AB | 02
Selamat Membaca
Terbangun setelah beberapa jam terlelap mampu membuat keadaan badannya kembali segar. Ara masih terduduk di ranjang dengan santai sampai suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Dia menoleh dan mendapati seseorang wanita paruh baya mengintip lewat sela-sela pintu. Wanita itu langsung tersenyum cerah setelah menemukannya yang terduduk di atas ranjang.
"Aurora?" tanyanya, tak yakin.
Ara mengangguk kaku. Dia mengamati wanita itu yang tersenyum lega dan melangkahkan kakinya menghampiri ranjang.
"Kamu udah bangun?"
"Su—dah."
Wanita itu tersenyum. Dia mengulurkan sebelah tangannya dan meraih tangan kanan Ara lembut. Wajahnya yang mungkin memasuki usia 40an, belum menampakkan keriput sama sekali. Masih tampak cantik dan anggun secara bersamaan. Ciri khas bangsawan, pikir Ara.
"Aku Angelina Petrov, isteri Daddy-mu," jelasnya memperkenalkan diri tanpa diminta.
Ara mengangguk paham. Dia sekarang tahu nama wanita di depannya ini. Sebelumnya Ara hanya sebatas tahu nama saja lewat cerita ibunya tentang isteri sah ayahnya di sini. Sekarang setelah bertemu langsung, Ara sedikit gugup. Takut wanita itu tak menyukai keberadaannya.
"Kamu kenapa?" tanya Angelina yang bisa membaca kegugupan Ara.
Ara menggeleng. Raut cemas jelas terbaca dan membuat wanita itu lagi-lagi tersenyum maklum.
"Kamu nggak usah sungkan. Mulai sekarang, kamu bisa panggil Mommy, ya? Kamu juga anak Mom."
"Bolehkah?" tanya Ara, sambil mengerjap lucu.
Angelina tersenyum hangat. Dia meraih Ara ke dalam pelukannya yang erat. "Oh, Tuhan. Kamu tidak tahu betapa senangnya Mommy saat Daddy-mu memberi kabar tentang kepindahanmu. Rasanya sangat menggembirakan."
"Apa Ara tidak menganggu keluarga ini, Mom?" tanya Ara di sela pelukannya. Akhirnya dia berhasil menyuarakan pertanyaannya. Sesuatu yang sejak awal menghantui. Dia takut dianggap benalu dalam keluarga harmonis ini.
Angelina merenggangkan pelukannya guna memberikan tatapan protes pada Ara. "Kenapa kamu bilang seperti itu, Sayang? Kita ini keluarga. Jadi, kamu harus terbiasa di sini."
Ara mengangguk. Dia semakin mengeratkan pelukannya dan merasakan betapa nyaman sebuah pelukan. Sesuatu yang jarang dilakukan dengan sang ibu dulu. Ara merasa beruntung dapat diterima dengan baik dalam keluarga ini. Meski bukan darah dagingnya, ternyata Angelina mau menerimanya dengan tangan terbuka.
Lama mereka berpelukan, Angelina melepaskannya terlebih dahulu. Dia menatap ke penjuru kamar sebelum kembali menatap Ara dengan raut penasarannya.
"Kamu suka kamar ini? Mommy bingung harus menata seperti apa lagi. Ini pun dibantu Mamimu."
"Ara suka kok, Mom. Tapi—siapa Mami?" Ara mengernyit, merasa asing dengan sebutan baru lagi. Apakah di sini ada wanita lain lagi? Atau ayahnya memiliki dua istri di sini?
Angelina tersenyum lebar. Dia menarik Ara agar segera turun dari ranjangnya.
"Kamu mandi dulu dan segera turun. Kita kumpul di ruang tengah lantai pertama. Di sana kamu akan kenalan dengan semua orang," jelas Angelina dengan semangat yang menggebu. Wajahnya menunjukkan keantusiasan yang berlebihan.
Ara menurut. Dia segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah beberapa menit selesai dengan aktivitas mandinya, Ara segera beralih ke ruang ganti. Dia membuka lemari besar yang sepertinya menampung banyak bajunya.
"Ini pasti kerjaan Mommy," gumamnya pelan. Menyadari semua pakaian di sana tampak feminim dengan warna soft-nya. Ara memilih beberapa kaos santai dan hotpants yang tidak terlalu pendek. Hanya pakaian ini yang menurutnya nyaman.
Setelah selesai dengan penampilan, Ara segera turun ke bawah. Dia menuju ke ruang tengah yang kebetulan tidak sulit ditemukannya. Dari tempatnya berdiri, Ara bisa melihat beberapa orang di sana. Semua tampak asing kecuali Daddy dan Mommy-nya. Selain itu, Ara belum mengenal yang lain.
"Sini, Sayang!" seru Adam yang melihat putrinya sudah turun.
Ara mengangguk. Perlahan dia menghampiri sang ayah dan duduk di sebelahnya.
Semua orang langsung memperhatikannya dengan seksama. Semua perhatian seakan tertuju padanya hingga membuat Ara sedikit tak nyaman. Ara gelisah di tempatnya. Beruntung deheman Adam menjadi pengalihan perhatian mereka.
"Aku di sini mau mengenalkan putriku, Aurora Putri Adam. Mulai sekarang dia akan tinggal bersama kita." Selesai mengatakan itu, Adam mengamati tatapan semua orang yang masih kaget dan tak berkedip melihat Ara.
Angelina lah yang pertama kali bertepuk tangan beberapa kali dengan raut binar senangnya. Dia meraih Ara ke dalam pelukannya dengan erat.
"Semoga betah, ya, Sayang!"
Ara mengangguk samar. Kemudian badannya tiba-tiba ditarik ke depan dan menubruk sebuah badan yang tak kalah nyaman dan hangat.
"Mami senang sekali ada anak perempuan di sini. Panggil Mami Diana, ya? Aku sekarang Mamimu."
Lagi, Ara hanya mampu mengangguk.
"Diana, jangan terlalu erat meluk Ara. Dia bisa sesak," tegur Adam mengingatkan.
Diana tersenyum kecil. Lantas dia memperkenalkan Ara pada sang suami, Lucas yang menyapanya tak kalah hangat.
"Kamu sudah tahu kan? Kalo kamu punya dua saudara dan dua sepupu?"
Ara menggeleng sebagai jawabannya. Dia mengerjap polos pada Diana yang terkekeh geli.
"Duh, kamu kok gemesin sih."
Pipinya dicubit gemas dan Ara hanya bisa meringis pelan. Tidak melarang, sudah terbiasa pipinya dijadikan objek pelampiasan kegemasan orang-orang. Padahal dia bukan anak kecil lagi yang masih berwajah lucu.
"Nanti kamu kenalan sama mereka. Sekarang mereka masih sibuk kerja. Dan ada yang masih kuliah, seumuran dengan kamu. Eh, atau lebih dewasa sedikitlah."
"Sudah, Diana. Biar nanti Ara kenalan sendiri." Lagi, Adam menginterupsi. Melihat kebingungan Ara dan bagaimana Diana yang sepertinya tidak mau berhenti bicara, dia harus segera menengahi.
Angelina yang sejak tadi duduk anggun, menghampiri mereka. Dia meraih Ara hingga duduk di sebelahnya, diampit Diana.
"Sayang, kapan-kapan kita harus belanja bareng."
"Jangan lupa ke salon. Kita perawatan bersama. Sebenarnya kamu udah cantik sih tanpa perawatan. Tapi, tidak apa-apa. Semakin dirawat, pasti semakin cantik," seru Diana heboh yang diangguki oleh Angelina. Mereka seakan menemukan kesenangan baru dengan kedatangan Ara.
Sementara Adam dan Lucas sebagai suami hanya bisa diam dan menggelengkan kepalanya pelan. Mereka yakin, setelah ini Ara akan menjadi objek obsesi dua wanita tersebut. Mengingat sejak dulu baik Angelina dan Diana sangat menginginkan seorang putri.
-oOo-
Ara yang baru saja berkeliling mansion, memutuskan kembali ke kamarnya. Tadi setelah acara perkenalan singkatnya, orang-orang kembali dengan aktivitasnya semula.
Adam dan Lucas yang berpamitan ada urusan ke kantor. Sedangkan Diana dan Angelina sudah pergi entah ke mana. Mereka akan kembali sebelum jam makan malam, itulah katanya. Dan Ara hanya mampu mengangguk saja.
Jadilah Ara memilih mengitari beberapa bagian mansion yang dapat dijangkaunya. Setidaknya dia yakin tidak akan tersesat dan malah menyusahkan dirinya sendiri.
Hingga beberapa jam setelahnya, saat dia akan masuk ke dalam kamar untuk istirahat, sebuah bunyi dari sebelah kanan kamarnya berhasil menyita perhatian. Ara menghentikan langkah. Dia melirik kamar sampingnya yang masih tertutup rapat, tapi menimbulkan suara dari dalam. Sepertinya ada orang di dalam sana.
Karena didera rasa penasaran, Ara perlahan mendekati kamar tersebut. Dia berdiri tepat di depan pintu dan menimang untuk mengintip atau tidak.
Ara memutuskan hanya menunggu di depan sampai bosan. Hingga saat berkeinginan untuk mengetuk, pintu tersebut ternyata sudah terbuka lebih dahulu. Ara kaget, sampai mundur beberapa langkah secara refleks.
Seorang lelaki dengan tubuh tegap dan tinggi menjulang menatapanya dengan datar. Ara sampai harus mendongak agar bisa mensejajarkan tatapannya. Ara terperangah, merasa terpesona melihat lelaki yang memiliki kesempurnaan layaknya dewa.
"Ha—i?" sapanya ragu.
Namun ekspresi lelaki itu belum berubah. Dia mengamati penampilan Ara dari atas ke bawah, dan kembali lagi ke atas. Seperti itu berulang kali. Sebelum melangkah maju dengan perlahan. Aura yang terpancar membuat Ara ditelan gugup. Dia memilih mundur perlahan, selaras dengan lelaki itu yang terus maju ke arahnya.
Saat akan berbalik dan berlari, Ara malah melakukan kecerobohan dengan menginjak sandal rumahnya sendiri.
Dugh!
Ara jatuh tengkurap dengan dahi yang sudah mencium lantai. Dia meringis, merasakan sakit dan pening di kepalanya.
"Ara?!"
"Sayang?!"
Suara teriakan saling menyusul, menyapa dan masuk ke gendang telinganya. Sedangkan Ara hanya mampu menunduk dengan tengan yang mengelus dahinya. Bukan hanya pening lagi yang dirasakannya, tapi juga lumayan perih. Ara tebak dahinya berdarah. Dia juga merasa malu dengan tingkah konyolnya barusan. Sementara pria di depannya hanya berdiri, tidak ada niatan menolongnya sama sekali.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top