AB | 04
Selamat Membaca!
Di sebuah ruangan yang berada di lantai atas, para generasi muda Petrov berkumpul menempati sofa yang saling berhadapan. Mereka saling tatap dengan pemikiran masing-masing. Waktu sudah larut, tapi keempatnya belum ada tanda-tanda akan berangkat tidur. Setidaknya sejak selesai makan malam, mereka memutuskan berunding di ruangan ini.
Dari keempatnya, wajah Xander lah yang tampak kaku dan tegang. Tangannya bahkan mengepal erat sampai urat-uratnya tampak.
"Jadi, ada yang bisa memulai cerita?"
"Dia hanya anak haram dari wanita jalang Asia," sahut Xander dengan rahang yang mengeras. Dia tidak sudi menyebut nama perempuan yang menjadi adiknya itu.
"Kak!" tegur Zander, tak terima. "Dia adik kita. Kita masih punya ikatan darah dengan Ara."
Xander membalasnya dengan dengusan kasar. Dia memberikan gelengan tegas, tanda penolakan. "Aku tidak pernah memiliki adik perempuan. Keluarga Petrov hanya memiliki generasi lelaki."
Dua saudara tersebut terus berdebat. Bisa dilihat Zander yang sudah menerima Ara sebagai adiknya. Apalagi melihat betapa menggemaskannya Ara, membuatnya tak bisa menolak sang adik. Mau dari mana pun asalnya. Ara tetap adiknya, itu yang diyakini Zander.
Sedangkan Xander belum bisa menerima. Dia masih ingat sekali bagaimana kehadiran wanita yang hampir merusak keluarganya. Apalagi melihat anak yang dikandung wanita itu bisa hidup dan besar seperti sekarang. Ada ketakutan dalam dirinya. Takut keluarganya akan kembali pecah seperti dulu. Itu adalah mimpi buruk yang tidak ingin Xander rasakan lagi.
"Kalo aku setuju saja dengan kedatangan Ara. Dia tampak polos dan lugu," ujar Aron yang membuat ketiga lelaki di sana memandangnya.
Aron Wilson Petrov adalah anak sulung dari Diana dan Lucas. Memiliki seorang adik lelaki yang tak jauh beda dengannya, David Wilson Petrov. Mereka berdua sama-sama memiliki tanggung jawab menangani perusahaan besar keluarga Petrov bersama Xander. Sedangkan Zander disibukkan dengan kuliahnya yang masih pertengahan semester.
Aron hampir mirip dengan Xander. Mereka memiliki sifat yang sama-sama keras dan datar. Hanya saja, di beberapa kesempatan Aron akan lebih toleran dan lembut. Beda dengan Xander yang sulit mengungkapkan perasaan sayangnya. Xander lebih banyak diam, hingga orang-orang akan kesulitan memahami perasaannya.
"Kenapa kamu bisa menerima perempuan itu?" tanya David penasaran, pasalnya ini bukan sikap seorang Aron yang mudah menerima orang asing. Meski sebenarnya Ara juga termasuk keluarga mereka.
Aron menggeleng pelan. "Entah. Aku merasa dia bisa menarik perasaan simpatiku. Sekali melihatnya, dia bisa membuat sekitarnya jatuh cinta. Bukan begitu?"
Zander dan David mengangguk. David lah yang melihat Ara pertama kali. Hanya saja saat itu dia tidak bisa bicara apa-apa karena terlalu terkejut dengan kehadiran seorang perempuan dan bagaimana Adam merangkulnya lembut. Namun meski begitu, rasa sayang melihat betapa polosnya tatapan Ara sudah muncul saat itu juga.
Hanya Xander yang menolak mengakui perasaan itu. Dia dengan tegas menggeleng dan menegaskan penolakannya pada perempuan itu. Mengingkari hal yang dirasakan saudaranya yang lain.
"Aku akan buat dia tidak nyaman di sini. Dia harus pergi dari keluarga kita," putus Xander tegas.
"Xander!" seru Aron dengan nada tinggi. Hanya Aron yang bisa mengimbangi sifat Xander. Bahkan tak segan-segan bertengkar bila berselisih paham.
"Jangan gegabah! Jika kamu mengusirnya, ingat bagaimana perasaan Momny dan semuanya. Mereka sangat menyayangi Ara, dan mau tak mau kamu harus menerimanya," lanjutnya.
Xander semakin mengepalkan tangannya, merasa emosinya semakin memuncak dengan keadaan yang menimpanya sekarang.
Kali ini Zander angkat bicara. Dia yang duduk di dekat sang kakak menatap Xander dengan tatapan tegasnya. "Jika Kakak berusaha mengusirnya, ada aku yang akan selalu mempertahankannya."
"Kalian bodoh!" sentaknya keras. Setelahnya Xander beranjak dan pergi dari sana dengan keadaan marah. Percuma berbicara pada ketiga orang di sana. Mereka semua tidak ada yang sepemikiran dengannya.
"Jadi, bagaimana?" tanya David setelah kepergian Xander dari ruangan tersebut.
"Aku akan menjaganya dari Kak Xander," ujar Zander tegas. Tatapannya menunjukkan tekad besar yang menjadi ciri khas keluarga Petrov. "Dia adikku. Dan aku akan selalu menerimanya."
"Begitupun denganku. Meski hanya sepupu, rasanya memiliki adik perempuan sangat menyenangkan," sahut David dengan antusias. Ada senyum kecil yang muncul di sudut bibirnya. Senyum pertama setelah ketegangan yang terjadi seharian ini.
Aron hanya diam. Dia cukup mendengarkan kedua adiknya berbicara dengan antusias. Memang kelurga Petrov sangat jarang memiliki keturunan seorang perempuan. Kehadiran Ara akan menjadi warna sendiri bagi keluarga besarnya. Hanya tinggal mencari cara bagaimana agar Xander luluh.
-oOo-
Tengah malam, Ara terbangun dari tidurnya. Tenggorokannya serasa kering dan butuh air untuk menyembuhkan hausnya. Sedangkan gelas di atas nakasnya sudah kosong.
Melihat jam yang bergantung di dinding, waktu yang terlalu larut dan pastinya semua penghuni sudah terlelap dalam mimpi. Ara memutuskan turun dan keluar dari kamar. Dia melangkah pelan menuju dapur untuk mencari air putih. Beruntungnya dia sempat menanyakan tempat dapur pada beberapa maid setelah makan malam tadi.
Setibanya di dapur, lampu yang terang membuatnya mudah menemukan lemari pendingin dan membukanya. Mencari botol air di antara minuman berkaleng.
Ara menuangkan air ke dalam gelas, dan meneguknya perlahan hingga tandas. Dia tidak langsung beranjak dari sana. Memperhatikan sekeliling dan menghembuskan napas berat.
Luas dapur ini hampir sama dengan luas rumahnya di Indonesia. Dia jadi bertanya-tanya kira-kira berapa hektar luas mansion ini. Melihat setiap ruangan memiliki luas yang sangat fantastis.
Mengingat Indonesia, Ara sampai lupa tidak memberi kabar pada ibunya di sana. Mungkin di sana ibunya masih menikmati acara honeymoon dengan suami barunya. Meski tidak terlalu akrab, Ara selalu berdoa semoga mereka bahagia dan ini menjadi pernikahan terakhir ibunya.
"Hey! Sedang apa?"
Ara terlonjak kaget. Lamunannya buyar seketika saat mendengar teguran tersebut. Beruntung dia masih bisa menahan gelasnya agar tidak jatuh ke lantai dan pecah. Dia meringis membayangkan memecahkan gelas mahal di rumah ini. Ara menoleh ke samping dan menemukan seseorang tengah bersandar di tengah pintu dapur.
Ara menelengkan kepalanya, melihat penampilan lelaki di depannya, sembari mengingat siapa namanya. Dia benar-benar lemah dalam mengingat.
"Aku Aron Wilson Petrov, anak Mami Diana dan Papi Lukas," ujar Aron yang sepertinya tahu kebingungan Ara.
Ara menunduk malu. Merutuk dirinya sendiri yang melupakan nama lelaki di depannya. Padahal tadi Diana sempat menyebutkan nama masing-masing putranya.
"Maaf," cicit Ara, takut.
Aron terkekeh lucu. Dia melangkah pelan dam mendekati keberadaan Ara. Dia memilih duduk di kursi yang berhadapan dengan Ara. Menikmati wajah sang adik yang sedang malu.
"Jangan menunduk. Keluarga Petrov harus mendongak dengan percaya diri," ujarnya dengan tegas.
Ragu-ragu Ara mendongak hingga tatapan mereka bertemu. Hanya beberapa detik, sebelum Ara melarikan tatapannya ke samping. Masih merasa kurang nyaman berada di dekat keluarga barunya.
"Aurora. Itukan namamu?"
Ara mengangguk sebagai jawabannya.
"Nama yang cantik, seperti orangnya. Aku kini yakin baik Aurora di langit dan di depanku memiliki kecantikan yang sama."
Ara tersipu malu. Pipinya memerah merona mendengar pujian dari Aron. "Kata Ibu, Daddy Adam suka dengan Aurora."
Aron mengangguk paham. "Iya. Daddy memang menyukai Aurora. Bahkan Daddy sampai berkeliling dunia hanya untuk mencari Aurora yang cantik."
Ara hanya mendengarkan. Melirik sedikit pada wajah lelaki di depannya. Memang wajahnya sama keras seperti Xander. Hanya saja jika ditilik lebih cermat, Aron memiliki manik mata lembut yang mampu membuat perasaannya nyaman.
Meski gen tampan sepertinya sangat mendarah daging pada keluarga besar ini. Melihat semua lelaki dalam keluarga ini memiliki ketampanan yang tidak perlu diragukan lagi. Bahkan Ara saja diam-diam terpesona melihatnya.
Terlalu larut dalam pikirannya, Ara buru-buru menggelengkan kepala pelan. Merasa terlalu jauh merasakan kenyamanan ini. Dia harus ingat posisinya di sini yang belum sepenuhnya diterima. Melirik Aron yang kini tengah meneguk minumannya, Ara sedikit merasa sedih. Dia benar-benar merasa menjadi orang asing di antara mereka. Apalagi mengingat kelakuan kakak tertuanya, Xander.
"Kita keluarga. Kamu hanya perlu waktu untuk membiasakan diri. Begitupun dengan Xander. Meski kaku, dia lumayan hangat sebenarnya. Sama seperti yang lain, dia juga butuh waktu untuk menerima kehadiranmu. Percayalah, semua ada saatnya," ujar Aron yang sepertinya bisa memahami kegelisahan Ara.
Dia memberikan tatapan tegas, tak lupa senyum tipis untuk meyakinkan perempuan itu. Dan beruntung Ara memberikan anggukkan kecil sebagai jawabannya.
Aron menghela napas panjang. Setidaknya saat ini cukup Ara yang sudah mau merespon ucapannya.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top