JALAN KETIGA BELAS: INCARAN

Keesokan harinya, di pagi hari. Mereka bertujuh sedang dalam perjalanan menuju kota Futi.

"Ahhh, menyenangkan sekali~!" ujar Vanili.

"Kapan-kapan kita ke pantai lagi, ya?" ucap Elyna.

"BBQ-nya enak sekali~ Haru, kau hebat sekali," puji Tiana.

"Te-Terima kasih, Tiana-san," ucap Haru, malu.

"Haru, nanti tolong ajari aku untuk membuat BBQ seperti kemarin. Aku ingin menghidangkannya untuk tuan Likyter," ucap Veronica.

Lalu mereka berlima terus membicarakan kesenangan mereka saat kemarin di pantai. Dua orang lagi, Likyter dan Mio, berada di belakang mereka. Mereka berdua bisa melihat dan merasakan aura kesenangan yang dipancarkan oleh mereka berlima.

"Mio, apa kau menikmatinya?" tanya Likyter.

"I-Iya, sangat menikmatinya. Terima kasih, Liky-kun. Kalau kau waktu itu tidak datang menemuiku, pasti aku sekarang terus sendiri."

"Ucapkan itu kepada mereka juga, kalau tidak ada mereka hal itu juga tidak akan terjadi."

"A-Ano... Liky-kun, te-ten...tentang di pantai... Apa kau..."

"Awas!" Tiba-tiba Likyter mendorong tubuh Mio. Mio tidak jatuh, hanya terdorong beberapa langkah.

Tiba-tiba, sebuah cahaya mengelilingi Likyter, terus semakin terang sampai menyilaukan mata Mio. Perlahan cahaya itu hilang, begitu juga dengan sosok Likyter yang sudah tidak ada di depan Mio.

"Mio, cahaya apa tadi?!" tanya Tiana. Mereka berlima mendekati Mio.

"A-Aku tidak tahu, ta-tapi Liky-kun menghilang!" jawab Mio.

"Hahahaha!" tawa seseorang. Tentu mereka langsung melihat ke segala arah untuk mencari orang itu. Ternyata, tawa itu berasal dari Asep, orang yang punya tujuan untuk mengembalikan Vanili ke istana. "Teman kalian sudah aku kirim ke tempat yang jauh, pengganggu sudah hilang!"

"Kau... Kemana Likyter?!" bentak Vanili.

"Sejujurnya aku tidak tahu kemana, karena aku melemparkan Botel tanpa menentukan kordinat terlebih dahulu, hahahah!"

Botel, singkatan dari Bom teleport. Seperti namanya, itu adalah bom yang bisa teleport. Bom ini biasanya digunakan untuk situasi yang gawat dan tidak ada pilihan lain, mudahnya digunakan untuk kabur. Alat ini cocok sekali bagi yang sangat payah dalam pertarungan, seorang ninja, atau pencuri. Tapi, alat ini sangat langka dan mahal. Hanya beberapa orang yang tahu, dan pedagang yang jual.

"Anu... Kupikir kau tidak pantas untuk tertawa, rencanamu payah sekali," komentar datar Veronica.

"Naon (Apa)?! Beraninya kau bicara seperti itu kepada yang lebih tua darimu!" protes Asep.

"Tapi memang kenyatannya begitu. Kalau kau memang benar ingin mengambil kembali Vanili ke kerajaan, kenapa tidak lempar saja Botel itu kepada Vanili dengan koordinat ke kerajaan itu? Itu kan lebih mudah daripada menyingkirkan tuan Likyter yang kau anggap pengganggu."

Hening. Itu yang terjadi setelah lontaran komentar dari gadis datar itu. Saking heningnya, suara udara yang berhembus terdengar. Asep, dia masih tetap diam dengan mata yang terbuka... dan senyuman kecil pahit.

"Ahhh!! Serahkan nona Vanili sekarang!!" kesal Asep.

"Maaf-maaf, tapi kami tidak bisa membiarkannya," ucap Tiana. Lalu dia mengeluarkan tombaknya.

"Oh, itu kan tombak yang dipakai oleh monster ikan di pantai," ucap Elyna.

"Iya, aku ingin mencobanya," jawab Tiana sambil memasang kuda-kuda. "Elyna, Haru, bantu aku."

"Baik!" jawab mereka. Mereka berdua pun mengeluarkan senjata mereka.

Mio, Veronica, dan Vanili pun berjalan menjauh. "Hati-hati, ya," ucap Vanili sebelum pergi.

"Aku adalah petualang. Aku sekuat gorilla. Gesit seperti ular. Kaki seperti belalang! Perubahan mode bertarung!" Asep pun ikut mengambil kuda-kuda.

Tiana melesat sambil memutar tombak, Asep langsung mengayunkan tangannya ke depan. Tombak Tiana berhasil tertangkis oleh pukulan Asep, dan dia bersiap untuk meluncurkan pukulan balasan. Tapi, Elyna sudah siap mengayunkan palu-nya dari sisi Asep. Menyadari itu, Asep langsung berputar untuk memukul palu Elyna. Terjadi benturan yang cukup keras antara palu dan tangan Asep yang sekuat gorilla. Ternyata palu Elyna kalah, jadi Elyna sedikit terdorong ke belakang. Kesempatan itu diambil oleh Asep untuk meluncurkan tendangan.

Sebuah bola api meluncur ke arah Asep dari samping. Menyadari itu, dia langsung meloncat menjauh dengan satu kaki, karena kaki satu lagi hampir berhasil menendang tubuh Elyna. Saat Asep mendarat, dia sudah disambut oleh serangan tombak Tiana. Ayunan tombak datang dari atas ke sisi kanan bawah, berhasil dihindari. Sekali lagi Tiana mengayunkan tombaknya dari bawah ke atas kiri, tapi berhasil dihindari juga. Selanjutnya Tiana berputar penuh tubuhnya, lalu meluncurkan tombak itu untuk menusuk tubuh Asep. Tapi, dengan cepat Asep berputar badan membiarkan ujung tombak itu melewatinya.

Sekarang kedua tangan Asep sedang memegangi tombak Tiana. "Aaahhhh!!" teriak Asep sambil memutar tombak itu bersamaan dengan tubuh Tiana.

Beberapa putaran, tubuh Tiana langsung terlempar dan terhempas cukup jauh. Asep langsung menancapkan tombak ke tanah. Kemudian, Asep melesat untuk memukul Tiana. Menyadari itu, Tiana yang masih berusaha berdiri langsung mengambil kumpulan debu di dekatnya. Kemudian dia melemparkannya tepat ke wajah Asep yang siap meluncurkan sebuah pukulan keras.

Asep membersihkan wajahnya, terutama bagian dekat mata dari debu itu. Setelah cukup membuat dia membuka mata sedikit, dia disambut oleh palu yang siap menghantam ke arah tubuhnya. Spontan Asep menyilangkan tangannya untuk menahan serangan palu itu. Dia terdorong cukup jauh, membuat garis cukup panjang di tanah akibat dari kakinya.

Sekumpulan awan kecil hitam berada di atas kepala Asep, awan itu perlahan akan mengeluarkan petir. Menyadari itu dia langsung melakukan backflip, menjauh dari awan itu. Dari awan itu keluarlah petir yang cukup besar, tapi petir itu langsung menyambar ke tombak yang menancap dekat Asep.

*DHURRR

Sebuah ledakan tercipta, Asep tidak sempat menghindar dengan tepat. Jadi, dia sekarang terkena dampak ledakan itu dan terlempar ke udara. Tiana langsung berlari dengan kencang ke arah tubuh Asep yang siap mendarat ke tanah dengan kepala terlebih dahulu, lalu sebuah tendangan meluncur ke punggung Asep. Akibat itu, Asep terhempas cukup jauh. Tubuh Asep terguling-guling di tanah, lalu mendarat dengan posisi wajah ke tanah.

Dengan cukup kesulitan, Asep berdiri. "A-Akan kuingat ini!" Kemudian Asep berlari dengan cepat menjauh.

"Terima kasih, Elyna. Kau tadi menolongku," ucap Tiana.

"I-Iya, sama-sama."

"Kau juga Haru, terima kasih."

"I-Iya."

Mereka semua pun berkumpul seperti tadi, tentu Tiana tidak membawa tombak yang menancap di tanah itu, karena sudah hangus.

"Kalian hebat, kerja sama kalian bagus sekali," komentar Mio.

"Te-Terima kasih, kalian semua... dan maaf sudah merepotkan," ucap Vanili.

"Sudahlah, jangan dipikirkan, kita kan satu party dan teman. Jangan sungkan-sungkan, iya kan, teman-teman?" jawab Tiana. Mereka semua pun mengangguk kecil.

Mata Vanili berkaca-kaca. "Terima kasih, semuanya."

"Oh iya, bagaimana dengan tuan Likyter?" tanya Veronica.

"Benar juga, kita tidak tahu dia dikirim kemana," jawab Tiana.

"Mungkin sebaiknya kita coba hubungi Likyter-san," saran Haru.

"Bi-Biar aku saja," ucap Vanili. Dia langsung mengambil ponsel-nya, tapi dia berhenti karena mendengar suara teriakan kecil yang tidak asing.

"Awas Vanili!!" Tentu Vanili yang merasa terpanggil sontak melihat ke atas, ternyata Likyter sedang mendarat ke arahnya dari atas langit.

*Dukk

Likyter mengangkat tubuhnya, perlahan dia membuka matanya. Awalnya matanya kesulitan melihat dengan jelas, tapi berkat pemandangan yang dia lihat sekarang berhasil membuat matanya terbuka lebar dengan sempurna. Vanili pun perlahan membuka matanya. Sekarang dia bisa melihat wajah Likyter yang kaget.

"Li-Li..." Perlahan wajah Vanili memerah, karena dia sadar akan posisinya. Likyter berada di atas tubuh Vanili yang terlentang, dua tangan Likyter sedang menggenggam dua buah dada Vanili. "K-KYAAAAA!!" Dengan cepat Vanili meluncurkan tendangan ke Likyter.

Akibatnya Likyter terdorong ke belakang, dan menabrak Elyna yang kebetulan di belakang. Tiba-tiba, Botel meledak di dekat Likyter dan Elyna. Cahaya yang sangat terang menyerang mata mereka semua, dan saat cahaya itu menghilang sosok Likyter dan Elyna ikut hilang. Tentu saja mereka semua kaget, dan Tiana menemukan sosok berjubah hitam dengan hoddie hitam menutupi kepalanya. Menyadari dirinya sedang ditatap, sosok itu pun pergi.

"Hei, tunggu!!" teriak Tiana. Dia berlari mengejarnya, tapi langkahnya terhenti karena tiba-tiba beberapa pisau menancap ke tanah hampir mengenai Tiana. Sosok itu sudah sepenuhnya menghilang. "Sial!"

"Kali ini Elyna-chan ikut menghilang," ucap Mio.

"Siapa sosok itu, ya?" tanya Haru.

"Entahlah, tapi kurasa orang tadi adalah orang yang pernah diceritakan oleh temanku," jawab Tiana yang berjalan mendekati mereka.

Sementara itu, di tempat yang cukup jauh. Likyter perlahan membuka matanya, dan lagi-lagi dia harus dikejutkan oleh apa yang dia lihat di depannya. Elyna yang terlentang, kedua tangannya menggenggam kedua dada besar milik Elyna, itulah yang Likyter lihat. Tentu saja Likyter sekarang hanya memasang wajah kaget sekaligus kaku. Perlahan, sangat perlahan, Likyter mengangkat tangannya dari dada Elyna.

Tapi Likyter tepaksa harus menjadi patung, karena Elyna membuka matanya. Wajah Elyna langsung memerah karena dia menyadari posisinya sekarang. "KYAAAA!!" Dengan cepat Elyna menendang perut Likyter.

Likyter tergeletak di tanah, dengan perut yang kesakitan. Sedangkan Elyna, dia duduk memeluk dadanya dengan wajahnya yang merah seperti tomat. Ponsel Elyna berdering, Elyna langsung mengambil ponsel yang tersimpan di saku pakaiannya. Ada panggilan dari Vanili.

(Elyna, kau bisa dengar?)

"Iya, Vanili, aku bisa dengar."

(Syukurlah... Kau bersama dengan Likyter?)

"Iya, dia ada di depanku. Apa yang terjadi, kenapa aku bisa ada di sini?"

(Tadi, kau terkena Botel bersama Likyter. Kau tahu ada dimana sekarang?)

"Elyna, berikan ponselmu," ucap Likyter yang sudah duduk di depan Elyna.

"Oh, ini." Elyna menyerahkan ponselnya.

"Hallo, Vanili. Ini aku, Likyter. Sekarang kami ada di sebuah desa yang jaraknya cukup dekat kota Futi. Kalian pergilah ke kota Futi, nanti kami akan menemui kalian di sana. Dah."

(Eh, tu-) Panggilan pun terputus. Likyter pun memberikan kembali ponsel itu ke Elyna.

"Liky, kau tahu kita ada dimana?" tanya Elyna.

"Iya." Likyter berdiri. "Kita ada di kampung halamanku." Likyter pun berjalan keluar dari gang.

Elyna ikut berdiri. "Eh, ka-kampung halamanmu?" Elyna mengikuti Likyter dari belakang. Sekarang, dia bisa melihat jejeran rumah-rumah yang berdempetan, dan beberapa orang-orang yang berlalu-lalang. Sekarang mereka berdiri di trotoar.

"Sudah lama aku tidak kemari lagi," gumam Likyter.

"A-Apa kau nak Likyter?" tanya seseorang. Mereka berdua pun melihat ke samping. Seorang pria tua yang sudah botak dengan rambut putih di pinggir kepala, wajah kerut, tubuh membungkuk, rompi rajut biru tua dengan kemeja putih di dalamnya, celana biru gelap panjang, berkacamata, dan tongkat kayu di tangan.

"...A-Apa bapak adalah pak Budi?" jawab Likyter.

"Be-Benar, ternyata kau masih ingat," ucap pria tua itu. "Kau sudah besar, kelihatannya kau sudah menjadi petualang yang hebat," lanjutnya.

"Ti-Tidak juga, aku masih belum terlalu hebat."

"La-Lalu siapa gadis yang ada di sampingmu itu? Apa pacarmu?"

"Bu-Bukan, dia salah satu teman party-ku."

"Oh... Kau juga seorang petualang, pasti kau gadis yang sangat kuat sekali. Namamu siapa?"

"E-Elyna, pak," jawab Elyna gugup.

"Elyna, ya. Nama yang bagus. Oh iya, sudah lama sekali kau tidak berkunjung kemari lagi, Likyter."

"Begitulah, pak. Bapak mau kemana?"

"Aku hanya sedang jalan-jalan, dan kebetulan bertemu kau. Sepertinya kau sedang terburu-buru, kalau begitu saya permisi." Pak Budi pun berjalan melewati mereka, tapi dia langsung berbalik lagi. "Likyter, berjuanglah dengan keras. Raih keinginanmu itu."

"Baiklah, terima kasih, pak." Lalu pak Budi pun pergi.

"Liky, bapak tadi siapa?" tanya Elyna.

"Tadi pak Budi, wali kelasku dulu waktu kelas satu SMA."

"Eh, dulu kau seorang pelajar?"

"Begitulah, walau itu bukan keinginanku... Sudahlah, sebaiknya kita harus segera menemui mereka."

Mereka berdua pun pergi keluar dari desa ini. Saat di luar, mereka berada di sebuah hutan yang cukup banyak dengan pohon-pohonnya.

"Elyna!!" Tiba-tiba Likyter meloncat menangkap Elyna, mereka berguling-guling cukup jauh. Tiga buah pisau kecil menancap di tanah tempat Elyna berdiri.

Mereka berdua pun berdiri. "Terima kasih, Liky," ucap Elyna.

"Cepat tunjukkan dirimu!" teriak Likyter.

"Wah-wah, ternyata kau bertambah kuat. Kau sudah berubah sejak terakhir kali kita bertemu," ucap seseorang. Dari balik tubuh pohon, seorang pria berjubah hitam menutupi seluruh tubuhnya, berambut ungu dengan poni depan yang menutupi mata kirinya, jahitan di lehernya seperti lehernya pernah putus lalu dijahit, dan matanya berwarna putih seluruhnya. "Lama tidak jumpa, Likyter."

"Kau... Ternyata kau berubah menjadi undead."

Undead adalah manusia yang dibangkitkan lagi oleh sihir, dan tidak akan mati lagi kecuali disegel dengan alat khusus atau diberi sihir dispel. Dispel adalah sihir penghilang sihir, mudahnya sihir ini digunakan untuk menghilangkan efek sihir sepeti 'haste', 'protect', dan lainnya.

"Memangnya salah siapa aku bisa seperti ini?" ucapnya.

"Liky, kau kenal dia?" tanya Elyna.

"Hei, nona yang di sana. Asal kau tahu saja, laki-laki yang berdiri di dekatmu itu... sudah membunuhku!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top