JALAN KEDUA PULUH: GADIS YANG SENDIRIAN
"Veronica?!" kaget Likyter.
Gadis berambut pirang panjang dan bergaun hitam di depannya sekarang hanya bisa mematung kaget. Tiba-tiba, gadis itu langsung menjatuhkan diri sambil memeluk kedua dadanya. "A-Aku tidak tahu siapa kau... tapi, lakukan dengan lembut... Ini pertama kalinya bagiku..." ucap gadis itu.
"Tu-Tunggu dulu! Apa maksudmu?!"
"Ka-Kau menyelinap kemari karena ingin melakukan 'itu' dengan tubuhku, kan?" balas gadis itu dengan nada malu-malu. "A-Aku tidak masalah me-melakukannya denganmu... kau kelihatan tampan, keren, dan kau laki-laki pertama yang datang kemari..."
"Siapa juga yang mau melakukan itu?!!"
"Ti-Tidak perlu malu-malu... Aku tahu kau pasti ingin melakukannya, apalagi kelihatannya kau ini tidak punya pacar."
Ribuan... bahkan bermiliar jarum batin menusuk tepat ke dada Likyter. "...Ke-Kedengarannya malah kau yang menginginkannya..."
"Me-Memang aku ingin melakukannya... Aku pernah lihat di komik-komik, film, atau baca di novel tentang adegan panas. Sepertinya sangat menyenangkan dan nikmat sekali."
Likyter langsung menepuk dahinya. "Hah... Aku beritahu satu hal. Aku tiba-tiba ada di tempat ini, jadi aku bukannya menyelinap.
"Be-Benarkah...?" Gadis itu pun berdiri.
"Iya," jawab Likyter dengan tatapan serius. "Ngomong-ngomong, kau Veronica, kan?"
"Iya."
Likyter langsung melihat kembali tampilan gadis yang dia yakini Veronica, dari ujung kaki sampai ujung rambut. Gadis itu benar-benar mirip sekali dengan Veronica, hanya saja tinggi dan wajahnya sedikit berbeda. "Oh iya, kau kenal denganku?"
"Tidak."
"Lalu, kenapa kau tidak kaget atau menanyakan kenapa aku mengetahui namamu?"
"Tentu saja aku tidak kaget, karena aku tahu kau pasti mengetahui namaku setelah bertahun-tahun menguntitku."
"Aku tidak menguntitmu!!" bentak Likyter. Kemudian Likyter menepuk dahinya lagi, dia benar-benar bingung dengan sikap Veronica yang sekarang. "Terus, sekarang tahun berapa?"
"Dua ribu enam belas."
"Du-Dua ribu enam belas...? Aneh sekali... Berarti dua tahun yang lalu..."
Ternyata analisis Likyter salah, Veronica yang dilihatnya sekarang adalah Veronica di masa lalu bukan di masa depan. Tentu saja Likyter berpikir ini masa depan, karena melihat Veronica yang bisa dibilang versi dewasa berada di depan matanya. Selain itu Likyter mengetahui Veronica adalah roh dari boneka anak kecil yang waktu itu pernah dia tolong, aneh kalau ternyata dulunya Veronica manusia.
Kalau memang benar yang dikatakan oleh Veronica waktu pertama kali bertemu dengan Likyter, kemungkinan saat menjadi roh dia hilang ingatan atau mendapatkan masalah di ingatan. Roh benda mati itu tercipta karena manusia menaruh perasaan yang kuat kepada benda itu. Bahkan roh kutukan pun ada, tercipta oleh kegelapan hati manusia.
"Perkenalkan, namaku adalah Likyter. Bisa dibilang... aku tuanmu di masa depan."
"Tuan... berarti aku budakmu?"
"Bukan-bukan. Tapi, pelayan manisku."
Mendengar itu, pipi Veronica sedikit memerah. "Te-Terima kasih..."
"Selamat datang, nona Veronica," ucap seseorang. Satu peri kecil perempuan terbang ke arah Veronica. Peri itu memakai kain putih yang hanya menutupi dada dengan rok berwarna putih pendek, sayapnya berwarna putih susu, rambut hitam pendek, iris matanya biru muda, dan kulitnya seputih susu.
"Ah, Indri. Kenapa kau ada di sini?" kaget Likyter.
Tentu saja mereka berdua langsung melihat ke arah Likyter dengan keheranan, terutama peri itu. "Ke-Kenapa Anda bisa tahu nama saya?"
Likyter pun sedikit terkejut, dia lupa kalau ini adalah dua tahun yang lalu. "Ternyata, kau juga menguntit dan ingin meyetubuhi Indri," ucap Veronica.
"Sudah kubilang, aku bukan penguntit!!" protes Likyter. "Yah... karena aku dari masa depan dan nantinya kita akan bertemu. Namaku Likyter, senang bertemu denganmu lagi."
"Senang bertemu dengan Anda juga, tuan Likyter. Saya akan mengingat dengan baik nama Anda," balas peri itu dengan nada manis. "Apakah Anda teman nona Veroinca?"
"Bukan, nanti di masa depan dia akan menjadi tuanku. Dan nantinya aku menjadi budaknya."
Seketika peri itu langsung terkejut, kemudian peri itu membentangkan tangannya. "Tolong jangan mendekati nona Veronica!! Satu langkah saja, saya akan menghabisi Anda!!"
"Tenang-tenang, Indri. Kau salah paham. Memang benar di masa depan aku menjadi tuan-nya, tapi itu karena dia sendiri yang memanggilku dan menganggap begitu. Bukan dalam hal yang kotor."
Wajah peri itu langsung memerah, dia malu sekali karena tadi membentak Likyter, apalagi Likyter adalah orang asing. Kemudian dia berbalik badan, melihat ke arah Veronica dengan wajah cemberut manis. "Mouuu, nona Veronica. Nona menjahili saya lagi."
"Maaf, Indri. Habisnya kau manis kalau sedang marah," balas Veronica dengan sedikit tertawa. "Baiklah, aku mau ke kamar dulu. Indri, tolong antarkan tuan Likyter berkeliling villa ini."
"Baik, nona Veronica." Veronica pun pergi meninggalkan mereka berdua, lalu menaiki tangga menuju lantai atas.
"Indri, bisakah kau menenamiku ke luar? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Baiklah, tuan."
Mereka berdua berjalan menuju pintu keluar. Saat Likyter membuka pintu itu, beberapa pohon yang tumbuh sudah besar dapat dilihat olehnya. Bukan hanya itu, angin sejuk dari alam pun langsung dapat dirasakan dan sinar matahari yang menyinari dari celah-celah lebatnya dedaunan pohon-pohon itu. Keadaan ini sedikit berbeda dengan yang dilihat oleh Likyter beberapa waktu lalu, mungkin tepatnya nanti di masa depan.
Setelah menutup pintu villa itu, Indri dan Likyter melanjutkan perjalanan memasuki hutan itu. "Indri, apakah di dekat sini tidak ada desa?" Sebenarnya Likyter sudah tahu ada desa yang dekat dari sini, hanya saja dia ingin memastikan apakah desa yang membenci roh itu dulunya memang desa atau zona bukan netral.
"Ada. Hanya saja... desa itu sedang dalam keadaan yang gawat."
"Eh, apa yang terjadi dengan desa itu?"
"Desa itu diserang oleh seorang petualang pengendali roh, dan petualang itu adalah salah satu anggota dari organisasi Megafan."
"Me-Megafan... apa jangan-jangan dia Owel."
"Anda kenal dengan orang itu?"
"Iya, dulu... maksudku nanti aku akan menghadapi dia... Ah, sudahlah. Kita jangan ungkit-ungkit itu." Likyter berjalan mendekati pohon di sampingnya, dia duduk bersandar di pohon itu. "Ngomong-ngomong, apakah kau melakukan kontrak dengan Veronica?"
Mengkontrak, biasanya ini dilakukan oleh petualang atau orang biasa yang ingin mendapatkan perlindungan. Caranya dengan mendekatkan diri dengan monster, peri, atau jenis lainnya. Kemudian melakukan kontrak sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, dengan cara ritual, menggunakan uang, perjanjian, atau lainnya. Mereka biasa dipanggil pengkontrak.
"Tidak, kami adalah teman," jawab Indri. "Nona Veronica tinggal sendirian di villa itu, sejak kedua orangtuanya meninggal akibat pembantaian yang dilakukan oleh salah satu anggota Megafan itu."
"Jadi... dulu Veronica tinggal di desa itu?"
"Iya. Nona Veronica salah satu orang yang selamat dari pembantaian tersebut. Saya bertemu dengannya saat nona Veronica sedang terluka parah dan pingsan di dekat villa itu. Kemudian saya merawatnya di dalam villa itu sampai nona Veronica sadar." Indri terbang mendekati Likyter, lalu duduk di bahu kiri Likyter. "Setelah sadar, kami pun berteman. Sejak itulah, saya selalu membantunya dengan memasak makanan, membersihkan ruangan, dan pekerjaan lainnya. Kadang, nona Veronica membantu saya, menurutnya nona Veronica tidak ingin berdiam diri melihat saya sibuk sedangkan nona Veronica santai. Kadang juga nona Veronca menjahili saya untuk melihat wajah manis saya..." Tiba-tiba kedua mata kecil Indri mengeluarkan air mata.
"Ke-Kenapa kau menangis?" heran Likyter. Karena tadi dia menceritakan hal-hal yang menyenangkan, bukan hal yang menyedihkan, jadi wajar Likyter heran.
"Ti-Tidak, bukan apa-apa... Hanya saja, saya sangat senang sekali..."
"Begitu. Oh iya, sepertinya sikap kakumu itu memang ada sejak dulu."
"Ka-Kaku? Apa maksud tuan Likyter?"
"Kau selalu memakai kata formal, padahal kau dan Veronica berteman. Dan walau nanti kita sangat dekat, tapi tetap saja kau memakai kata formal. Aku tidak mempermasalahkan hal itu, hanya saja kalau bisa sedikit lebih santai saat berbicara, apalagi dengan teman sendiri."
"Ba-Baik, tuan Likyter. Saya... maksudku aku akan mengingatnya."
"Ta-Tapi kalau kau tidak nyaman, sebaiknya berbicara saja sesuai yang kau suka."
"Hihihihi, tuan Likyter ternyata plin-plan."
"Berisik, mau bagaimana lagi." Likyter pun berdiri dengan perlahan, karena tidak mau menganggetkan Indri yang masih duduk di bahu kirinya. "Kita kembali ke villa, aku ingin melihat kamar Veronica sekaligus melihat apa yang sedang dia lakukan di kamarnya."
Indri pun langsung terbang, lalu menarik dengan keras daun telinga Likyter. "Hmmm, berani macam-macam kepada nona Veronica, akan saya putus daun telinga tuan."
"Adududuh, maaf-maaf, bercanda." Indri pun melepaskan daun telinga Likyter. "Nah, begitu. Kau bisa membalas candaanku dengan baik."
Wajah Indri sedikit memerah. "Ayo, kita segera pergi makan siang. Nona Veronica mungkin sudah lapar."
"Eh, aku ikut makan bersama kalian? Tidak apa-apa, aku kan orang asing."
"Apa yang Anda katakan. Tentu saja Anda adalah teman nona Veronica dan teman saya, jadi tidak perlu malu." Kemudian Indri terbang pergi duluan.
Likyter yang mendengar jawaban itu hanya bisa tersenyum kecil, kemudian berjalan kembali ke villa dengan santai. Melihat-lihat pohon-pohon yang berdiri di sekitarnya, membuat perasaannya membaik dan pikirannya jernih kembali. Setidaknya dengan pemandangan dan udara sejuk ini, Likyter bisa sedikit menghilangkan pikirannya tentang organisasi Megafan yang akan melakukan rencana jahat lagi.
"NONA VERONICA!!" teriak yang dikenal sebagai suara Indri.
Tentu Likyter langsung kaget, spontan dia berlari dengan cepat menuju villa. Sesampainya di dalam, dia berlari dengan cepat menuju lantai atas. Ada beberapa daun pintu, Likyter pun memilih daun pintu dengan acak dan menurut instingnya. Daun pintu paling ujung di lorong yang terpilih oleh Likyter.
Setelah membuka daun pintu yang dia yakini adalah tempat asal suara teriakan Indri, Likyter melihat ruangan ini adalah sebuah kamar tidur. Bukitnya ada ranjang di sisi ujung dekat jendela yang menghadap ke luar villa, di atas ranjang itu ada seorang gadis berambut pirang yang dikenal sebagai Veronica. Sedangkan Indri, dia terbang di dekat wajah Veronica. Likyter pun mendekati mereka, dan langsung bisa melihat wajah Veronica yang penuh dengan keringat.
"Indri, ada apa?!" kaget Likyter. "Apa yang terjadi kepada Veronica?! Kenapa dia kelihatan kesakitan?!"
"Su-Sudah saya duga... ternyata benar-benar terjadi..."
"Indri, apa maksudmu?!"
"Nona Veronica... terkena racun... Aku tidak tahu jenis racun ini, tapi yang kutahu racun ini adalah racun yang terdapat dalam mayat korban pembantaian oleh anggota Megafan pengendali roh itu."
"A-Apa tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Veronica?!"
"...Masih ada satu kemungkinan... Dengan bunga air mata biru, kemungkinan kita bisa menyelamatkan nona Veronica."
"Di-Dimana bunga itu?! Biar aku yang mendapatkannya!"
"Bunga itu tumbuh di dekat mulut gua, dekat hutan ini.
"Dimana letak gua itu, cepat beritahu aku?!"
"Di dalam gua itu... ada monster-monster yang berbahaya..."
"Sudahlah, cepat beritahu aku letak gua itu. Berapa jumlah bunga yang harus aku ambil? Sepeti apa bunga itu?"
Indri perlahan melihat ke arah Likyter, dia bisa melihat betapa seriusnya yang terpancar di wajah Likyter. "Ke-Keluarlah dari villa ini, belok ke kiri dan terus jalan lurus. Nanti akan terlihat gua dengan mulut gua yang sangat besar sekali, di dekat mulut gua itu ada beberapa bunga yang tumbuh. Ambil bunga yang berwarna putih dengan kelopaknya yang mengantup seperti terompet. Dan ingat, harus yang saat dicabut mengeluarkan sedikit tetesan air berwarna biru. Bawa bunga itu dengan keadaan kelopak mengatup itu ke atas, supaya tetesan air biru itu tidak habis."
"Baik!" Dengan cepat Likyter berlari ke luar villa.
***
Sekarang dia sedang jongkok di dekat mulut gua, tepatnya dekat bunga-bunga yang tumbuh di sisi mulut gua. Ada beberapa jenis bunga yang tumbuh, walau begitu yang berwarna putih dengan kelopak menutup seperti terompot hanya ada satu. Likyter pun mencabut tangkai bunga itu, tetesan air berwarna biru keluar dari mulut bunga itu. Likyter langsung memposisikan bunga itu menghadap ke atas, supaya tetesan air biru itu tidak menetes ke tanah.
Likyter pun dengan cepat pergi menuju villa, namun baru saja beberapa langkah sudah ada dua goblin yang menghadang. Tentu akan mudah mengalahkan kedua monster itu, hanya saja dengan situasi Likyter tidak boleh membuat tetesan air biru di bunga itu berjatuhan akan sulit baginya untuk melawan satu monster terlemah saja.
Perlahan kedua goblin itu berjalan mendekati Likyter yang hanya berdiri kebingungan. Tiba-tiba, sebuah kunai menancap tepat di kepala salah satu goblin itu. Kemudian, seseorang lari dengan cepat ke arah goblin satu lagi dari samping. Seseorang itu langsung memukul dengan keras goblin itu, sampai goblin itu terhempas jauh sekali.
Perlahan orang itu melihat ke arah Likyter. Berjubah hitam, beberapa zirah menempel di tubuhnya, ada kantong kecil menempel di pinggangnya, berambut biru pendek, dan matanya tidak dapat dilihat karena tertutup oleh bayangan hitam.
"Ehhh, kenapa aku tidak bisa melihat matamu?" kaget Likyter.
"Hah... lagi-lagi begini... Padahal aku bisa melihat dengan jelas," jawab pemuda itu. "Yah sudah, itu tidak penting. Sepertinya kau sedang buru-buru, sebaiknya cepatlah pergi. Biar aku yang mengurus monster-monster itu." Pemuda itu mengangkat tangannya, menunjuk ke arah belakang Likyter.
Refleks Likyter melihat ke belakang, beberapa monster berada di dalam mulut gua. Likyter kembali melihat ke arah pemuda itu. "Baiklah, mohon bantuannya."
"Baiklah." Pemuda itu meremas-remas kepalan tangannya, lalu berjalan mendekati Likyter. "Oh iya, namaku Filk Iki. Kalau aku butuh bantuan, bantu aku, ya."
"Baik-baik, aku memang berhutang padamu. Dan namaku Likyter, kalau butuh bantuan panggil saja." Likyter pun berlari meninggalkan pemuda bernama Filk Iki.
Likyter terus berlari dengan cepat, namun sedikit berhati-hati karena tidak mau membuat tetesan air biru itu berjatuhan walau hanya satu tetes lagi. Akhirnya dia sampai di dalam kamar Veronica. Indri pun langsung terbang mendekati Likyter, dan meminta bunga itu. Likyter menyerahkannya, lalu dibawa pergi dengan mudah oleh Indri. Likyter tidak mengambil pikiran kenapa hanya dengan kedua tangan kecil Indri, dia bisa mengambil dengan mudah bunga itu.
"Veronica!" Dengan cepat Likyter berlari menuju ranjang itu. "Bertahanlah, Veronica!! Kau akan segera bangun, aku ingin berbicara denganmu lebih lama lagi!" Likyter memegang tangan Veronica dengan erat, dan merasakan dinginnya tangan Veronica.
"Tuan Likyter, nona Veronica sudah meninggal," ucap Indri yang sudah terbang di samping Likyter.
"Eh? Me-Meninggal... Veronica mati?"
"Iya."
"Si-Sial... aku terlambat... Maafkan aku, Veronica..."
"Tidak, Tuan tidak terlambat. Tapi tepat waktu."
"A-Apa maksudmu...? Kau bilang Veronica sudah mati..."
"Iya. Tapi nona Veronica masih bisa hidup kembali, walau dengan ras yang berbeda." Indri terbang mendekati Veronica yang terbaring di atas ranjang, kemudian mendekati mulut Veronica.
Di tangan Indri, ada sebuah botol kecil, dan botol itu di dekatkan ke mulut Veronica. Dari mulut botol itu, menetas air berwarna biru dengan beberapa butiran cahaya mengelilinginya. Tetesan air itu berhasil masuk ke dalam tenggorokkan Veronica, kemudian keluar bola cahaya putih kecil... tapi bagi Indri bola cahaya itu sebesar bola basket dari mulut Veronica. Bola cahaya itu langsung diambil oleh Indri.
"Ini adalah bola roh nona Veronica, aku akan memasukkannya ke dalam benda yang memiliki presentasi membangkitkan roh dengan besar. Dan selama belum menemukan benda itu, aku akan menjaga dengan baik roh nona Veronica ini."
Likyter yang mendengar itu sedikit bisa bernafas lega. Walau Veronica tidak hidup lagi sebagai manusai, setidaknya nanti dia akan bertemu dengan Veronica lagi.
"Sekarang aku mengerti... ternyata itu adalah roh Veronica," gumam Likyter. "Terima kasih, Indri. Kau sudah berjuang dengan keras."
"Se-Seharusnya saya yang mengucapkan itu kepada tuan Likyter."
"Iya. Kalau begitu, jaga dengan baik Veronica."
"Ba... Tuan Likyter?"
"Hm?" Likyter bisa melihat mata Indri yang membulat besar, seperti dia terkejut dengan apa yang dia lihat sekarang. Refleks Likyter melihat ke arah tubuhnya. Ternyata, tubuh Likyter perlahan memutih. "Sepertinya aku harus segera pergi. Sekali lagi aku ucapkan. Indri, jagalah dengan baik Veronica... Dan setelah Veronica kembali hidup, aku akan menjaga dengan baik dia."
"Iya, mohon bantuannya... Likyter." Tubuh Likyter pun menghilang, meninggalkan Indri yang tadi memberikan senyuman hangat dan Veronica yang sudah menjadi bola cahaya.
***
Perlahan mata Likyter terbuka, samar-samar dia melihat wajah cantik dan datar yang sudah dia kenal. "Akhirnya kau bangun juga, Tuan."
"Oh, Veronica... Ehhhhh!!" Likyter membuka dengan lebar matanya karena kaget.
"Kenapa? Ada apa, Tuan?"
"Ti-Tidak, bukan apa-apa..." Tadi Likyter kaget karena merasakan sesuatu yang lembut di tangannya, dia berpikir mungkin kedua tangannya tidak sengaja meremas dada Veronica. Tapi ternyata salah, karena dia tidak melihat tangannya berada di dada Veronica yang sedang di atas tubuhnya.
"Aku berpikir Tuan tidak akan bangun... Kau membuatku terkejut."
"Me-Memangnya apa yang terjadi kepadaku?"
"Tuan tiba-tiba jatuh pingsan. Dan tidak bangun selama dua jam."
"Be-Begitu, ma-maaf membuatmu ce..." Likyter menghentikan kalimatnya karena sedari tadi telapak tangannya merasakan sesuatu yang lembut. Biasanya kalau seperti itu, tangannya nyasar ke dada, tapi kali ini dia tidak melihat tangannya memegang dada Veronica.
Likyter pun memutuskan meremas pelan sesuatu yang lembut itu. "Ngnnn, Tuan, pelan-pelan," desah Veronica. "Tuan ternyata menyukai pantat juga..."
"Oh, maaf... Eh, tunggu, pantat?!!" Dengan cepat Likyter melihat lengannya. Ternyata benar, kedua telapak tangannya nyasar menempel di kedua bantalan pantat Veronica. "Ve-Veronica... se-sejak kapan aku mem-"
Kalimat Likyter terhenti karena mendengar suara pintu terbuka. "Likyter-san, kau baik-baik sa..." ucap Haru terpotong karena melihat pemandangan di tengah ruangan, tepatnya melihat Likyter sedang bersandar dengan Veronica di atas tubuhnya. Yang menarik perhatian mereka adalah tangan Likyter yang nyasar ke bantalan pantat Veronica, sampai membuat rok Veronica terangkat dan memperlihatkan celana dalam berwarna putih.
"Likyter... padahal kau sudah meremas dada kami..." ucap Vanili.
"Tapi tetap tidak puas juga..." ucap Tiana.
"Dan sekarang kau meremas pantat juga..." ucap Elyna.
"Ka-Kalian sa..."
"DASAR MESUM TINGKAT AKUTTTTT!!!!"
"AAAAAA!!!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top