4. AdiTita

Siang ini sepulang sekolah, Tita langsung mengajak Caca untuk pulang bareng. Tapi Caca tanpa basa basi langsung menolak.

Alasannya? Sudah ada yang jemput, jadinya, Tita pun pulang seperti biasa. Sedangkan Caca lebih memilih menunggu di kelas.

Dari dalam, sayup-sayup Caca mendengar suara teriakan Tita yang memanggil nama Adit.

Ah.. cowok itu lagi, Caca mulai merasa simpatik dengan cowok tinggi itu. Hanya saja Tita lebih dulu menyukainya.

Jadi, Caca akan mengalah saja, karena baginya, persahabatan jauh lebih penting di banding tentang cowok.

Caca mengintip melalui jendela, melihat tingkah Tita yang bahagia saat bertemu dengan Adit. Sesaat senyum Caca menyungging lebar. Mana tega Caca mengambil senyum manis Tita?

Akhirnya Caca memilih untuk duduk saja di kursinya, sambil menunggu jemputan datang.

***

"Adit!!" Seruan itu siapa lagi kalau bukan Tita pelakunya.

Cewek bertubuh mungil itu berlari mengejar Adit yang saat ini sedang berjalan beriringan dengan geng Fortem.

Adit mendelik kesal saat Tita menghampirinya dengan senyumnya yang manis, sebenarnya. Tapi, entah kenapa, senyum itu sangat memuakkan bagi Adit.

"Adit mau pulang?" tanya Tita.

"Hm," jawab Adit hanya dengan gumaman. Tenang, Tita sudah biasa dengan ini.

"Tita boleh ikut gak? Tita gak di jemput sama bunda. Tita ikut ya, Dit. Tita mohon..." Mata Tita berbinar, berharap Adit mengizinkan, walau hanya sekedar mengangguk sebagai jawabannya.

"Jangan manja, angkot masih banyak," sungutnya.

Tita mencebikkan bibirnya. "Tita jarang naik angkot, Adit. Ya.. Tita mohon." Tita sampai menarik-narik tangan Adit.

"Ah!!" Tapi Adit dengan teganya malah mengibaskan tangan Tita hingga terlepas. "Kalau gue bilang enggak, ya enggak! Lo budek atau gimana sih?"

Bagaimana dengan kondisi Tita? Pastinya sedih dan kecewa, hanya saja gadis manja itu terlalu pintar menyembunyikan perasaannya.

Sesaat kemudian, Tita tersenyum, walau senyum itu terlihat di paksakan.

"Ya udah lain kali aja," katanya.

Keempat teman Adit menatap Tita dengan iba. Mereka tau Tita sudah lama mengejar Adit. Hanya saja teman mereka itu terlalu lolot.

"Ta, temen Lo mana?" tanya Irga mencairkan suasana.

"Sisi? Udah pulang duluan tadi."

"Bukan Sisi, Caca."

"Oh...."

"Nah, di mana?"

"Di kelas, lagi nunggu jemputan."

Tita kembali menatap Adit. "Ya udah, Tita pulang duluan ya. Dadah semuanya." Tita melambaikan tangannya, tapi matanya tetap menatap Adit yang tak acuh. Setelahnya Tita pergi dari hadapan mereka dengan hati yang kecewa

"Gue rasa, Lo keterlaluan sama Tita, Dit, kasian dia." Denis membuka suara.

"Gue gak mau kasih harapan sama orang." Adit lalu pergi meninggalkan ke empat temannya.

"Gak tega gue sama Tita," kata Irga. Bayu mengangguk.

"Padahal, kurang apa coba tuh anak? Cantik, iya, lucu, iya, imut, iya. Yang kurang cuma otaknya aja bego, masih mau ngejar Adit, padahal kalau dia mau sama gue, gue terima kok."

"Itu mah maunya Lo, nyet" sungut Irga sambil menoyor kepala Bayu.

"Jingan!" umpat Bayu.

"Dilan, Bayu ngomongnya kasar nih!" adu Irga pada Dilan yang saat ini sedang memainkan ponselnya.

"Bodo," jawabnya ketus.

"Ih.. anak bapak Dayat, jutek banget, Irga tuh gak bisa di giniin." Irga bicara dengan gaya sok manjanya, yang malah membuat ketiga temannya bergidik lalu meninggalkannya.

"Tungguin, woy!!" Kemudian Irga berlari mengejar teman-temannya.

***

Adit berjalan melewati koridor sekolah yang sudah sangat sepi.
Cowok itu tidak langsung pulang, melainkan pergi ke rooftop untuk merokok terlebih dahulu.

Di rumah Adit di larang merokok dengan ayahnya, maka dari itu, dia akan ke rooftop terlebih dulu, hanya untuk sekedar mengisap benda yang sangat beresiko itu.

Adit berjalan dengan santai, tidak sengaja matanya menoleh pada isi kelas yang sudah sangat sepi.

Eh.. tidak, ada satu cewek yang duduk sendiri di sana. Adit menyipitkan matanya, guna memperjelas penglihatannya. Dia tau cewek itu siapa.

"Lo belum balik?" Entah dari mana asalnya, rasa kepo Adit tiba-tiba begitu besar saat dilihatnya Caca masih di sini.

Caca menoleh pada Adit. Bisa dia lihat dengan jelas wajah Adit yang tampan, tampan banget malah. Dalam hati Caca berkata, "wajar aja Tita ngejar Adit, cowok ini emang cakep banget."

"Belum," jawab Caca kemudian. "Tadi mau di jemput sama sopir gue, tapi nyatanya bannya kempes, jadi gue di suruh nunggu."

Adit terdiam sejenak. Kemudian...

"Ayok!"

"Hah? Ke mana?"

"Balik, gue anter."

"Eh, gak usah, gue nunggu sopir aja."

"Buruan, udah sore, ini sekolah angker."

Caca langsung bangun dari duduknya.  "Ayok!" serunya. Membuat Adit tersenyum kecil.

****

Tita baru saja selesai dari toko buku, di tangannya sudah ada kantung plastik berisi beberapa novel dan buku pelajaran.

Sehabis pulang sekolah, Tita sengaja mampir dulu ke toko buku, selagi tidak ada yang menjemputnya. Tita ingin mencoba jalan-jalan ke toko itu sendiri.

Hanya saja, Tita lupa angkot yang menuju rumahnya tidak lewat di jalan itu, tadi dia ke toko buku menggunakan taksi. Dan sekarang Tita pun harus menunggu Taksi. Hanya saja setiap Tita ingin menghentikannya, taksi itu sudah terisi.

Akhirnya, Tita memutuskan untuk jalan pelan-pelan. Siapa tau dia menemukan taksi di depan sana.

Tita berjalan dengan ceria yang melekat di wajahnya. Sesekali dia bersenandung kecil. Tapi tidak lama dari itu, langkahnya terhenti saat beberapa orang mencegah jalannya.

Tita mendongak menatap satu-satu wajah kelima cowok di hadapannya. Mereka semua menyeringai dengan tatapan tajam. Tita kan jadi takut.

"Ke-kenapa?" tanya Tita gugup.

"Lo SMA bintang, kan?" Tita mengangguk polos.

"Sekarang Lo ikut gue," kata salah satu cowok itu, dia menarik tangan Tita kasar. Tita langsung berontak.

"Eh, enggak bisa, kata Bunda Tita gak bisa ikut sama orang yang gak di kenal."

"Ah, banyak bacot lo!"

"Tita, nama Lo Tita, kan?" Tita mengangguk.

"Lo harus ikut kita," kata pria bertubuh jangkung.

"Enggak, Tita gak bisa, Tita belum izin sama Bunda."

"Ta, nanti sama Danu di izinin sama Bunda."

"Eng-enggak, Tita gak mau, kalian gak punya nomor Bunda, kan?"

"Woy!"

Kelima cowok itu menoleh termasuk dengan Tita. Mata Tita berbinar bahagia saat melihat Denis dan Bayu di sana.

"Beraninya sama cewek, banci banget Lo!" seru Bayu.

"Lo punya masalah sama geng Fortem, kenapa dia yang jadi korban? Tuh cewek gak tau apa-apa."

Cowok bernama Danu menyeringai. "Karena dia bisa jadi senjata gue," kata Danu, mampu membuat Tita mengerutkan dahinya.

"Tita jadi senjata? Tita mau di ubah jadi samurai? Tita gak mau," katanya polos.

Danu menoleh pada Tita yang masih di genggamnya. "Enggak, Lo mau gue ubah jadi bom."

"Emang bisa?" tanya Tita lagi, membuat Danu menghela nafas kesal.

"Roy, pegangin dia," titah Danu akhirnya pada salah satu temannya.

Roy langsung menariknya. Dan menahan Tita. Denis dan Bayu jadi kesal di buatnya.

"Lo jangan bawa-bawa dia di masalah kita, cewek itu gak tau apa-apa. Jangan kayak banci Lo."

"Kalau gitu, suruh si Adit buat mengaku kalah, dan mau bertekuk lutut di depan gue."

"Najis! Orang busuk kayak Lo gak pantes di hormati," sembur Bayu, yang berhasil membuat emosinya terpancing.

"Anjink!" Danu melangkah mau menghajar Bayu. Tapi kalah telak dengan Denis yang lebih dulu menghajarnya.

Pada akhirnya mereka beradu jotos, menyisakan Tita yang ketakutan.

"Aduh, Tita harus gimana?" katanya bingung.

"Polisi! Polisi! Polisi!" teriaknya. Yang berhasil membuat ketujuh cowok itu berhenti, dan membuat Danu dan keempat temannya pergi dari sana.

"Awas Lo!" Ancam Danu sebelum mereka benar-benar pergi dengan motor mereka

Tita menghela nafas lega, kenapa tidak dari tadi dia teriak begitu.

Denis dan Bayu mendekati Tita. "Lo gak apa-apa?"

Tita mengangguk. "Maaf buat kalian jadi berantem. Yuk, gue obati dulu."

"Gak usah, Ta, kita obati di rumahnya. Sekarang Lo pulang aja ya."

"Em.. tapi-"

"Gue anter yuk, Ta," kata Bayu akhirnya.

"Sama gue aja, Bay, Lo harus obatin luka Lo dulu," kata Denis memutuskan.

"Oke, gue duluan ya." Bayu pergi dari sana. Tersisa Denis dan Tita.

"Yuk, Ta, gue anter."

"Iya, makasih, Denis."

"Santai aja, yuk!" Tita pun di antar dengan Denis sore itu.

***

Bersambung.




Serius deh, aku yang nulis, aku yang emosi sama sikap Adit, gimana sama kalian?

Jangan lupa kasih vote dan komen ya :)



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top