JALAN KEENAM: PERMINTAAN GADIS KECIL
Sekarang mereka berempat berada di dalam ruangan rumah kecil. Seorang gadis kecil berambut coklat dikuncir dua, berkulit putih, berpakaian setelah kotak-kotak berwarna coklat kuning dengan roknya yang pendek, sepatu coklat, dan terlinganya cukup panjang. Gadis ini adalah dari ras elf.
Vanili dan Tiana duduk di kursi kayu yang panjang, sedangkan gadis kecil dan Mio duduk di kursi panjang kayu yang menghadap mereka berdua, kalau Likyter berdiri dengan menyilakan kedua tangannya di depan dadanya.
"Perkenalkan, namanya Eli-chan," ucap Mio memperkenalkan.
"Sa-Salam kenal!" jawab gadis kecil itu dengan keras karena gugup.
"Hallo, Eli," sapa ramah Vanili.
"Jadi, apa permintaannya?" tanya Likyter dengan tatapan serius, dan itu membuat Eli sedikit takut.
"Likyter, sebaiknya kau diam saja," pinta Tiana.
Likyter pun langsung diam dan menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Aku ingin kalian membantu Eli-chan, bonekanya telah diambil oleh monster," pinta Mio.
"Monster? Kenapa bisa diambil oleh monster?" tanya Vanili
Anak itu menceritakan kejadian kenapa boneka itu ada di monster. Anak itu bercerita dengan sedikit terbata-bata, jadi cukup lama mereka mendengar dan mencerna setiap kalimatnya. Tapi, berkat Mio yang ikut membantu cerita, jadi tidak perlu menunggu lama mereka dapat memahami inti ceritanya.
Inti ceritanya adalah, anak ini dijahili oleh dua anak laki-laki, mereka membawa boneka Eli ke luar zona netral. Tentu karena bonekanya diambil, Eli mengejar mereka sambil berteriak untuk mengembalikannya. Setelah cukup jauh, mereka memutuskan untuk berhenti menjahili Eli. Tapi belum sempat mereka menyerahkan boneka itu, seekor monster terbang seperti burung besar datang. Otomatis mereka berdua langsung lari, untungnya mereka juga ingat dengan gadis kecil yang sedang dijahili. Jadi mereka bertiga berlari menjauh dari tempat itu, tapi sayangnya mereka lupa kalau boneka itu dibiarkan tergeletak di tanah. Gadis itu menyadari kalau bonekanya tidak ada di tangan kedua temannya itu, dan melihat kalau monster itu membawa boneka itu.
"Jadi, seperti apa bonekanya?" tanya Tiana.
"Seperti ini."
Mio menunjukkan ponselnya, tepatnya sebuah foto. Terlihat boneka berambut kuning panjang, berpakaian gaun gadis eropa abad pertengahan yang berwarna coklat, kain rambut berenda putih berwarna hitam menempel di atas kepalanya, dan wajahnya terlihat imut.
"Ketua, apa kita terima quest-nya?" bisik Tiana ke Vanili.
"Eh? Ketuanya bukan aku, tapi Likyter."
"Likyter, apa ki..." Tiana menghentikan kalimatnya karena melihat wajah Likyter, tepatnya sorot mata Likyter yang tidak beres.
Tiana pun memutuskan untuk mengikuti arah pandangan Likyter. Setelah ditelusuri, ternyata sorot mata Likyter tertuju ke paha Mio yang menggunakan rok pendek. Dengan perasaan aneh, Tiana berdiri dan mendekati Likyter.
*BUKK
Satu pukulan keras berhasil mendarat di perut Likyter. "Dasar, mesum!! Kita sedang serius mendengar cerita Eli, kau malah menonton paha Mio! Serangga tengik!" maki Tiana.
Likyter hendak mengelak, tapi entah kenapa dia malah memalingkan wajahnya dan menggerakan sorot matanya seolah mengatakan kalau itu benar. Tiana bersiap untuk tinjuan kedua.
"Tiana, jangan! Di sini ada anak kecil!" teriak Vanili menghentikan Tiana.
Tiana melihat ke arah Eli. Dia terlihat ketakutan, buktinya dia kembali bersembunyi di lengan Mio. "Ma-Maaf!" Tiana membungkukkan badannya.
"Ti-Tidak apa-apa, aku tidak akan menirunya..." jawab gadis kecil itu, masih sedikit takut.
"Kalau begitu, kami menerima quest-nya," ucap Likyter yang sudah tidak memegangi perutnya.
"Te-Terima kasih!" senang gadis itu, walau masih sembunyi di lengan Mio.
***
Mereka bertiga, tepatnya berempat, karena Mio ingin ikut. Sekarang berada di lapangan rumput. Di sini adalah tempat monster itu membawa pergi boneka Eli.
"Sepertinya monster itu membawa bonekanya ke puncak itu." Likyter menunjuk puncak jauh di depannya.
"Apa kau yakin?" ragu Tiana.
"Dari cerita Eli yang dibantu Mio, monster itu mungkin adalah Afrit. Biasanya mereka tinggal di puncak yang tinggi."
"Oh, jadi kau mendengar cerita mereka, kupikir kau menonton paha Mio dengan pikiran bejatmu."
"Walau pandanganku fokus terhadap sesuatu, pendengaran tetap be..." Tiana meninju perut Likyter lagi. "Ke-Kenapa memukulku lagi?"
"Hidung belang! Mesum! Serangga tengik!"
Likyter pun menghela napas dan pasrah mendapatakan makian seperti itu lagi dari Tiana.
"Lalu, kita akan pergi ke puncak itu?" tanya Vanili.
"Begitulah, tapi sebaiknya Mio tidak ikut," jawab Likyter mengabaikan rasa sakit di hatinya.
"A-Aku ingin ikut, aku sudah berjanji kepada Eli-chan," ucap Mio serius.
"Tapi, Mio, di sana cukup berbahaya," terang Vanili.
"Iya, Mio. Tenang saja, kami akan mengembalikan boneka itu," sambung Tiana.
"Ta-Tapi..."
Sebuah kejutan menghampiri mereka, yaitu seekor rusa bertanduk besar dan berbadan besar menghampiri mereka. Di area ini memang jarang ada monster, tapi di sini biasanya sering ditemukan monster name. Monster name adalah jenis monster yang memiliki nama sendiri, tapi tergolong satu spesies. Bisa dibilang monster yang memiliki kemampuan berbeda dengan spesiesnya. Monster name biasanya juga lebih kuat dari boss monster, atau sedikit lebih lemah dari monster boss. Monster itu ada jauh di depan dan bersiap untuk menyeruduk mereka.
"Vanili, bawa Mio ke belakang dan lindungi Mio! Tiana, bantu aku!" perintah Likyter.
"Baik!" jawab mereka.
Tiana dan Likyter berlari menghampiri monster itu, sedangkan Vanili membawa Mio sejauh mungkin. Monster itu mengarahkan tanduk besarnya ke depan, mereka berdua langsung berhenti. Tiana memposisikan diri di depan. Dia langsung memutarkan tombaknya, putaran tombak itu ke arah depan. Dari tombak yang diputar itu, tercipta putaran angin yang menahan gerakkan monster itu. Likyter mengambil kesempatan itu dengan meloncat ke arah monster itu dan mengarahkan senjata besarnya untuk menusuk kepala monster itu. Tapi, monster itu menyadari niat Likyter. Monster itu pun menggoyangkan kepalanya, dan tanduknya berhasil membentur tubuh Likyter. Karena Likyter masih melayang, otomatis tubuhnya meluncur ke tanah dengan mudah.
"Likyter!" teriak Tiana.
Tiana sedikit tidak konsentrasi, jadi monster itu memanfaatkannya. Dia membenturakan kedua kaki depannya ke tanah, membuat sedikit guncangan tanah. Tiana kehilangan keseimbangan, jadi angin yang menahan monster itu menghilang. Monster itu siap menyeruduk Tiana, tapi dua tembakan yang mengenai muka monster itu berhasil menghentikan niat monster itu. Kesempatan itu diambil Tiana untuk menjauh ke belakang.
"Terima kasih, Vanili," ucap Tiana yang langsung dijawab Vanili dijawab dengan anggukan.
Likyter bangkit dari tidurnya di tanah. "Sedikit merepotkan juga monster name ini," gumam Likyter.
Monster name itu kembali melihat ke arah Likyter. Lalu, monster name itu bersiap-siap untuk menyuruduk Likyter.
Tiana ingin menolong Likyter, tapi dia sadar kalau posisinya cukup dekat dengan Vanili dan Mio. Dia berpikir kalau bisa saja tiba-tiba monster itu menyerang ke arah Vanili di saat dia berlari membantu Likyter.
Sedangkan Vanili, tentu saja dia tidak bisa banyak membantu mengingat tembakan tadi tidak terlalu mempan, dan karena monster itu tidak bisa diam jadi dia kesulitan menentukan koordinat serangan RAM.
Dan Mio, dia tiba-tiba menyatukan dua telapak tangannya. Lalu menaruhnya di depan dadanya, menundukkan kepala, menutup mata, dan menyanyikan sesuatu dengan nada kecil.
"I-Ini kan... Haste dan Focus?" Likyter merasakan ada sihir yang masuk ke dalam tubuhnya.
Haste adalah sihir untuk meningkatkan kecepatan gerakan tubuh. Focus adalah sihir meningkatkan konsentrasi supaya kemungkinan miss attack (serangan yang tidak kena) mengecil.
"Kenapa tiba-tiba aku mendapatkan sihir ini?" Rasa penasaran Likyter hilang setelah menyadari monster itu hampir dekat.
Monster itu semakin mendekat, dan Likyter langsung berlari. Kecepatan larinya bertambah, tentu saja karena Haste. Jadi, lima detik kemudian, Likyter sudah meloncat dan bersiap untuk menusukkan senjatanya ke otak monster itu. Monster itu pun menggerakkan kepalanya lagi, berharap tandukkan menghantam tubuh Likyter seperti tadi. Tapi sayangnya, karena kecepatan dan konsentrasinya meningkat, sebelum monster itu menggerakkan kepalanya, senjata Likyter sudah berhasil menancap tepat di atas kepala monster itu.
*CRTTT
Darah segar muncrat dari kepala monster itu, dan membuat monster itu bergerak dengan ganas untuk berusaha menjatuhkan Likyter.
"Diam saja kau, rusa!!" teriak Likyter.
*ZZZZSSSS
Sengatan listrik besar berhasil membuat monster itu tumbang dengan keadaan hangus. Saat tubuh monster itu jatuh, otomatis tubuh Likyter ikut jatuh. Saat berdiri, Likyter merasakan pusing di kepalanya. Namun, perlahan pusing itu menghilang dengan cepat, seharusnya pusingnya cukup lama hilangnya.
Mereka bertiga berlari menghampiri Likyter. "Likyter, Mio adalah penyihir," terang Vanili.
"Bukannya menanyakan apakah aku baik-baik saja, malah me... Mio penyihir?!"
"Iya, tapi anehnya dia menglafalkan mantra dengan nyanyian," balas Vanili.
"Tidak aneh, mungkin saja dia adalah penyihir tipe penyair atau disebut Penpen."
Penyihir tipe penyair adalah penyihir yang membaca mantranya dengan nyanyian, penyihir ini cukup langka karena tingkat efek sihirnya cukup tinggi dibanding penyihir biasa dan cara membaca matranya lebih panjang. Biasanya mereka disebut dengan Penpen (penyihir penyair).
"Kurasa orang yang membuat panggilan itu sedikit aneh dan mesum."
"Kau mengatakan sesuatu, Likyter?" tanya Tiana.
"Bukan apa-apa."
"Liky-kun, apa kau baik-baik saja?" tanya Mio.
"Kau terlambat menanyakan itu."
"Ma-Maaf..."
"Kau tidak perlu minta maaf. Jadi, kau yang memberiku sihir Haste, Focus, dan menghilangkan rasa pusingku tadi?"
Dengan senyum yang manis, Mio menganggukan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Likyter.
Setelah sistem pembagian membagikan hasil item dari monster itu kepada mereka bertiga, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju puncak.
Singkatnya, mereka sampai di atas puncak. Puncak ini seperti hamparan rumput yang sebelumnya mereka injaki, hanya saja letaknya berada di ketinggian. Di bawah puncak ini ada hamparan rumput lagi.
Mereka secara kebetulan langsung bertemu dengan monster bernama Afrit karena mereka ternyata sudah ada di sarang Afrit itu, buktinya ada beberapa tulang dan barang-barang berserakan. Monster ini tidak memiliki bulu, paruhnya cukup panjang, dan mirip dengan dinosaurus terbang. Karena monster itu kedatangan tamu, monster itu terbang.
"Vanili, kau urus dia sendiri," ucap Likyter.
"Ke-Kenapa hanya sendiri?" kaget Vanili.
"Kau kan tipe penyerang jarak jauh, dan kami berdua penyerang jarak dekat. Jadi, yang bisa menyerang monster terbang hanya kau saja. Tapi tenang saja, kami akan menjadi penarik perhatian. Ayo, Tiana!"
Tiana dan Likyter berlari ke depan, menarik perhatian monster itu dengan mengangkat senjata mereka dan menggoyangkannya. Ternyata berhasil, monster itu terbang untuk menyerang mereka. Serangan monster itu adalah melesat untuk menyeruduk mereka dengan paruhnya yang panjang.
Mereka langsung saja menghindari serangan monster itu dengan berguling ke samping. Saat serangan monster itu terhindari, Vanili menembakkan beberapa peluru ke arahnya.
"Aku menemukannya!" teriak Mio. Dia berada di tumpukkan barang-barang milik monster itu, tepatnya hasil curian monster itu. Dia mengangkat sebuah boneka yang mereka cari.
"Awas Mio!!" teriak Vanili.
Mio merespon dengan melihat ke langit, dan monster itu sudah ada di atasnya. Lalu monster itu mencengkram tubuh Mio dan membawanya pergi.
"Tiana, terbangkan aku ke monster itu!" teriak Likyter.
"Ba-Bagaimana caranya?"
"Kau letakkan ujung tombak itu ke tanah, setelah itu biarkan aku menginjak tombak itu, lalu lemparkan aku ke langit sekuat tenagamu. Saat aku masih melayang, kau keluarkan jurus angin yang kau gunakan saat menghentikan monster rusa tadi!"
"Baik!"
Tiana berlari ke depan, lalu menyimpan ujung tombaknya ke tanah. Likyter berlari ke tombak itu, menginjaknya, dan langsung dilempar ke langit. Setelah itu, Tiana memutarkan tombaknya ke arah tubuh Likyter yang masih melayang untuk memberikan dorongan angin kepada Likyter.
Likyter terdorong cukup kuat, saking kuatnya dia berhasil mendarat di punggung monster itu. Likyter langsung menancapkan senjatanya ke kepala monster ini. Tentu saja karena itu, monster itu melepaskan Mio yang sedang memegangi boneka dari cengkramannya. Monster itu pun mati dan melayang jatuh.
Karena tiba-tiba Mio dilepaskan dari cengkraman monster itu, tanpa sengaja boneka itu terlepas dari genggamannya. Karena tubuh Mio dan boneka itu beda, otomatis yang paling cepat turun adalah Mio. Boneka itu berada di atasnya, Mio pun berusaha mengambil boneka itu. Tapi karena jaraknya cukup jauh, dia tidak bisa menggapainya.
Lalu, sebuah tangan yang tidak asing berhasil mengambil boneka itu. Ternyata itu adalah tangan Likyter yang sekarang melayang di samping Mio. Dengan tangan kirinya yang memegangi boneka itu, Likyter membawa tubuh Mio. Sekarang Mio berada di pelukan Likyter, dan tentu saja bersama dengan boneka itu yang sekarang dipegang Mio.
Karena Likyter melihat jaraknya dengan tanah hampir dekat, Likyter langsung melemparkan senjata yang sudah diubah menjadi lance ke tanah itu. Sebuah ledakan datang dari lance itu dan langsung menghempaskan mereka berdua. Tapi berkat ledakan itu, Likyter berhasil mendaratkan tubuhnya dan Mio dengan selamat.
"Kau baik-baik saja, Mio?" tanya Likyter.
"I-Iya..." jawab Mio dengan nada lembut.
Likyter ingin tersenyum senang, tapi sesuatu yang lembut dirasakan di tangannya. Dia berusaha mengingat sesuatu yang lembut ini, jadi dia mencoba meremas tangannya.
"Aaa!" teriak Mio.
Likyter langsung menjauhkan tangannya yang tadi meremas dari Mio. Ternyata tadi dia meremas dada Mio. "Ma-Maaf!"
"Terima kasih, Liky-kun."
"Eh?" bingung Likyter, karena bukan sebuah pukulan atau kemarahan yang dia dapat, melainkan ucapan terima kasih.
"Terima kasih sudah menyelamatkanku dan bonekanya," lanjut Mio mengabaikan kebingungan Likyter.
"Be-Begitu, ya... Sama-sama." Likyter merasa lega, sekaligus malu. Ternyata perkiraanya salah.
***
Setelah berhasil mengembalikan boneka itu dan mendapatkan hadiahnya, mereka pun pergi menuju desa selanjutnya. Tapi, langkah mereka berhenti karena ada satu orang yang tiba-tiba ikut.
"Mio, kenapa kau mengikuti kami? Misinya kan sudah selesai," tanya Likyter.
"A-Aku ingin bergabung dengan party kalian," jawab Mio.
"Baik, aku terima," balas Vanili. "Selamat datang, Mio."
"Mio, apakah kau punya hutang kepada Vanili?"
"Kenapa tiba-tiba kau menanyakan itu, Likyter?" tanya Tiana.
"Tiana, kita berdua ikut dengan party ini karena hutang, mungkin saja Mio juga sama."
"Jadi, apa alasanmu ikut party kami?" tanya Vanili.
"Karena aku ingin meminta sesuatu..." Mio menundukkan kepalanya, dengan pipi di wajah polosnya memerah.
"Meminta apa?" tanya Vanili.
"Me...Me-Meminta pertanggung jawabanmu, Liky-kun."
"Ehhhhh?!!" kaget Vanili dan Tiana.
"Me-Memangnya apa yang sudah aku lakukan kepadamu?!" kaget Likyter.
"Kata ayahku, kalau ada seorang laki-laki yang memegang dan meremas dadaku, aku harus meminta pertanggung jawabannya."
Hawa membunuh dirasakan Likyter dari dua gadis yang berdiri di sampingnya. Secara cepat mereka menodongkan senjata mereka, ditambah aura mengerikan.
"Likyter, apa kau tidak puas setelah memegang dadaku?" tanya Vanili dengan senyuman mengerikan.
"Jadi, sekarang kau juga meraba dada Mio yang polos ini, kau benar-benar hidung belang." Tiana pun memasang senyuman mengerikan.
"E-Eto... Ah, ada apa itu?!" Likyter menunjuk ke arah samping mereka, tentu saja itu hanya pengalih perhatian.
Tapi, dengan bodohnya mereka melihat ke arah yang ditunjuk oleh Likyter. Tentu saja dengan kesempatan itu dia pergi.
"Likyter!!"
"Jangan lari kau, serangga tengik!!"
Mereka berdua langsung mengejar Likyter dengan penuh hawa mengerikan. Sedangkan Mio memiringkan kepalanya, wajar dia masih polos. Kemudian, Mio menyusul mereka bertiga dengan jalan tenang.
Sementara itu. Di tempat yang jauh, tepatnya di sebuah kuil. Seorang gadis kecil berpakaian putih dengan celananya yang merah yang tak lain adalah pakaian gadis kuil, pita merah muda besar terpasang di perutnya, rambut coklat pendek, berkulit putih, matanya coklat, dan sebuah tongkat dengan beberapa lonceng tergantung. Gadis itu sedang berdiri memandang kuil itu.
"Likyter-san, apakah kita bisa bertemu lagi?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top