10. AditTita
"Bunda jadi 'kan hari ini jemput Tita?"
|Iya, Sayang. Ini Bunda juga udah keluar dari butik, Tita tunggu Bunda, ya?"
"Siap, Bunda. Ati-ati ya, Bun."
Setelahnya Tita menutup panggilannya bersama Ira.
"Jadi gimana? Lo jadi di jemput?" tanya Sisi yang di balas anggukan dengan Tita.
"Sisi kalau mau pulang, duluan aja."
"Ya udah, gue duluan ya." Tita mengangguk. Sisi berlalu keluar kelas.
Saat ini hanya ada Tita seorang diri. Teman-temannya sudah lebih dulu pulang. Begitu juga dengan Caca.
Caca pergi dengan tergesa-gesa, katanya sudah ada jemputan di luar. Tita tidak mau ambil pusing, meskipun itu adalah Adit sekalipun.
Tita terlanjur berjanji pada dirinya, untuk bisa melupakan Adit. Dan mengikhlaskan cinta pertamanya untuk Caca. Sahabatnya.
Langit tampak mendung, membuat Tita menjadi merinding sendiri kalau harus berada di kelas sendirian.
Akhirnya dia memilih untuk keluar kelas, menunggu Ira di pos satpam, mungkin bukanlah ide yang buruk.
Tita melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah, gedung itu tampak sepi dan sunyi beda dari biasanya. Tidak ada keributan, membuat suasana mencekam. Belum lagi suara gemuruh dari langit yang saling bersahutan.
Tita jadi panik sendiri kalau begini. Akhirnya dia memutuskan kembali menghubungi Ira. Tidak butuh waktu lama, panggilan itu sudah terjawab.
"Bunda, udah sampe mana?"
|Ta, maaf, ya. Bunda kayaknya gak bisa jemput kamu, bannya pecah. Kebetulan gak ada ban serep. Tita bisa pulang pake ojek online, kan?
Tubuh Tita seketika lemas. "Iya, gak apa-apa, Bunda. Tita pulang naik ojek aja."
|Sekarang, ya. Soalnya udah mendung, takutnya ujan, nanti bisa-bisa kamu kehu-"
"Loh, Bunda?"
Tita menjauhkan ponselnya, dan berdecak kesal. Bagaimana bisa dia melupakan mengisi baterai ponselnya. Kalau begini bagaimana caranya Tita pulang?
Tidak ada pilihan lain, akhirnya Tita memilih jalan kaki, sembari menunggu angkot jalur arah rumahnya.
Tita melangkah cepat, saat air hujan mulai turun setetes demi tetes. Langkah itu berubah menjadi larian ketika hujan semakin deras.
Akhirnya Tita meneduh di halte. Tita bingung sendiri saat beberapa pasang mata menatapnya lekat. Lebih tepatnya pada tubuh Tita.
Tita merunduk. Ya, pantas saja kalau banyak yang memperhatikannya. Itu semua karena baju dalam Tita terlihat jelas akibat seragam putihnya basah.
Tita cepat-cepat menutup bagian depan tubuhnya dengan tas.
Sesaat kemudian, sebuah motor ninja berhenti di depannya.
"Tita," panggil sang empu motor.
Cowok itu turun lalu membuka helmnya. "Kamu belum pulang?"
Raden, cowok itu lebih kuyup di banding Tita, hanya saja Raden menggunakan jaket parasitnya.
"Belum, Kak. Tadinya Tita mau di jemput Bunda. Tapi ban mobilnya pecah, jadinya Tita pulang pakai angkot aja."
"Jam segini pasti udah jarang angkot lewat, Ta. Gimana kalau kamu Kakak anter, tenang kamu aman, kok, sama Kakak."
"Em.. Tapi masih ujan, Kak."
"Tanggung, usah basah juga, kan, Ta? Kamu pakai jaket Kakak aja." Raden hendak membuka jaketnya.
"Eh, gak usah, Kak. Kalau Tita pake jaket Kakak, terus buat Kakak mana?"
Raden tersenyum lembut, lalu kembali melanjutkan membuka jaketnya.
"Yang penting itu, Tita gak sakit," kata Raden sembari memakaikan Tita jaketnya, membuat Tita tersenyum malu-malu.
"Makasih, Kak. Maaf jadi repotin."
"Gak masalah, yuk, pulang sekarang aja." Tita mengangguk. Lalu mereka pun pergi setelah ada sedikit drama karena Tita yang kesulitan naik ke motor tinggi itu.
***
"Jadi, ngapain Bara kasih lo bunga?"
Sisi menghela nafasnya dalam-dalam. Sudah bisa dia tebak, pasti akan ada 1001 pertanyaan yang Dilan ajukan untuknya saat dia sudah pulang.
"Menurut lo apa?"
"Gue nanya serius dan dengan baik-baik, apa lo gak bisa jawab beneran dikit?"
"Gue cape, gue mau istirahat," kata Sisi melangkah menuju kamarnya.
"Lo berhenti di situ atau besok lo liat salah satu kelinci kesayangan lo jadi makan malam kita?"
Langkah Sisi sontak berhenti. Lagi, lagi Dilan mengancamnya.
"Mau lo tuh apa sih, Lan?!" bentak Sisi.
"Mau gue?" Dilan menyeringai lalu melangkah mendekat pada Sisi. "Jauhin Bara."
"Siapa lo ngatur-ngatur gue?"
"Oh, lo lupa?" Dilan mengangguk. "Kalau gitu gue ingetin lagi sama lo, gue ini ca-"
"Shit! Besok gue jauhin Bara," jawab Sisi ketus.
"Sekarang!"
"Tapi gue ketemu sama Baranya besok!" sentak Sisi lalu pergi.
Sedangkan Dilan tampak puas dengan jawaban Sisi. Senyum lebarnya menghiasi wajah tampannya.
***
Motor ninja merah berhenti tempat di sebuah bangunan tua yang tampak terurus.
Tita mengerutkan dahinya merasa asing dengan tempat ini.
"Ini di mana, Kak?" tanya Tita pada Raden.
"Sebentar ya, gue mau ambil barang dulu."
Tita mengangguk. "Oh, oke."
"Yuk!"
"Tita tunggu di sini aja, Kak."
"Di luar dingin, udah gitu mau magrib. Masuk dulu aja ya, gue gak akan lama kok."
"Eh... Tapi-"
"Udah, ayo, masuk. Lagi juga ada yang mau kenal sama lo."
"Tapi, Kak-"
"Yuk!" Raden menarik Tita agar mengikutinya.
Pintu gudang itu terbuka, sontak saja mata Tita membola. "K-kak?"
***
Sementara itu di rumah Tita, Ira terlihat cemas, karena sampai saat ini Tita belum juga pulang.
Tadi, setelah memanggil montir dan ban mobilnya sudah di ganti, Ira sempat ke sekolah Tita, tapi sekolahnya sudah sepi dan gerbangnya pun sudah di kunci.
Ira kira Tita sudah pulang, makanya dia segera pulang, tapi yang terjadi Tita tidak ada, bahkan belum pulang sampai sekarang.
"Oh iya, Sisi. Sisi pasti tau Tita di mana."
Ira segera menghubungi Sisi, yang nomornya memang di simpan oleh Ira, Ira tau, setelah Caca pindah ke Jepang, Sisi lah satu-satunya teman dekat Tita.
|Hallo, assalamu'alaikum, Bun. Ada apa?
"Hallo, wa'alaikumsalam, Sayang. Si, Tita ada sama kamu?"
|Enggak ada, Bun. Bukannya tadi katanya mau di jemput Bunda, ya?
"Iya, tadi mau Bunda jemput, tapi tiba-tiba ban mobil Bunda pecah, jadinya Bunda suruh Tita pulang naik ojek."
|Udah coba di telepon, Bun?
Bisa Ira dengar suara khawatir Sisi yang begitu kentara.
"Udah, tapi nomornya gak aktif. Aduh.. Bunda jadi khawatir. Si, kamu bisa bantu Bunda tanyain sama teman-teman Tita?"
|Bisa, Bunda. Ya udah, Sisi tanya teman-teman dulu, ya.
"Iya, makasih ya, Sayang.
|Sama-sama, Bunda.
"Assalamu'alaikum."
|Wa'alaikumsalam.
***
Sisi menoleh pada Dilan yang sedari tadi menatapnya menunggu penjelasan Sisi.
"Tita belum pulang," kata Sisi mengadu. Dilan mengangkat satu alisnya.
"Terus?"
"Tadi yang telepon gue nyokapnya Tita, Bunda Ira bilang kalau Tita belum pulang. Nomornya juga gak aktif. Gue khawatir. Lo mau bantu gue cari dia, kan? Suruh temen-temen lo juga buat bantu cari dia."
Dilan mengangguk, lalu mengeluarkan game yang sedari tadi dia mainkan.
"Dit, Tita ilang, nomornya gak aktif, suruh yang lain buat cari dia," ucap Dilan to the point saat Adit mengangkat panggilannya.
|Setan! Lo kalau telepon gak bisa basa basi dulu? Terus apa tadi? Berani lo perintah gue?
"Kalau gitu, gue minta Denis aja but cari Tita."
***
Tut!
Panggilan terputus secara sepihak. Adit mengumpat kesal. Hanya sebentar, karena setwlah itu pikirannya hanya mengingat kata-kata Dilan.
"Ah.. si boncel cari masalah terus," keluhnya sembari mengambil kunci motor dan jaketnya.
***
"Bersambung"
Di sini udah ada yang bisa tebak gak akhirnya bakal kayak gimana?
Terus udah ada yang tau belum hubungan Dilan sama Sisi apa?
Ayo komen dan vote ya, biar aku semangat dan cepet up-nya 😁😁😁
Btw.. Makasih buat dukungan kalian. 🥰🥰🥰♥️♥️♥️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top