JALAN KESEMBILAN: TEMAN
Mereka berempat sekarang berada di rumah kakek pemberi quest, tepatnya di ruang tamu. Sebelum mereka melanjutkan perjalanan, mereka ingin mengambil hadiah quest-nya. Selain itu, Lucid ingin menyampaikan sesuatu kepada kakek itu.
"Terima kasih karena selalu memberiku makanan," ucap Lucid. "Maaf, karena aku tidak pernah berbicara dengan kakek dan baru bisa berterima kasih sekarang," lanjut Lucid dengan nada datar.
"Sudahlah, tidak perlu merasa tidak enak seperti itu," balas kakek itu. "Anggap saja yang aku lakukan itu adalah balas budi karena orang tuamu selalu membantu semuanya, terutama aku."
"Aku memang tidak me-" Kalimat Lucid terhenti karena Likyter menyikut lengan Lucid.
"Kalau begitu, kami permisi, Kek," ucap Likyter. "Terima kasih atas hadiahnya."
"Sebelum kalian pergi, kalian makanlah dulu di dalam," tawar kakek itu.
"Tidak perlu, Kek. Kami sudah makan," balas Likyter.
"Kalian kan be-" Lagi-lagi kalimat Lucid terhenti karena Likyter menyikut lengan Lucid.
"Kalau begitu, kami pamit," ucap Alice.
"Hati-hati di jalan," pesan kakek itu.
Mereka berempat pun pergi melanjutkan perjalanan untuk membantu Lucid mencari potongan peta pusaka. Alice dan Prila berada di depan, sedangkan Likyter dan Lucid di belakang.
"Ketua, kenapa kau harus berbohong tentang kalian sudah makan?" heran Lucid. "Selain itu, kenapa kau menghentikanku untuk memberitahu kalau aku tidak merasakan perasaan tidak enak dan kalau kau yang menyuruhku mengucapkan terima kasih itu?"
"Kalau kau melakukan itu, perasaan kakek akan tersakiti. Ada beberapa orang yang tidak terlalu suka dengan sikap terus terang, bahkan sampai membuat perasaannya sakit," jawab Likyter.
"Aku tidak paham... Jujur salah, bohong juga salah. Apa sebenarnya yang diinginkan manusia? Memangnya aku harus bagaimana agar diterima oleh kalian para manusia?"
"Hmm... perasaan seseorang memang sulit ditebak. Aku pun tidak bisa menjelaskannya, kalau pun bisa pasti akan membutuhkan lebih dari sehari untuk menjelaskannya," jawab Likyter. "Tapi, kau bisa menjadi dirimu sendiri apabila bersama dengan teman-temanmu. Karena mereka pasti sudah menerima apapun kekurangan dan kelebihanmu."
Lucid menghentikan langkahnya. "Kalau mereka muak dengan sifatku, apakah masih disebut teman?"
Likyter pun ikut menghentikan langkahnya. "Hmm... kalau semua orang di dunia ini muak dengan sifatmu, aku akan selalu menerima sifatmu."
"Sepertinya kau sedang menggombal. Apa benar?"
"Ha, ha, ha..."
"Hei, kalian berdua! Cepatlah!" teriak Prila.
"Ya, kami akan segera ke sana," balas Likyter. "Ayo, Lucid."
Lucid berjalan mendahului Likyter. Tapi baru beberapa langkah dia berhenti dan berbalik badan ke arah Likyter. "Aku dengar kalau seseorang mengikari janjinya, maka dia harus memakan seribu jarum. Apa kau yakin dengan hal itu?"
"Tentu saja. Aku tidak akan mengikari janjiku."
"Berarti aku harus membeli seribu jarum sekarang."
Setelah mengucapkan itu, Lucid pun pergi. Sedangkan Likyter hanya tersenyum kecut, karena mendapatkan perlakuan seolah dia laki-laki yang tidak bisa menepati janjinya. Walau begitu, Likyter tidak terlalu mempermasalahkannya dan menganggapnya sebagai gurauan.
Sebelum keluar dari desa Yi, mereka pergi ke toko kebutuhan berkemah. Setelah itu, baru mereka keluar dari desa Yi. Mereka pergi menuju desa terdekat, yaitu desa Heani. Walau disebut terdekat dari desa Yi, tapi jaraknya jauh. Sehingga saat sore tiba, mereka belum sampai ke desa Heani. Bahkan menurut Prila, mereka akan sampai besok siang. Jadi mereka memutuskan mendirikan tenda daripada memaksa melanjutkan perjalanan.
"Lucid, ternyata kau bisa mendirikan tenda," ucap Likyter melihat Lucid sedang mendirikan tenda. "Apa sebelumnya kau pernah mendirikan tenda?"
"Aku sebelumnya pernah membacanya di buku," jawab Lucid.
"Hanya dari membacanya saja kau sudah bisa. Luar biasa sekali!" kagum Likyter. "Kalau aku walau sudah baca berulang kali, pasti tetap belum bisa."
"Kau terlalu berlebihan, Ketua. Kau juga pasti bisa melakukannya kalau sering-sering baca."
"Hmm... aku rasa aku ini tipe orang yang bisa bila mengalaminya, dibanding diberi keterangan. Mudahnya lebih mudah paham praktek dibanding diberi materi. Oh iya, maukah kau mengajariku mendirikan tenda, Lucid?"
"Boleh saja. Kalau begitu, sekarang saja belajarnya." Lucid langsung melepaskan tenda yang sudah didirikannya tadi, lalu mencabut bagian-bagiannya. "Nah, coba dirikan sendiri."
Likyter pun mendekati bagian-bagian untuk mendirikan tenda. Dengan dipandu Lucid, Likyter mulai mendirikan tenda. Walau sudah diberi intruksi, Likyter sering sekali melakukan kesalahan sehingga Lucid harus menegur beberapa kali.
Sementara di sisi lain, Alice dan Prila baru saja selesai mendirikan tenda. Setelah itu, Prila melihat ke arah Likyter dengan tatapan serius. Melihat itu, Alice pun ikutan melihat ke arah yang dituju Prila.
"Sepertinya Likyter menyukai Lucid."
"Ke-Kenapa tiba-tiba kau mengatakan itu, Prila?!" kaget Alice sambil melihat ke arah Prila yang masih fokus ke arah Likyter.
"Habisnya dia begitu lengket kepada Lucid, bahkan di perjalanan tadi dia selalu saja berada di sisi Lucid."
"Ku-Kurasa itu hanya cara Likyter agar bisa dekat dengannya. Sebelumnya Likyter kan bilang, dia ingin akrab dengan Lucid."
"Tapi kurasa tidak perlu sampai berlebihan seperti itu... Benar-benar mencurigakan."
"Sudahlah, Prila. Lagipula Likyter punya hak untuk menyukai siapapun. Jadi, dia bebas untuk menyukai gadis mana pun yang dia inginkan."
"Hmm..." Prila pun mengubah arah pandangannya ke Alice. "Apa kau tidak masalah kalau ternyata Likyter menyukai Lucid?"
"Ke-Kenapa aku harus mempermasalahkan itu?"
"Kau kan suka dengan Likyter."
Seketika wajah Alice memerah padam, bahkan tiba-tiba jadi salah tingkah. "A-Apa maksudmu, Prila?! A-Aku ti...tidak suka dengan Likyter! Ah, tapi bukan berarti aku membencinya! Ta-Tapi... Itu... itu..."
"Iya-iya, aku tahu," ucap Prila untuk menghentikan kalimat tidak karuan Alice. "Maaf, ya, aku terlalu berlebihan."
Alice pun mengangguk dengan wajah merah padam yang ditundukkan, sebagai tanda memaafkan Prila.
"Akhirnya selesai!" teriak Likyter senang.
Mendengar teriakkan itu, Alice dan Prila kembali terfokus ke arah Likyter. Dapat dilihat sebuah tenda sudah berdiri di dekat Likyter, terlihat sangat rapih sekali seperti didirikan oleh seseorang yang berpengalaman mendirikan tenda.
"Terima kasih, Lucid! Berkatmu aku sekarang bisa mendirikan tenda sendiri."
"Sama-sama," jawab datar Lucid.
Kemudian, tanpa berkata satu patah pun, Lucid pergi menuju pohon yang cukup jauh. Setelah sampai, dia duduk bersandar di tubuh pohon itu sambil membaca buku yang dikeluarkan di Bag miliknya, tepatnya milik ayah tirinya. Sedangkan Likyter berjalan menghampiri Prila dan Alice.
"Prila, ayo kita cari kayu bakarnya!" ujar Likyter semangat setelah cukup dekat dengan Prila dan Alice.
"Kenapa tiba-tiba mengajakku mencari kayu bakar?" balas Prila heran.
"Kita kan harus membuat api unggun untuk memasak dan menghangatkan tubuh saat malam hari. Jadi kita harus mencari kayu bakar sebelum malam."
"Aku tahu tujuan untuk mencari kayu bakar. Aku tanya kenapa kau mengajakku dan bukannya mengajak Lucid saja?"
"Kau kan sudah lama berpetualang, bahkan sampai sering berkemah di hutan. Jadi aku mengajakmu agar mendengar pengalamanmu lebih dalam dan bisa menjadikannya sebagai pembelajaranku."
"Baiklah... Ah, aku menerimanya bukan karena senang kau mengandalkanku, tapi karena untuk menjagamu dari monster yang mungkin ada di hutan ini! Kau kan masih lemah, jadi akan berbahaya kalau dibiarkan! Ayo, Alice."
"Ah, Alice tetap di sini," ucap Likyter mencegah. "Kalau kau ikut nanti Lucid sendirian, kasihan dia tidak ada teman."
"Kau benar juga," ucap Alice menyetujui. "Kalau begitu, tolong jaga Likyter, Prila."
Prila sempat ingin memprotes, tapi melihat Alice memasang senyuman manis setelah mengajukkan permohonannya, protes itu tidak jadi keluar dan digantikan dengan helaan napas panjang.
"Ayo, Likyter!" ucap Prila sambil pergi begitu saja.
"Ah, tunggu aku!" Likyter pun menyusul Prila.
"Hati-hati, kalian berdua," pesan Alice dengan sedikit berteriak. "Jangan terlalu jauh mencarinya," tambahnya.
Setelah beberapa langkah, mereka pun berhenti, tepatnya Prila berhenti dan Likyter ikut berhenti. Kemudian, Prila pun menghadap ke arah Likyter sambil memasang wajah serius dengan tatapan tajam. Melihat itu, Likyter tiba-tiba merasa tegang, karena dari pandangannya Prila seperti marah.
"Ke-Kenapa kau menatapku seperti itu, Prila?" tanya Likyter. "Apa aku melakukan sesuatu yang salah?"
"Likyter, kau suka dengan Lucid, kan?"
"Kenapa kau berpikiran seperti itu?!"
"Dari tadi kau selalu saja lengket kepada Lucid, bahkan sampai seperti menganggap kami tidak ada. Sudah dipastikan kalau kau tertarik kepada Lucid," jawab Prila yang masih memberikan tatapan serius kepada Likyter.
"Tidak-tidak, aku tidak menyukai Lucid. Aku hanya ingin dekat dengannya sebagai teman. Dia kan selalu sendirian selama ini, jadi aku memutuskan untuk berteman dengannya agar dia tidak kesepian."
Prila yang mendengar jawaban itu langsung menyimpitkan matanya sambil memajukkan kepalanya agar dekat dengan wajah Likyter, sebagai tanda masih ada rasa tidak percaya akan jawaban itu. Likyter yang mendapatkan perlakukan seperti itu hanya bisa diam dan pasrah ditatap seperti itu, dengan perasaan tidak nyaman.
Tapi itu tidak berlangsung lama. Prila pun langsung menjauhkan kepalanya dan berbalik badan. "Ayo, kita cari kayu bakarnya."
Likyter pun bernapas lega karena terlepas dari kekangan Prila. "Ayo!"
Setelah beberapa saat mereka berjalan, akhirnya mereka berhenti. Prila berbalik badan dengan pose melipat tangan dan wajah serius.
"Baiklah, kita mencarinya di sini," ucap Prila. "Perlu diingat, kita mencari yang sudah tergeletak di tanah, jangan yang kondisinya basah, ketebalannya jangan terlalu besar maupun kecil, bila perlu yang panjang supaya tidak mudah habis saat terbakar."
"Siap!"
"Satu hal lagi, pastikan kayu itu tidak dihinggapi serangga atau ada telur serangga. Supaya nanti saat dibakar tidak menimbulkan bau tidak sedap. Sebagai tambahan, kalau bisa kita kumpulkan beberapa daun kering."
"Siap!"
Mereka pun mencari kayu bakar, ditambah beberapa daun kering. Karena mereka masih berada di wilayah desa Yi, di mana lokasinya sedang musim gugur, kedua benda yang mereka cari mudah sekali ditemukan dan banyak jumlahnya. Walau begitu, mereka tidak membawa banyak-banyak.
Mereka kembali berkumpul dengan kayu bakar dan beberapa daun kering, tepatnya hanya Likyter yang terlihat membawa kedua benda tersebut. Kumpulan kayu bakar dihimpit oleh lengan kanan dan sisi badannya, sedangkan daun-daun kering dihimpit oleh tangan kiri dan dadanya.
"Likyter, kenapa kau tidak memasukkan kayu bakar dan daun-daunnya ke Bag-mu?" heran Prila.
"Eh, memangnya Bag bisa membawa kayu dan daun-daun ini?" tanya balik Likyter.
"Tentu saja bisa. Memangnya kau tidak tahu itu?"
"Yah... aku kurang tahu. Kupikir Bag itu digunakan untuk mengambil item yang ada dalam monster yang sudah dikalahkan dan mengeluarkan atau menyimpan senjata."
"Dasar, kau ini menjadi petualang tapi tidak tahu hal ini? Cepat turunkan, biar aku tunjukkan caranya!"
Likyter pun mengikuti perintah Prila. Kayu bakar yang dia bawa ditumpukkan dalam satu tempat, sedangkan daun-daun kering dikumpulkan menjadi gunung kecil.
"Cara untuk memasukkan benda yang diinginkan oleh Bag adalah tempelkan Bag ke benda tersebut, lalu tekan tombolnya."
Prila pun menempelkan Bag miliknya ke salah satu kayu bakar, lalu menekan tombolnya. Seketika, kayu bakar yang ditempelkan Bag langsung menghilang. Likyter yang melihat itu langsung 'oooo' dengan ekpresi kagum.
"Kalau begitu, aku akan mencobanya!" terang Likyter setelah menunjukkan rasa kagumnya.
"Tunggu dulu, aku belum selesai!" cegah Prila. "Bag hanya bisa menyimpan satu persatu benda, tidak bisa sekaligus walau ditumpuk atau saling didekatkan. Maka akan memakan banyak waktu untuk memasukkan semua kayu dan daun ini satu persatu ke dalam Bag. Jadi, kita harus mengelompokkannya."
Prila pun mengambil handphonenya, lalu menekan item yang akan dikeluarkan oleh Bag. Seutas tali tambang panjang dan kantong plastik berukuran sedang yang keluar dari Bag Prila.
"Kita ikat semua kayunya dan masukkan semua daunnya."
Prila pun melakukan apa yang dia katakan, dengan dibantu Likyter. Setelah beberapa saat kemudian, semua kayu sudah terikat dan daun-daun sudah masuk ke kantong plastik.
"Kemudian tempelkan Bag-nya ke tali dan kantong plastik. Coba kau yang melakukannya, Likyter."
Likyter pun mengambil Bag miliknya dan melakukan seperti yang dikatakan Prila. Kayu-kayu yang diikat dan kantong plastik berisi daun pun menghilang sekejap, tepatnya masuk ke dalam Bag milik Likyter.
"Ternyata benar!" kagum Likyter. "Kau hebat sekali, Prila!"
"I-Itu bukan hal yang hebat, kaunya saja yang payah, hmph!" balas Prila mode tsundere.
"Kalau begitu, ayo kita kembali."
Mereka pun pergi menuju tempat Alice dan Lucid berada. Tapi, di tengah jalan tiba-tiba Likyter menghentikan langkahnya dan berbalik mengarah Prila yang di belakangnya. Prila pun ikut menghentikan langkahnya.
"Prila, aku punya permintaan."
"Apa?"
"Ajari aku cara menembak."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top