AB | 08
Selamat Membaca!
"Kita harus segera memperkenalkan Ara pada dunia luar." Kalimat pertama yang Adam katakan setelah mereka berkumpul di ruang keluarga.
Semua berkumpul tanpa terkecuali untuk membahas beberapa hal, terutama pesta penyambutan yang akan berbarengan dengan ulang tahun anak tertua, Xander.
"Aku setuju saja. Lebih cepat Ara dikenakan, itu lebih baik," sahut Angelina menyetujui pendapat suaminya.
"Dad, kenapa ulang tahunku harus dirayakan? Aku sudah dewasa. Tidak bisakah ulang tahun itu ditiadakan saja?"
Adam cepat menggeleng sebagai jawabannya. "Tidak bisa. Ulang tahunmu itu bersamaan dengan pesta perusahaan. Jadi, kita akan merayakannya dengan mewah."
"Di sana juga banyak kolega bisnis yang membawa putri mereka. Xander, kamu bisa kenalan dengan salah satunya," sahut Diana dengan antusias.
Xander malah mendengus. Dalam hati merutuki niatan para orang tua yang ingin menjodohkannya dengan salah satu putri rekan bisnis mereka. Padahal dia tidak tertarik sama sekali.
Jangan beranggapan Xander tidak normal. Dia jauh lebih normal dari yang orang kira. Hanya saja, dia tidak berkeinginan memiliki kekasih dalam jangka waktu dekat, apalagi seorang isteri. Dia sadar belum memiliki kesiapan dalam hal itu. Xander masih memiliki dunia sendiri dan jelas tidak ada komitmen di dalamnya.
"Memangnya Kak Xander umur berapa?" tanya Ara yang sejak tadi diam. Dia tidak pernah jauh dari Zander dan Aron yang selalu membuntutinya ke mana pun. Dan Ara suka perhatian tersebut. Meski David selalu tersisih dan tidak memiliki tempat di sebelah Ara, hingga harus duduk di sofa lainnya.
"28 tahun, Sayang."
"Eh, udah tua, ya?" celetuk Ara polos. Tak lupa dengan mata yang mengerjap beberapa kali. Reaksi tersebut jelas mengundang tawa tertahan dari yang lain.
Xander melotot. Dia menatap Ara dengan tatapan tajamnya. Tak terima dikatakan tua.
Ara tak menyadari tatapan itu. Dia malah melirik Zander dan Aron bergantian. Dia menatap kedua kakaknya dengan kening berkerut samar. Seperti tengah memikirkan sesuatu.
"Kalo Kak Xander 28, Kak Aron dan lainnya berapa?"
"Aron 27, David 24, dan Zander masih 22," jelas Adam.
Ara hanya mengangguk pelan. Dia tidak berkomentar lebih tentang umur mereka. Melihat bagaimana Xander yang setia menatapnya tajam.
Padahal dia hanya mengatakan sebenarnya. Di Indonesia umur 28 tahun bagi lelaki sudah matang untuk menikah. Namun sepertinya Xander terlalu mengikuti budaya barat, di mana semakin tua semakin matang.
Jangankan menikah, kekasih saja Xander sepertinya tidak punya. Tanpa sadar, Ara sejak tadi menatap Xander dengan lekat. Ara memperhatikan bagaimana tampang kakak tertuanya. Mencari cela yang menjadi kekurangan lelaki itu hingga belum mendapatkan kekasih.
Namun semakin dia mengamati, malah Ara semakin jatuh dalam pesona Xander. Tidak ada kekurangan yang didapatkan. Semua terlalu sempurna dalam tangkapan matanya. Ara baru menghentikan tatapannya saat mendapatkan Xander yang memberikan pelototan kesal padanya.
Ara segera berpaling. Dia menatap Zander yang juga menatapnya penuh tanya.
"Kenapa?" tanya Zander pelan, agar tak terdengar yang lain.
Ara menatap Zander dengan polos, "Ara cuma nyari kekurangan Kak Xander yang menyebabkan dia jomblo sampai sekarang."
Mendengarnya, Zander tak kuasa menahan tawa. Sedangkan Aron yang mencuri dengar hanya tersenyum tipis mendengar kalimat polos sang adik.
"Zander, ada apa?"
"Oh, tidak apa-apa, Mom. Aku hanya mendengarkan pendapat Ara tentang Kakak kami, Xander."
"Memangnya kenapa dengan Xander, Ara?" Angelina berganti menatap Ara yang diam menunduk. Dia ikut tertarik dengan penilaian putri kecilnya itu.
Ara mati-matian menahan rasa malu. Dia melirik Zander dengan tatapan protes karena membongkar rahasia kecilnya.
"Ayolah, Ara. Kamu katakan saja apa yang kamu dapatkan sejak mengamati Kakak kita," desak Zander dengan usil. Jarinya sengaja memberikan gerakan menusuk lengan sang adik. Memberi kode agar Ara segera membuka mulut.
David pun tak ingin tinggal diam. Dia menghampiri Ara dan memaksa duduk berempat di sana. Jelas Aron tidak membiarkan.
Aron bahkan mendorong adiknya dengan sadis. "Sempit. Kasian Ara."
"Ayolah, Kak. Aku hanya ingin duduk dengan Ara. Apa salahnya?" David memasang wajah melasnya dengan tubuh yang berusaha menggeser posisi Aron agar memberinya tempat.
Beruntung Aron mau mengalah setelah mendapatkan tatapan dari Diana.
"Jadi, Ara?" tanya Adam memandang putrinya.
"Hmm, Kak Xander tampan dan sukses," Ara menjawab malu-malu, sedangkan Xander tersenyum miring mendengarnya. "Tapi, masih sendiri. Padahal seusianya sudah banyak yang menikah. Dan mungkin sudah punya anak," lanjut Ara yang kali ini mendapatkan tatapan tajam dari Xander, dua kali lipat lebih tajam dari biasanya.
Ara menunduk takut. Sementara yang lain tertawa renyah mendengarnya.
'Shit, setelah umur, sekarang malah status. Dia benar-benar mempermalukanku,' batin Xander kesal.
"Sudah ... Sudah! Kita kembali pada pembahasan persiapan pesta nanti," sela Adam yang kembali memasang wajah seriusnya. Meski jejak senyum geli belum luntur di bibirnya.
Xander kembali serius. Dia angkat bicara. "Aku tetap menolak merayakan ulang tahun. Aku tidak ingin mempermalukan diri dengan meniup lilin dan memotong kue, memalukan."
"Tapi, Sayang. Itu—"
"Tidak, Mom. Pesta nanti hanya untuk merayakan ulang tahun perusahaan," potong Xander tegas, "dan juga pesta penyambutan dia." Xander melirik Ara sebentar.
Tampak beberapa orang yang hanya diam. Apalagi generasi muda keluarga Petrov. Hampir semua orang berpikiran sama. Di usia mereka, pesta ulang tahun hanya hal memalukan dan bisa menjatuhkan wibawa. Puncak ulang tahun hanya pada saat sweet seventeen. Setelah itu, tidak ada lagi. Mungkin sesekali mereka akan merayakannya di sebuah klub ternama dengan minum sampai mabuk. Ala-ala pesta dewasa kebanyakan. Minuman dan wanita.
Tampak Adam dan Lucas yang saling lirik seperti tengah berdiskusi lewat tatapan masing-masing. Adam menarik napas panjang. Sepertinya dia akan mengalah sekarang.
"Baiklah. Pesta ulang tahun perusahaan dan penyambutan Ara dalam keluarga ini," putusnya telak.
Ara yang mendengarnya, langsung mendongak dan menatap Adam dengan tatapan aneh. "Hmm, Dad. Apakah perlu seperti itu?"
"Maksudnya, Sayang?"
Ara ragu-ragu mengatakannya. Dia memilin bajunya hingga kusut. "Hmm, Ara rasa itu berlebihan. Merayakan pesta penyambutan, maksudnya."
Angelina menggeleng tegas. "Tidak ada yang berlebihan. Semua orang harus tahu bahwa kamu termasuk keluarga kami. Jadi, itu penting diadakan pesta."
"Hmm. Tapi—"
"Yang Mom-mu katakan benar, Ara. Itu sangat penting. Juga mempertegas posisimu di mata publik," timpal Diana, mendukung Angelina yang memberikan tatapan puasnya.
Ara mengalah. Dia mendesah pasrah mendengar keputusan orang-orang tersebut.
Sisa pembicaraan mereka malam ini seputar persiapan untuk Minggu depan. Waktu yang sangat singkat dengan acara mewah nantinya. Ara yang tidak pernah berada di posisi itu, hanya menjadi pendengar yang baik. Dia tidak bersuara sedikitpun karena tidak paham dengan hal-hal menyangkut pesta.
"Nanti Ara dan kami akan berbelanja gaun paling bagus. Ara kami harus tampil cantik."
"Tapi, Mom. Waktu itu kan udah beli gaun," sahut Ara memandang Angelina dengan tatapan bingung.
Angelina memasang wajah pura-pura berpikirnya. "Benarkah? Mom tidak ingat. Tapi biar saja kita beli lagi yang baru. Di pesta itu kamu adalah ratunya, Sayang."
Ara diam dan mengangguk saja. Sepertinya selama di sini dia hanya menjadi gadis penurut.
"Cih, gadis buruk rupa tidak akan bisa menjadi angsa yang cantik jelita," ejek Xander dengan sinis.
Kompak semua orang menegur Xander dengan nada tingginya. "Xander! Jaga bicaramu!"
Xander tersenyum remeh. Dia menatap Ara hingga membuat nyali gadis itu ciut seketika. Setelah puas mengintimidasi, Xander pergi dari sana dengan langkah santainya. Melupakan wajah orang-orang yang masih menatapnya penuh peringatan.
Xander tidak peduli. Dia hanya suka mengejek Ara yang selalu memperlihatkan wajah takutnya. Itu menjadi kesenangan sendiri bagi seorang Xander.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top