Yang Bener Aja?!

"Nit, please Niiit. Salah aku apa kamu tiba - tiba mutusin aku? We're doing just fine these three months, even wonderful for us!" Ben mengayun-ayunkan tangan gue meminta penjelasan.

"For you," ralat gue sembari menyibakkan tangan gue lepas dari genggamannya. "Tolong deh Ben, don't make a scene!"  bisik gue kesal, "kita masih di lobby kantor ini. Nggak liat apa tuh Pak Dodi matanya udah nyureng ke sini dari tadi!" 

Pak Dodi, security berkumis tebal berbadan lebar, memang sedari tadi matanya menusuk tajam ke arah gue dan Ben yang bisa dibilang sedang melakukan keributan kecil di dalam area gedung kantor. Menelisik kayaknya beberapa detik lagi pak Dodi, yang kumisnya gerak - gerak nggak nyaman dilihat, udah nggak sabar mau nyamperin kita, gue menarik Ben keluar dari lobby kantor ke arah parkiran mobil.

Ben sih masih tetep aja merengek sembari jalan, kayak biasanya kalo dia minta - minta belum dikasih, minta jalan, minta cium, minta grepe, dan seterusnya. Ugh. Ini nih yang bikin gue udah muak. Awalnya sih manis ya, lucu gitu, berasa dia itu cinta banget sama gue. Sangat menginginkan gue sampai segitunya sampai merengek-rengek manja. Bahkan ketika gue lagi nggak mood pun, mau ditolak juga jadi kasihan. Sampai malah kadang rengekannya menjurus jadi agak memaksa, masih juga gue tahan, gue ladenin. Tapi sekarang udah, cukup. Habis kesabaran.

"Stop Ben! Yang kayak gini yang bikin kepala aku pusing tiap jalan sama kamu! Bisa nggak sih kamu nggak kayak anak kecil dan bersikap layaknya umur kamu yang udah kepala tiga?! Kamu sama aku aja tua-an kamu tapi jiwa kamu kayak anak TK tau nggak?!" teriak gue nggak tahan lagi.

Sontak beberapa kepala yang sedang berjalan ke arah parkiran mobil, karena memang saat ini jamnya padat pulang kerja, menoleh ke arah kami. Guepun jadi malu dan mengutuk diri. Gue yang bilang jangan make a scene ke Ben, malah gue yang memancing perhatian orang - orang. Gimana kalo ada orang se-lantai lihat? Bakal abis deh gue besok diledek dan dijadiin bahan omongan orang se-IST aka divisi IT lantai 7 yang isinya orang sekelurahan.

"Mana mobil kamu? Lanjutinnya di dalem mobil aja!" kata gue cepat.

"Kita lanjutin di mobil aku, kalau kamu batal putus sama aku!" balas Ben.

Kampret ni orang. Emang dasar Project Manager ya, bisa aja negosiasi di saat genting kayak gini. 

Gue nggak mau kalah, "yaudah, end of conversation then, pokoknya kita akhiri sampai sini aja. Saya harap kamu bisa bekerja dengan professional esok hari setelah ini. Kalau enggak ya berarti pernyataan saya tentang kamu kayak anak TK itu benar adanya. Terima kasih, selamat sore Pak Ben."

Gue langsung melangkahkan kaki gue cepat menuju gate, meninggalkan Ben yang meneriaki nama gue serta entah apa lagi yang dia teriakkan karena udah mulai nggak kedengeran sekarang. Untung nggak dikejar gue. Mungkin dia juga malu. Iyalah udah seharusnya dia juga ikut malu. Banyak orang di situ tapi bertingkah. 

Oh lihat aja besok pasti lantai 7 gempar dengan gossip baru. Pak Ben seorang PM yang sudah bekerja bertahun-tahun dengan integritas tinggi dicampakkan oleh Vernita, front end developer yang baru saja bekerja selama satu tahun delapan bulan. Memikirkan gue bakal jadi bahan gossip esok hari membuat kepala gue sakit.

Gue membuka aplikasi ojek online dan langsung memesan ojek ke Artha Gading dulu. Gue butuh menghilangkan muka kusut gue sebelum pulang ke rumah atau mama bakal menginterogasi gue yang bakal bikin kepala gue tambah sakit. Gue nggak bisa poker face soalnya. Apa yang ada di hati gue ya bisa langsung terpampang di muka gue tanpa bisa gue kontrol. Terlebih di depan mama, yang bisa langsung melihat kalo ada sesuatu yang nggak mengenakkan di hati gue.

Setelah sampai, gue langsung membeli grass jelly roasted milk tea di Chatime. Meski ngantri tapi worthed lah, gue butuh minuman yang manis - manis saat ini. Sehabis itu gue langsung window shopping. Sayang ini akhir bulan, nggak bisa gue beneran shopping, ck.

Balik lagi ke masalah gossip. Sebenernya gue udah nggak asing sih digosipin. Gue juga udah beberapa kali dijadiin bahan omongan ketika gue memulai suatu hubungan dengan orang sekantor dan ketika gue mengakhirinya dengan waktu bulan pacaran yang bisa dihitung dengan satu jari tangan. Tapi kayaknya ini deh yang bakal paling gede, soalnya baru kali ini gue menjalin hubungan dengan PM apalagi Pak Ben yang terkenal tampan dan memiliki kerjaan yang sangat bagus, tanpa cela. Ketegasannya terkenal sampai di beberapa sub-divisi atau malah sedivisi kayaknya.

Tapi heran gue, kenapa setelah gue menjalin hubungan sama dia, dia berubah 180 derajat? Nggak kayak di kantor gitu yang charming dan penuh wibawa. Dia jadi kekanak-kanakan. Padahal awalnya gue kayak ketiban duren waktu dia bilang dia punya ketertarikan sama gue dan akhirnya kita pacaran. Secara pak Ben ini termasuk salah satu pria yang dijadikan crush banyak orang di kantor. Riri juga kaget setengah mampus saat mendengar berita hubungan gue dengan pak Ben sampai ke telinganya.

Coba Ben juga bersikap dewasa, penuh wibawa dan ketegasan ke gue personally, sama kayak sikap dia di kantor. Pasti nggak bakal gue lepas dan bakal bisa jadi hubungan jangka panjang sama gue. Masih nggak masuk di akal gue, kenapa dia jadi bersikap manja berlebihan dan kekanakan yang sampai bikin gue muak saat kita menjalin hubungan.

Ada ya orang kayak gitu? Aneh banget sumpah.

Eh bentar. Gue melihat ke arah game center Amazone dan melihat orang yang gue kenal di sana. Itu Adrian. Anak baru, teman se-team gue yang minggu belakangan ini satu project-an sama gue tapi anehnya dia maunya kerja masing-masing. Bagian gue ya bagian gue, bagian dia ya bagian dia. Nggak mau diskusi atau apa gitu. Boro-boro diskusi. Ngobrol sama orang aja nggak pernah keliatan.

Oh kecuali sama senpai. Selama dia masuk kantor empat bulan ini, dia cuma ngobrol sama temen sebelahnya, Mas Ikhlas, yang biasa dipanggil sama anak-anak team 'senpai', karena emang selain dia yang paling lama bertahan kerja di team gue, senpai ini jago banget ngodingnya. Kalo ada masalah yang nggak bisa disolve sendiri dan udah mentok, pasti larinya pada ke senpai.

Oh my God, gue nggak salah lihat nih? Adrian main game yang biasa dimainin anak kecil perempuan dong. Gue juga suka main ke Amazone, tapi nggak main gituan juga kali. Lihat aja semuanya pink gitu disertai gambar dua dimensi idol-idol cewek jepang. Gue lupa namanya apa, bentar gue deketin biar bisa gue lihat itu nama gamenya. A - i - kat - su. Aikatsu! Gila nih orang. Ngapain mainan game anak cewek gini? Emang aneh sih nih orang dari pertama masuk juga.

Gue udah ada tepat di belakangnya sekarang, tapi dia serius amat mainnya. Sampai nggak tahu kalau selama main gue perhatiin karena penasaran. Udah lima menitan gue lihatin jadi bosen juga. Nggak gue tegor kok. Males amat. Akhirnya gue ke counter Amazone buat isi saldo gue. Mending gue release stress, ngeluarin keringet dengan main Danz base. Permainan yang dimana kita harus beneran nari dan ngikutin gerakan di layar. Oh gue cukup jago main ini karena tiap gue main ke game center, ini adalah permainan wajib gue.

Sumpah paling asik tuh main game ini. Lumayan bisa sambil menggerakkan badan - badan gue yang kaku karena seharian duduk menyusun kode - kode bahasa pemrograman. Satu dua lagu dengan nilai A membuat gue membusungkan dada. Hati semakin senang sebab di belakang gue kerumunan orang - orang yang melihat gue menari makin banyak. Entah untuk ngantri mau main juga atau emang mau melihat gue, ya yang penting gue seneng aja dance gue ditontonin. Hahaha.

"Nita!!"

Suara yang teramat gue kenal meneriakkan nama gue. Refleks gue menoleh dengan ngeri. Dan benar saja, itu Ben.

Mampus gue, ternyata gue disusulin sampe ke sini.

Gue buru-buru ambil tas gue yang gue taro deket screen game station tapi gue kalah cepet sama Ben yang tahu - tahu udah megang tangan gue kencang. "Sakit Ben, lepasin!" pekik gue.

"Kamu nggak akan kemana - mana sebelum masalah kita selesai! Kita belum selesai, Nita! Aku nggak mau putus!" bentak Ben.

Kerumunan yang tadinya nontonin gue nari malah makin banyak gara - gara Ben. Kalo ditontonin gini gara-gara berantem sama pacar amit - amit deh gue, macem 'katakan putus' aja, reality show yg bukan reality. Gue ngelihat seenggaknya satu dua orang nengok - nengok, mungkin pikirnya kali - kali aja ada kamera tersembunyi.

Gue malah berharapnya ini mimpi. Sumpah baru kali ini gue dilihatin orang banyak sambil dicelotehin Ben. Yakin muka gue udah kayak kepiting rebus saat ini. Mana genggaman tangannya sakit banget.

"Ben! Norak banget sih kamu! Jangan di depan banyak orang gini dong! Lepasin tangan aku!" bisik gue gemas.

"Nggak! Nanti kamu kabur! Biarin aja orang - orang lihat! Mereka nggak kenal kita juga! Biar kamu tahu, aku tuh serius sama kamu!"

Lalu gue melihat Adrian berjalan santai di luar kerumunan. Dia menoleh kesini dan gue yakin kita bertatap-tatapan. Gue menatapnya memohon pertolongan tapi Adrian melengos nggak peduli, kemudian hilang dari penglihatan gue.

Asem!!! 

Keringat dingin gue mulai mengucur saat beberapa orang mulai mengangkat smartphonenya untuk merekam kejadian ini. 

"Bapak Ben Yang Terhormat, saya mohon kita selesaikan ini di tempat lain karena lihat tuh! Nggak malu apa lo direkam gitu?!" rasa kesal gue udah memuncak dan udah nggak mempedulikan kesopanan lagi sama dia.

Ben mulai tersadar dan segera menarik gue kasar, ke arah parkiran mall, tapi kali ini di spot yang sepi. Kami bertengkar hebat di sana. Dan nggak ada yang mau mengalah. Pertengkaran kami bahkan sampai disertai kekerasan. Gue menampar dia karena dia ngomong keterlaluan, merendahkan gue karena egonya tidak terima gue nodai. Namun tak disangka dia balik menampar gue sampai bibir dalam gue berbenturan dengan gigi. Mengeluarkan rasa anyir yang segera gue kecap. Gue meringis perih sambil menahan tangis. Nggak. Gue nggak mau nangis di depannya. Harga diri gue terlalu tinggi untuk menyerah kalah padanya.

Ben mungkin merasa bersalah atau entah apa karena sesaat setelah dia menampar gue balik, dia minta maaf kemudian langsung pergi gitu aja. Ninggalin gue sendiri dengan rasa sakit. Bukan sakit di bibir gue aja. Meski gue yang memutuskan hubungan ini. Gue juga masih punya hati, perasaan dan harga diri. 

Gue juga sedikit banyak menyesali akhirnya hubungan ini. Gue kecewa kenapa dia nggak bersikap dewasa dan bijaksana seperti topengnya yang dia pasang di kantor. Kalaupun memang dia pake topeng di kantor, gue bahkan nggak berkeberatan kalau dia pakai topengnya itu di depan gue. Seenggaknya gue nggak harus pusing sama kelakuan dia dan muak sama hubungan ini.

Tapi setelah gue pikir lagi, gue meralat perkataan gue barusan. Gue bersyukur dia nunjukin muka aslinya ketika bersama gue sehingga gue tahu dengan orang seperti apa gue menjalin hubungan. Air mata gue udah nggak bisa gue bendung. Gue pun berjalan ke arah pintu keluar dengan mengusap air mata dan darah yang sedikit keluar di ujung bibir gue.

Di pinggir jalan depan Artha Gading gue mengeluarkan handphone gue untuk membuka aplikasi ojek online namun kegiatan gue terhenti karena ada orang yang memanggil nama gue.

Adrian. Menepi tepat di hadapan gue dengan motornya.

"Rumah lo di mana?" 

Gue males ngomong atau apapun saat ini. Dia pun juga nyuekin gue, nggak nolongin gue waktu di Amazone tadi. Ngapain dia di sini? Nanyain rumah gue segala. Mau nganterin? Gue juga bisa pulang sendiri.

Setelah tak kunjung dapat balasan dari gue, dia berbicara lagi, "nggak mau dianterin ya?" seolah membaca pikiran gue. "Oh yaudah."

Kemudian dia menggas motornya dan pergi ninggalin gue sendiri.

Gue mengumpat.

--------------------------------------------------------------------------

HAII

Aku nyoba nulis straight nih. Buat yang nggak tahu ace atau aseksual itu apa, googling aja yah hehehe. 

Aku personally menganggap dan menerima semua seksualitas seseorang. Cuma yah enggak dengan Vernita. Jadi no offence sama setiap ace yang baca cerita ini ya. Dan Adrian ini juga sulit banget orangnya, rumit. Jadi maklumi dan nikmati aja ya ceritanya. Hehehe.

Jangan lupa vote dan komennya yaa. Aku mau kayak kak kincirmainan ah, nargetin vote komen wkwk. Aku nulis lanjutannya klo udah 50 votes deh. Lust and Regret juga aku tulis klo udah 100 votes.

See you in the next chapter!!

















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top