markas orang berjubah. Mereka bertiga, yang diberikan tugas untuk menyingkirkan Likyter, memasuki ruangan.
“Bagaimana?” tanya Ai.
Mereka bertiga sedikit membungkukkan badan mereka, memberikan hormat. “Sesuai dengan rencana, walau salah satu party Likyter ikut ter-teleport ke jurang itu,” jawab yang di tengah.
“Hmm… Tak apa, kurasa bagus karena Likyter tidak mati sendiri. Dengan begitu dia tidak kesepian.”
“Kami merasa senang, nona Ai. Apakah kami boleh duduk sekarang?”
“Silahkan-silahkan. Kebetulan kalian datang saat pembagian tugas mengambil pusaka letak senjata kutukan yang kita incar dan pistol pengendali waktu.”
Mereka bertiga pun duduk. Mereka semua yang tadinya melihat ke arah tiga orang yang baru saja datang, sekarang kembali fokus dengan boss mereka. “Baiklah, tempat pusaka senjata kutukan itu berada di markas besar kota Suka,” ucap sang boss.
“Wow, sangat jauh sekali dari sini,” komentar orang yang dekat kursi kosong tempat Shin.
“Dimas, Tulip, Igil, dan Rowth. Kalian berempat yang mengambil pusaka itu.”
“Heh… Bukankah senjata kutukan adalah kesukaanmu, Igil.”
“Benar sekali, boss benar-benar memilih yang tepat,” ucap Igil.
“Sedangkan sisa-nya kita ambil pusaka pistol pengendali waktu di markas besar kota Leur.”
“Apakah kami bertiga ikut juga?” tanya salah satu yang ditugaskan menyingkirkan Likyter.
“Jangan dulu, karena keadaan Likyter belum bisa dipastikan. Mungkin saja dia masih hidup,” jawab partner Ai.
“Baiklah, nona Al-”
“Ehm,” dehem Ai memotong kalimat lanjutan orang tadi. “Jangan menyebut nama partnerku, cukup panggil ‘nona’ saja.”
“Maafkan saya, nona Ai, nona.”
***
Perlahan Tiana membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah langit bebatuan yang disinari oleh cahaya merah redup. Beberapa tubuhnya terasa sangat sakit diambah tubuhnya teras sedikit basah, jadi dia bangun dengan pelan-pelan. Sekarang dia bisa melihat api unggung di depannya, itulah alasan kenapa cahaya sekitar berwarna merah redup. Cukup mengejutkan ternyata dia tadi bersandar di batu yang cukup besar, tapi kejutan yang paling besar adalah Likyter yang bersandar dengan lemas dan terlihat basah kuyup.
“Likyter!” Dengan cepat Tiana berdiri dan berjalan menghampiri Likyter. Tiana jongkok, dia bisa melihat betapa basahnya wajah Likyter, jaketnya, celana jeans-nya, dan topi koboi-nya.
Perlahan Likyter membuka matanya. “Ti…Tiana, kau sudah sadar…” ucap pelan Likyter.
“A-Apa yang terjadi? Ke-Kenapa kau bisa basah kuyup? Dan kenapa kau terlihat sangat kelelahan?”
“Ceritanya panjang, yang terpenting kita se- Argh!” Likyter memegang badannya dengan kesakitan.
“Kau…Kau pasti terluka, buka jaketmu, biar aku obati lukamu.”
“Se…Se-Sebelum itu, sesuai janji kau pukul aku sepuasmu dulu.”
“Ke-Kenapa kau malah mengungkit hal itu?! Mana mungkin aku akan memukulmu di kondisi seperti ini!”
“Kalau begitu, tolong jaga topiku.” Dengan pelan Likyter mengangkat tangannya, mengambil topinya yang terpasang di atas kepalanya, lalu menyimpannya di atas kepala Tiana. Setelah itu, Likyter membuka resleting jaket-nya, tapi karena kesakitan jadinya berhenti.
“Bi-Biar aku saja yang membukakannya,” tawar Tiana. Kemudian dia membuka resleting Likyter.
“Entah kenapa, rasanya kau ingin melakukan hal yang kotor kepadaku…”
“Diam, jangan bercanda.”
“Kalau Vanili dan Elyna melihat ini, apa mereka-”
“Diam!” bentak Tiana memotong. Sekarang resleting jaket Likyter sudah terbuka sepenuhnya, lalu menggulung kaos hitam Likyter, beberapa luka lebam berwarna ungu menghiasi badan berotot Likyter. Entah kenapa, dari kedua mata Tiana keluar air mata yang sudah tidak bisa dibendung. “Ma-Maafkan aku…”
“Eh?”
“Ma-Maafkan aku… Ka-Kalau saja aku tidak terbawa emosi dan menyerang orang berjubah itu, kau…kau tidak akan mengalami hal ini… Ini semua salahku… Aku…Aku…”
“Tiana, ini bukan salah kau…”
“Iya, ini salahku! Kalau saja aku tidak mencoba menyerang orang berjubah itu karena mungkin mereka adalah yang membuat temanku menjadi pembunuh! Kalau saja aku tidak terbawa emosi karena alasan itu! Kau…Kau tidak akan terluka demi melindungiku! Ini se- Aw!” Likyter menyentil dahi Tiana.
“Hah… Sudah kubilang, ini bukan salahmu. Lagipula kalau kau menyerang atau tidak orang itu, tetap saja aku akan terkirim ke jurang. Mereka punya dendam denganku, jadi semua ini salahku karena melibatkan kalian. Akulah yang harusnya minta maaf.”
“Tapi…Tapi…”
“Tiana, jangan menangis seperti itu. Aku pasti akan melindungi kalian, jadi jangan sesali lukaku ini, heheheh…”
Tiana mengusap air matanya. “Ka-Kalau begitu, aku obati dulu lukamu.” Tiana melanjutkan membuka jaket Likyter, kemudian melepaskan kaos hitam. Sekarang Likyter sudah telanjang badan. Selain luka lembam di tubuhnya, lengannya memerah. “Se-Sebaiknya kau berbaring. Biar aku keluarkan dulu tempat tidurnya.”
Setelah selesai menyiapkan tempat tidur untuk Likyter di Bag milik Tiana, Tiana membantu Likyter untuk berjalan ke tempat tidur itu dan membaringkannya. Kemudian, beberapa obat dikeluarkan di Bag. Beberapa saat kemudian, Tiana selesai mengobati luka-luka Likyter. Sekarang tubuh Likyter dililit oleh perban, dan dia sekarang tertidur pulas. Tentu celananya yang basah sudah diganti, bukan diganti oleh Tiana tapi Likyter menggantinya sendiri sebelum diobati.
Sekarang Tiana berada di depan api unggun, menyimpan pakaian basah milik Likyter di atas kayu yang sudah dipasang di dekat api unggun. Selesai menyimpan semua pakaian basah milik Likyter, Tiana melihat ke arah Likyter yang terbaring dengan selimut menutupi tubuhnya. Tiana melihat ke arah Likyter untuk memastikan Likyter benar-benar sudah menutup matanya. Dengan sedikit ragu-ragu, Tiana membuka pakaiannya yang juga basah. Sekarang Tiana hanya menggunakan bra berwarna belang putih biru, dengan celana dalam yang sama. Walau dada Tiana terbilang kecil, tapi tubuhnya ramping sekali.
Sekali lagi Tiana melihat ke arah Likyter yang masih tertidur, ternyata masih tidur. Kali ini wajah Tiana sudah merah padam, dan dengan perlahan dia membuka pengait bra-nya. Bra-nya terlepas, memperlihatkan dadanya yang masih kecil. Sekali lagi dia melihat ke arah Likyter, masih tertidur. Tiana pun dengan perlahan melepaskan celana dalamnya, dan sudah telanjang bulat. Kalau saja Likyter tidak tidur, dia bisa melihat tubuh ramping dan seksinya Tiana… mungkin juga Likyter akan terbawa nafsu.
Setelah memasang pakaian basah milik Tiana di atas kayu yang didekatkan di api unggun, Tiana mengeluarkan piyamanya di Bag miliknya. Piyamanya berwarna putih, celananya pendek berwarna putih juga. Kemudian dia memakai celanannya, lalu bajunya. “Argg.” Tiana langsung mematung setelah mendengar suara itu, perlahan dia menggerakkan kepalanya untuk melihat Likyter. Ternyata benar, suara itu berasal dari Likyter. Tiana mendekati Likyter dan duduk di sampingnya.
Entah apa yang terjadi, Likyter tiba-tiba menggigil dan terlihat masih kesakitan. Secara refleks, Tiana memegang tangan Likyter. Ternyata karena itu, Likyter tidak menggigil dan terlihat kesakitan lagi. Tiana semakin mempererat gengamannya, tentu tidak terlalu kuat karena itu bisa membuat Likyter sakit. Sebuah senyuman terukir dengan perlahan di wajah Tiana.
***
Perlahan Likyter membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah langit bebatuan yang sudah tidak asing baginya sekarang. Dia ingin bangun, tapi tubuhnya seperti terkunci. Lalu Likyter melihat ke samping, sebuah wajah yang tidak asing bisa dia lihat.
“Ti-Tiana?!” kaget Likyter. Tiana tidur di samping Likyter, dengan kedua tangannya yang memeluk tubuh Likyter. Itulah kenapa tubuh Likyter tidak bisa digerakkan. Ingin Likyter segera menjauh, karena pasti berbahaya kalau Tiana tahu tidur di samping Likyter.
Sayangnya, Tiana mulai membuka matanya perlahan. “Se-Selamat pagi, Li…” Seketika wajahnya merah padam, dia sadar akan posisinya. Dengan cepat Tiana melepaskan pelukannya. “KYAAAA!!” Sebuah tinju yang kuat diluncurkan tepat ke wajah Likyter. Akibatnya, Likyter berguling-guling. Lalu, Tiana pun menyadari dengan apa yang baru saja dia lakukan. Dengan cepat dia berdiri dan menghampiri Likyter. “Ah, Likyter, maaf! Se-Seharusnya tadi aku tidak memukulmu, padahal kau sedang terluka.”
“Ti-Tidak apa-apa.” Likyter bangun. “Lukaku sekarang sudah sembuh.”
“Ja-Jangan paksakan diri.”
Likyter pun sudah berdiri, lalu merenggakan tubuhnya dan menggerakkannya untuk memberikkan tanda kalau dia benar-benar sudah sembuh. “Lihat, aku baik-baik sa-” Likyter menghentikan kalimatnya dan mulutnya terbuka lebar, seperti kaget dengan apa yang dia lihat.
Tentu Tiana yang melihat ekpresi Likyter langsung bingung, dia pun mengikuti arah pandangan Likyter. Pandangan Likyter tertuju ke badan Tiana. Ternyata, piyama yang Tiana pakai lupa dikancingkan seluruhnya, sehingga memperlihatkan perutnya dan belahan dadanya yang kecil. “Me…Me… LIKYTER, MESUMMMM!!!”
“AAAAA!!”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top