JALAN KELIMA: SUARA INDAH

Sekarang mereka bertiga berada di sebuah desa yang lebih subur daripada desa sebelumnya. Rumah-rumah kecil, beberapa tumbuhan tumbuh, sungai kecil mengalir di bawah jembatan kayu, dan pemandangan indah lainnya berada di desa ini.

Likyter dan Tiana, mereka sekarang sedang berdiri di luar rumah makan, menunggu kedatangan Vanili yang sedang menggunakan toilet rumah makan.

"Likyter, kau sengaja melakukan itu untuk bisa terus bergabung dengan Vanili?"

"Sengaja melakukan apa?"

"Kau membayar hutangmu dengan cara mencicil, jadi kau serahkan semua uang yang kau dapatkan dari quest langsung ke Vanili. Padahal, kau tidak mencatat sudah berapa uang yang kau cicilkan. Dengan begitu kau bisa terus bersama dengan Vanili, walau mungkin kau sudah melunasi hutangmu... Ada apa?" Tiana melihat mata Likyter melebar, mulutnya sedikit terbuka, bisa dianggap Likyter baru mendengar kabar buruk dan kaget mematung.

"Be-Benar juga... Kenapa aku tidak sadar, ya...?"

"Tu-Tunggu dulu, jadi kau baru menyadarinya?!"

"Tentu saja, kalau aku sudah sadar, aku enggak akan menggunakan cara mencicil."

"Kau ini sudah berhasil menganalisis kasusku, tapi tidak menyadari hal itu? Kau ini bodoh atau pura-pura bodoh?!"

"Sudah kubilang, aku baru menyadarinya. Lagipula, kalau memang aku ingin sekali bersama dengan Vanili, aku hanya tinggal mem*er*osa-nya sa..."

*DUKK

"Kau ini tidak ada kapok-kapoknya, padahal tadi kau sudah ditampar habis-habisan oleh Vanili dengan tatapan tajamnya, karena selalu bercanda mesum."

"Aku kan menyindir Vanili, tapi kenapa kau yang memukulku..."

"Bodoh!!"

"Siapa yang kau sebut bodoh, bodoh!"

"Wahhh, kalian kelihatannya sudah akrab."

"Siapa yang akrab?!!" jawab mereka berdua kepada Vanili yang baru datang.

"Tiana, ayo kita beli pakaian untukmu."

"Ti-Tidak perlu, aku me..."

"Sudah, ayo cepat." Vanili langsung menarik lengan Tiana.

Mereka berdua pergi tanpa menyadari sudah meninggalkan laki-laki yang sedang menahan sakit di perutnya. "Sepertinya aku jalan-jalan saja." Likyter berbalik dan pergi.

Likyter sekarang berjalan santai, menikmati hembusan angin sejuk dan melihat pemandangan yang indah. Di balik pagar batu ada beberapa anak kecil yang sedang bermain di hamparan rumput yang ditumbuhi oleh satu pohon apel cukup besar. Anak-anak itu terlihat sangat asik sekali saat bermain kejar-kejaran. Likyter melanjutkan jalannya untuk menikmati pemandangan lainnya.

Di negeri ini ada berbagai wilayah yang berbeda-beda, maka tidak heran kalau desa sebelumnya adalah desa tandus, sedangkan desa yang sekarang dikunjungi subur dan indah. Padahal jarak kedua desa itu berkisar seratus kilometer. Mungkin, desa selanjutnya adalah desa yang penuh dengan salju. Keadaan desa itu tidak akan berubah, walau keempat musim yaitu dingin, semi, panas, dan gugur sedang terjadi. Anggap saja sebutan desa adalah wilayah yang memiliki musimnya sendiri.

Keempat musim itu biasanya bisa dinikmati secara penuh di kota-kota besar, itu karena di kota-kota tidak memiliki musim khusus. Begitu juga dengan daerah sekitarnya yang akan mengikuti musim di kota, dengan radius kurang lebih seribu kilometer.

Likyter sekarang berdiri di jembatan kecil, di atas sungai kecil. Dia melihat aliran sungai, dan kebetulan di dalam sungai ada ikan-ikan yang sedang berenang.

'Na na nanana na nanana~' Terlintas Likyter mendengar nyanyian yang indah itu.

Bagaikan terkena hipnotis, Likyter memutuskan untuk mencari sumber nyanyian itu. Dia berjalan sesuai dengan insting telinganya. Menyebrangi jembatan, berjalan di jalan tanah, melewati beberapa rumah sederhana, hampir menabrak gerobak penduduk yang melintas.

Tidak lama kemudian, Likyter sampai di sebuah rumah yang sudah terlihat tak berpenghuni. Daun pintu yang hampir lepas, kaca-kaca jendela yang sudah pecah, terlihat banyak sarang laba-laba dimana-mana.

Walau rumah itu sudah terlihat mengerikan, tapi Likyter memutuskan untuk memasuki rumah yang jaraknya jauh dari perumahan lainnya. Kalau bukan karena penasaran dengan suara nyanyian indah itu, Likyter tidak mau masuk ke rumah itu.

Sesampainya di dalam, Likyter bisa melihat beberapa benda-benda rusak, berdebu, dan sudah dikuasi oleh sarang laba-laba. Dia pun terbatuk-batuk akibat menghirup udara di sekitar.

'Na na nanana na nanana~' Suara itu semakin terdengar jelas.

Likyter langsung mengandalkan pendengarannya untuk mencari suara itu. Tapi, yang dilihat rumah ini hanya memiliki satu ruangan. Entah beruntung atau takdir, Likyter tidak sengaja menginjak lantai kayu yang reot. Padahal lantai kayu yang lainnya baik-baik saja, walau rumah ini terlihat sudah tua. Likyter mencoba memeriksa lantai kayu yang sedang dipijakinya. Ternyata seperti yang diduga, itu adalah pintu rahasia. Likyter bisa melihat ada tangga besi menuju pembuangan air.

Sekali lagi, Likyter rela menuruninya untuk mencari suara nyanyian itu. Tapi, saat di bawah, untungnya bukan saluran air yang Likyter perkirakan, selain tidak bau, lorong ini besar dan memiliki satu arah. Likyter pun melanjutkan perjalanannya.

Sampailah Likyter di sebuah tempat yang dipenuhi oleh batu-batu, hamparan rumput, penuh dengan pohon, dan penerangan cahaya matahari yang menembus celah-celah dedaunan pohon. Bukan hanya pemandangan ini yang membuat Likyter terkejut, tapi ada sesosok gadis jauh di depannya. Gadis itu berambut coklat pendek tapi rambut dekat telinganya panjang sebahu, wajahnya cantik, berkulit putih, pakaian rajut berwarna abu-abu berlengan panjang memperlihatkan bagian atas dadanya dan bahunya, rok abu gelap pendek, sepatu hitam dengan kaos kaki yang hanya menutup sampai atas mata kaki. Dia menutup matanya, mulutnya bergerak, dan dialah orang yang menyanyikan lagu yang indah itu.

Likyter langsung menutup matanya, menikmati lantunan lagu indah itu. Likyter terhanyut dalam alam bawah sadarnya, karena selain lagunya indah, ada perasaan seperti sejuk di hati Likyter di setiap nada yang dilantunkannya.

Tak lama kemudian, suara nyanyian itu berhenti, seperti hilang ditelan bumi. Jadi, Likyter memutuskan untuk membuka matanya. Dia langsung mendapati pemandangan wajah cantik dengan mata berwarna biru cerah langit. Ternyata, Likyter tanpa disadarinya sudah ada di dekat gadis itu, dengan kata lain tadi dia menghampiri gadis itu saat menutup matanya.

"Aku minta maaf." Gadis itu membungkukan badannya, tanda meminta maaf.

"Eh?" Tentu saja Likyter bingung, di situasi ini, yang seharusnya minta maaf adalah Likyter. Dia yang sudah datang dan mengganggu aktifitas gadis itu. Dilihat dari manapun, tetap yang harus meminta maaf adalah Likyter. "U-Untuk apa?"

"Karena aku sudah mengganggumu." Gadis itu masih menundukkan badannya.

"Me-Mengganggu...? Padahal aku yang tiba-tiba datang kesini, dan menghentikan nyanyianmu... Seharusnya aku yang minta maaf..."

"Tidak, Anda tidak bersalah. Aku yang bersalah. Kalau aku tadi tidak bernyanyi, Anda tidak akan datang kemari untuk protes dengan nyanyianku yang mengganggu kenyamanan Anda."

"Apakah wajahku terlihat ingin memarahimu?"

Gadis itu menjawab dengan gelengan kecil.

"Apa kau merasa kalau nyanyianmu tadi tidak enak didengar?"

Gadis itu menjawab dengan mengangkat kedua bahunya, lalu menurunkannya.

"Maka dari itu, seharusnya aku yang minta maaf. Maafkan aku karena sudah mengganggumu, tiba-tiba datang, tiba-tiba menghampirimu, dan membuatmu terkejut." Likyter menundukkan badannya.

"Hihihi," tawa kecil gadis itu. "Anda pria yang unik sekali."

"Jangan terlalu formal, namaku Likyter."

"Ah, maaf... Aku lupa memperkenalkan diri." Gadis itu menundukkan badannya lagi. "Namaku Mio Kazuki, salam kenal."

Tentu saja Likyter menundukkan badannya lagi untuk membalas sapaan Mio yang diketahui berasal dari Jepang.

Negara ini bukanlah negara Jepang, Indonesia, atau Inggris. Melainkan negara Fantasy, di mana seluruh pulau negara-negara bersatu dan membuat sebuah negara baru karena faktor alam dan akibat peperangan dunia III. Negara Fantasy ini memiliki ras dan warga negara yang berbeda-beda. Seperti yang diketahui, ada warga negara Indonesia, Jepang, Inggris, dan lain sebagainya. Sedangkan kalau ras ada banyak, contohnya adalah ras elf, ras roh, ras peri kecil, dan ras fiksi lainnya. Seluruh umat manusia dan ras saling berkerja sama, maka terbentuklah nama negara ini, yaitu Fantasy. Karena seluruh negara dan ras bersatu, tentu otomatis budaya masing-masing harus diterima. Tapi, mereka memutuskan untuk tidak mempermasalahkan tentang budaya. 'ikuti bila mau, abaikan bila tidak mau', itulah kesepakatan mereka semua.

Tentu saja di mana ada yang sepakat, pasti ada juga yang tidak sepakat. Kelompok yang tidak sepakat adalah disebut NOFA (No Fantasy). Ada berbagai alasan kelompok prokontra ini ada, misalnya saja mereka tidak bisa menerima kesepakatan tentang budaya karena mereka sudah sangat mendalami suatu budaya itu.

"Ja-Jadi kau berasal dari Jepang, ya?" tanya Likyter.

"Benar sekali, Liky-kun," jawab gadis itu.

"Liky-kun?"

"A-Anda tidak suka, ya...?"

"Ti-Tidak apa-apa, aku tidak keberatan dipanggil begitu."

Begitulah peraturan budaya di negara ini. Mio menggunakan panggilan seseorang sesuai budayanya, tapi tidak apa-apa kalau Likyter tidak melakukan hal yang sama.

"Kelihatannya Liky-kun adalah seorang petualang."

"I-Iya..." Likyter tidak akan menjawab dengan gugup, kalau wajah polos gadis itu tidak terlalu dekat dengan wajah Likyter yang berusaha untuk tidak terpengaruh kecantikannya.

Mungkin setelah puas menatap mata Likyter dengan dekat, dia berjalan mundur beberapa langkah. "Maaf kalau aku tidak sopan, tapi aku ingin meminta to..."

*TRINGG

Suara ponsel Likyter berbunyi, membuat gadis itu menghentikan kalimatnya.

"Ma-Maaf, aku permisi dulu."

Gadis itu menjawab dengan anggukan plus wajah polos.

Likyter sedikit menjauh, lalu mengalihkan pandangnya dari gadis bernama Mio.

(Likyter, kau ada dimana? Kenapa tidak ikut dengan kami ke toko pakaian?)

"Kupikir kalian tidak mau diikuti, jadi aku pergi jalan-jalan. Dan, kalian baru menyadari sekarang?"

Tidak ada jawaban lagi, entah hanya perasaan Likyter atau memang benar, sempat ada suara kecil yang mengatakan 'bodoh', di seberang sana.

"Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Likyter memastikan.

(Tidak! Pokoknya kau harus cepat kesini!!) Langsung ditutup tanpa memberikan kesempatan Likyter mengatakan sesuatu.

Likyter berbalik, lalu kembali mendekati gadis itu. "Maaf... Boleh aku memanggilmu Mio?"

"Tentu saja, Liky-kun," jawab Mio dan memberikan senyuman senang.

"Mio, maaf, aku harus pergi dulu. Sampai jumpa." Likyter pun berbalik.

Tapi, saat Likyter baru mengangkat satu langkah kakinya ke depan, sebuah tarikan lemah membuatnya berhenti. Benar, yang menghentikannya adalah Mio. Dia menarik lengan jaket Likyter dengan jari telunjuk dan jempol.

"A-Aku ingin ikut..." ucap Mio yang sudah menundukkan kepala.

"Bo-Boleh."

Lalu mereka berdua pun pergi. Selama berjalan bersama, Likyter tidak berani bicara kepada Mio untuk mencairkan suasana. Maka terjadilah keheningan dan suasana canggung di antara mereka.

Berkat itu Likyter baru menyadari suatu keanehan setelah selesai keluar dari rumah rusak itu, dan itu juga karena tatapan aneh orang-orang sekitar. Sedari tadi gadis bernama Mio itu memegangi lengan jaket Likyter, seperti saat dia menghentikan Likyter. Likyter ingin mengatakan untuk melepaskan pegangan itu, tapi melihat wajah cantik plus polos dari gadis itu, membuat Likyter mengurunkan niatnya dan membiarkannya menjadi tontonan orang-orang.

"Wah, lihat mereka. Pasangan yang sangat romantis."

"Romantis dari mana? Gadis itu hanya memegangi lengan jaket dengan jari saja."

"Tapi bisa saja mereka malu-malu. Kalau tidak ada siapa-siapa, mereka berani memegang lebih dari tangan. Bahkan melakukan yang lebih panas."

Dialog yang Likyter dengar itu adalah beberapa bisikan warga sekitar, yaitu dari warga berjenis kelamin perempuan. Sedangkan laki-lakinya menatap dengan tajam sambil mengutuk laki-laki yang kelihatannya tidak terlalu tampan tapi bisa bersama dengan gadis cantik seperti bidadari, ditambah gadis itu memiliki wajah polos.

Anehnya mereka tidak merasa terganggu sedikit pun, seperti mereka menerima kalau dianggap sebagai sepasang kekasih atau mungkin karena sang gadis tidak mengerti maksud bisikan warga dan sang laki-laki memilih untuk pasrah. Setelah beberapa serangan bisikan dan tatapan warga, akhrinya mereka berdua sampai di depan toko yang tidak terlalu besar, bisa dibilang itu adalah toko pakaian. Kedua gadis yang mengubah tampilan mereka melambaikan tangan mereka, tepatnya hanya Vanili yang melambaikan tangan.

Likyter yang mendekati mereka perlahan mengamati tampilan mereka. Vanili memakai almameter biru gelap, menggunakan pakaian putih, celana coklat pendek, tidak menggunakan stocking, dan tidak memperlihatkan perutnya. Sedangkan Tiana menggunakan kaos biru, dan celana jeans biru pendek di atas lutut.

"Ka-Kalian terlihat sangat cantik..." puji Likyter.

"Te-Terima kasih." Vanili menunduk malu.

"A-Apa yang kau katakan!? Aku tidak akan terpengaruh oleh pujianmu! Aku mengganti pakaian bukan karena ingin dipuji olehmu, ya, hmph!" Tiana memalingkan wajahnya yang sudah memerah.

Vanili mengangkat kepalanya kembali, dia ingin mengatakan sesuatu kepada Likyter. Tapi, dia baru menyadari ada seseorang yang asing di dekat Likyter. "Oh iya, ngomong-ngomong, dia siapa?"

"Ah, apa kau menculiknya?!" bentak Tiana. Sekarang ujung tombak Tiana sudah ada di dekat leher Likyter.

"Di-Dia... tadi aku kebetulan bertemu dengannya, dan dia ingin ikut."

"Perkenalkan, namaku Mio Kazuki. Salam kenal." Mio menundukkan badannya. Tanpa menghiraukan kalau laki-laki yang mengajaknya sedang diancam.

"Na-Namaku Vanili, salam kenal." balas Vanili sambil menundukkan badannya.

"Namaku Tiana, salam kenal. Oh iya, Mio, jangan dekat-dekat dengan serangga tengik itu, dia berbahaya," balas Tiana tanpa menundukkan badannya.

"Serangga tengik? Di sini tidak ada serangga tengik, jadi tidak perlu cemas, Tiana-chan."

Mungkin karena kepolosannya, Mio tidak menyadari kalau yang dimaksud Tiana adalah laki-laki yang sedang diancam disampingnya. Berkat itu juga, Likyter tidak perlu mendapatkan tusukan batin dua kali.

"Tiana-chan?" bingung Tiana.

"Ka-Kau tidak senang, ya..."

"Oh, tidak apa-apa, aku tidak keberatan," ucap Tiana sambil menurunkan tombaknya.

"Aku juga tidak keberatan kalau dipanggil Vanili-chan," ujar Vanili.

"Terima kasih." Mio menundukkan badannya lagi.

"Mio, apa kau tidak capek menundukkan badan terus?" Akhirnya seorang laki-laki di dekatnya berbunyi setelah aman dari ancaman.

"Aku sudah biasa. Oh iya, apakah Vanili-chan dan Tiana-chan juga seorang petualang?"

"Iya, kami satu party," jawab Vanili.

"Bo-Bolehkah aku minta tolong? I-Itu pun kalau kalian tidak keberatan..."

"Minta tolong apa?"

"Aku ingin mintatolong... untuk menolong seorang gadis kecil."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top