16

Samuel rupanya benar-benar serius dalam ucapannya. Setiap bertemu Winter, dia akan memberikan pick-up lines yang sangat cheesy. Winter sendiri lama-lama muak. Bayangkan, setiap bel istirahat selalu ada sosok Samuel di ambang pintu kelas sedang tersenyum tengil sambil melambaikan tangan. Jaehyuk yang juga melihatnya pun ikut muak.

Tiap malam, Samuel akan mengirimkan pesan pada Winter. Hanya satu pesan saja. Setelah Winter memberi balasan, dia berhenti mengirim pesan dan akan mengirim pesan lagi keesokan malamnya. Jadi, percakapan antara Samuel dan Winter di room chat nggak bisa terus menyambung.

"Si kurang ajar berulah apalagi sama lu? Nanti istirahat pertama mau gua samper ke kelasnya. Mau gua bilangin biar kaga gangguin lu lagi," sahut Jaehyuk sambil membantu Winter melepaskan helm.

Wajah Winter jadi semakin muram setelah mendengarnya. "Nggak usah diladenin, biarin aja. Daripada nanti lo kena masalah. Orang kayak gitu bakal berhenti kalo didiemin."

Jaehyuk menggeleng tak setuju. "Pemikiran lu sama dia beda. Dia mikirnya semakin lu diemin dia, semakin gencer dia buat ganggu lu. Mendingan lu ngomong ke dia aja atau gua dah sini yang wakilin ngomong."

"Gak tau, ah! Kok orang-orang zaman sekarang pada bisa mikir sesuatu yang unexpected, sih? Lagian kenapa itu bocah ngebet banget mau deketin gue?" sungut Winter seraya berjalan beriringan dengan Jaehyuk.

"Iye juga. Emangnya gua kurang deket sama lu apa? Sampe dia masih berani deketin lu. Perasaan udah tiap hari nempel mulu kayak anggrek dan inangnya," gumam Jaehyuk.

"Bosen juga lama-lama liat mukanya. Tiap jam istirahat selalu liat dia di depan kelas. Gue nggak suka," sungut Winter memasang ekspresi memelas.

"Lu mau dia berhenti deketin lu? Ya, tinggal tolak lah, Win. Atau lu bilang aja ke Samuel kalo lu udah jadian sama orang. Kalau dia tanya sama siapa, jawab aja sama gua."

"Wow, impressive. Makasih, loh, atas saran yang tidak bergunanya," kata Winter dengan muka datarnya.

Panjang umur. Ketika Winter dan Jaehyuk baru saja hendak memasuki kelas, di ambang pintu sudah ada Samuel. Membawa setangkai bunga yang ia ambil dari taman belakang sekolah. Ada juga dua antek-antek Samuel yang membawa banyak makanan ringan di belakang.

"Perlu bantuan gua kaga?" tanya Jaehyuk seraya melirik pada Winter. Akan tetapi, gadis itu menggeleng.

"Nggak usah. Samuel doang, gue bisa ngatasinnya. Dia mah cuma bocah ingusan baru masuk SMA."

Jaehyuk bergumam pelan sambil tersenyum tipis. "Kaga ngaca. Situ juga masih bocah."

Jaehyuk mengelus pelan rambut Winter seraya berkata, "Semangat ngadepin Samuelnya."
Kemudian Jaehyuk memasuki kelas, sementara Winter menyeret Samuel ke samping kelas agar tidak menghadang orang yang mau masuk kelas lewat pintu. Samuel hanya menurut saja.

"Dek, lo ngapain sih ke kelas gue pagi-pagi begini?"

"Berjuang. Buat dapetin Kak Winter. Gimana? Udah meleleh belum, Kak?" Samuel menjawab dengan santai.

"Apaan berjuang? Berasa kayak pahlawan nasional aja. Berhenti kayak gini, please. Jujur aja, gue nggak nyaman sama lo akhir-akhir ini. Bosen tau, tiap jam istirahat pasti ada lo di depan kelas." Winter mulai bersuara.

"Maka dari itu, Kak Winter harus terbiasa dengan kehadiran aku. Karena untuk beberapa hari, bahkan minggu dan bulan ke depan, aku bakal bener-bener berjuang buat dapetin Kak Winter. By the way, Kak Winter tiap hari deket mulu sama Kak Jaehyuk, kok gak bosen juga?"

"Ih, Jaehyuk beda! Kalau Jaehyuk, gue nggak bakal bisa bosen karena gue kenal Jaehyuk udah lama. Tapi, gue baru kenal sama lo. Sikap kayak gini tuh bener-bener nggak nyaman buat gue yang notabenenya belum lama kenal sama lo," kata Winter mencoba tegas.

Samuel tertawa pelan. "Beda gimana maksudnya, Kak? Beda karena Kak Winter sebenernya suka sama Kak Jaehyuk dan gak suka sama aku?"

"Apa sih? Jangan muter-muter ngomongnya!"

Samuel membalas, "Aku udah jelas loh, ngomongnya. Kak Winter aja ngasih kesempatan buat Kak Jaehyuk, kenapa buat aku enggak? Kecuali kalau Kak Winter emang beneran udah yakin sama Kak Jaehyuk dan gak mau aku jadi penengah di antara kalian."

"Kesempatan apa sih? Gue nggak ngerti," kata Winter.

"Sebenernya aku bisa berhenti sekarang juga. Aku udah liat jelas juga gimana perasaannya Kak Winter. Aku minta kesempatan aja ditolak. Oh iya, kalau cowok yang ada di dalem hati kakak ternyata cuma bisa bikin kakak sakit hati, Kak Winter boleh dateng ke aku. Aku masih nungguin kok," ujar Samuel.

Winter menoleh ke arah jendela kelas, tepatnya memandang seorang pemuda yang sedang memainkan ponselnya. Semua kalimat yang dilontarkan Samuel seakan menampar kenyataan di dunia percintaan Winter. Ah, bisakah Winter menyebutnya dengan dunia percintaan?. Sementara Winter sendiri tak yakin kalau Jaehyuk juga merasakan getaran yang sama.

"Semoga bahagia selalu, Kak." Samuel lantas pergi bersama kedua antek-anteknya.

Winter masih setia menatap ke arah Jaehyuk. Pemuda itu terlihat seperti pemeran utama di sebuah film. Tapi, versi realistisnya. Pemuda itu memang tampan, perhatian, dan menjadi idola di sekolah. Namun, tidak sesempurna pemeran utama di film romansa yang biasa dia tonton. Jaehyuk adalah Jaehyuk versi dirinya sendiri.

Pemuda dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Pemuda yang tidak terlalu pintar di pelajaran Matematika, tapi menonjol di pelajaran Kimia. Dan satu-satunya orang yang bisa menenangkan Winter kala suasana hatinya sedang kacau. Entah mantra apa yang digunakan Jaehyuk untuk membuat Winter kembali ceria seperti biasanya.

Beberapa pertanyaan tiba-tiba muncul di benak Winter. Bagaimana jika selama ini hanya Winter yang membutuhkan Jaehyuk? Bagaimana kalau selama ini Jaehyuk menganggap Winter itu merepotkan?

Bersamaan dengan munculnya pikiran-pikiran gelap itu, Winter memasuki ruang kelas dengan mata yang berkaca-kaca. Jaehyuk yang menatap Winter dari tempat duduknya sontak berdiri dan menghampiri gadis itu. Dari dekat, Winter dapat melihat bagaimana rasa khawatir terlihat di raut wajah Jaehyuk saat memandanginya.

"Winter? Win, kenapa nangis? Hey," ujar Jaehyuk berdiri di hadapan Winter seraya memegang kedua lengan atas Winter. Mencoba menggoyangkannya perlahan agar Winter berhenti menatapnya dengan tatapan kosong.

"Diapain sama Samuel? Sini bilang. Gua samperin ke kelasnya sekarang juga. Habis itu anak," kata Jaehyuk sudah berancang-ancang ingin keluar dari kelas, tapi ditahan oleh Winter.

Semua anak kelas melihatnya, adegan dimana Winter terlihat berkaca-kaca seperti hendak menangis setelah berbincang dengan Samuel di depan kelas. Mereka juga ingin mendekat untuk mencoba menenangkan Winter, tapi pergerakan cepat Jaehyuk dalam menangani masalah Winter membuat mereka mundur teratur.

"Samuel nggak ngapa-ngapain," cicit gadis itu sambil mengusap air mata yang hendak mengalir.

"Terus? Kok nangis?"

"Nggak papa. Lagi keinget sesuatu yang sedih aja," kilah Winter.

Jaehyuk menatap Winter penuh selidik. Winter sudah was-was kalau Jaehyuk tak mempercayai alasannya. Lagipula ini sama seperti bunuh diri, mencoba meyakinkan orang yang sangat mengenal Winter dengan kebohongan. Seratus persen Jaehyuk tidak akan percaya. Winter tahu.

"Oke deh. Mau gua beliin apa? Mumpung bel masuk belum bunyi." Jaehyuk menawarkan tiba-tiba.

"Susu karamel sama biskuat, biar kuat kayak singa sama sapi," balas Winter akhirnya.

"Siap. Ditunggu ya, Tuan Putri."

Setelah kepergian Jaehyuk, Winter menghembuskan napas lega. Pemuda itu tidak lagi bertanya-tanya lebih jauh. Pikiran-pikiran gelap yang tadi menghantui otak Winter aman dan tak akan terekspos di depan Jaehyuk.

°°°

dapet salam dari jaewint 🦁❄

btw, aku mau nanya dongg
ada nggak tokoh di cerita ini yg bikin kalian pengen ada ceritanya sendiri? misalnya kayak hyunsuk-somi atau ryujin-asahi gituuu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top