-First-

Diantara banyaknya untaian perasaan ada aku, kamu, dia yang bersinggungan, kemudian sosok lain hadir menawarkan perasaannya padaku...



Langit biru yang berhiaskan awan putih tampak begitu cerah dan indah, manik cerah [Name] menatap lukisan alam yang begitu meneduhkan.

Hiruk pikuk bandara tak membuat gadis itu terganggu, gadis itu tampak menikmati keramaian itu seakan ia tak membiarkan rasa nyeri didada menganggunya.

Tak jauh dari tempatnya berada tampak sepasang kekasih tengah mengucapkan serangkaian kata perpisahan, sang gadis menatap lurus pada sang pria berusaha menyuarakan banyak kata penenang.

Tangan kekar pemuda itu menggenggam erat sang gadis, tak lupa ia mengulas senyum ketegaran seakan hatinya tak merasa kesepian dengan fakta ia akan sendirian di Jepang.

"Eita-senpai, aku pasti akan segera kembali jangan lupakan aku" Semi mengangguk.

"Jaga dirimu dan cepatlah kembali" Nao tersenyum lalu mengangguk, untuk terakhir kalinya Nao bergerak memeluk tubuh kekar sang kekasih guna menyalurkan perasaan hangat dan enggan untuk meninggalkan Semi sendirian di Jepang

Manik hitam milik Nao menatap sosok [Name] yang tengah menatap kearah keduanya, saat manik keduanya bertemu banyak emosi yang tak bisa dijelaskan terpancar.

[Name] terdiam tampak tak ingin menanggapi arti tatapan Nao, manik [Name] mengikuti sosok Nao hingga ia menghilang di pintu masuk pesawat.

Manik coklat tajam milik Semi terus menatap pesawat hingga mesin terbang itu menghilang di balik awan awan, ia tak beranjak seakan masih enggan meninggalkan bandara yang memisahkan ia dan kekasihnya.

"Semi-san, kalau kau seperti itu terus Washijo-sensei bisa memarahiku"

Walau diliputi perasaan enggan Semi mengangguk dan berjalan menjauhi tempat awal ia berdiri, "Ayo pergi [Name]"

[Name] mengikuti Semi dalam diam seakan ia tak perlu berkomentar atau sekedar menepuk bahunya untuk menghibur Semi, karena mereka memang tidak sedekat itu untuk melakukannya.

[Name] kembali menatap kebelakang lalu diam diam hatinya menyendu, diantara jutaan awan dan partikel yang bertebaran di udara ada satu perasaan yang tak bisa semesta jelaskan.


◇•▪•◇




[Name] terdiam menatap rentetan mesin beroda yang meramaikan suasana jalanan, maniknya menerawang jauh pada langit biru.

Sebastian selaku butler pribadi [Name] menatap nona-nya dengan penuh tatapan khawatir, manik tajam Sebastian melirik kaca mobil.

Pria paruh baya itu sadar dengan atmosfer aneh yang menyelimuti mobil, Sebastian sadar apa yang terjadi diantara keduanya. Pria itu tak ingin berkomentar namun diam diam merasa kasihan dengan nona yang sudah ia layani sejak balita.

"Kemana tujuan kita nona?" [Name] menoleh.

"Langsung ke sekolah saja"

Sebastian mengangguk paham lalu mengemudikan mobil sesuai jalur menuju Shiratorizawa.

Perjalanan berlanjut dan keheningan mendominasi suasana kendaraan beroda empat itu, masing masing menyimpan angan-angan mereka begitu pula Semi yang dengan gelisah mengecek ponselnya seakan tak ingin melewatkan pesan dari sang pujaan hati.

Disatu sisi [Name] menatap jalanan dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan, jujur suasana hatinya lebih mirip dengan campuran kimia yang biasa dia pelajari di kelas. Semua rasa bercampur menjadi sebuah hasil yang bernama gundah.

"Nona kita sudah sampai"

"Terimakasih Paman Sebastian, sampaikan salamku pada otou-san"

Sebastian mengangguk lalu mulai melajukan mobilnya, [Name] terdiam lalu beralih menatap jemari tangannya yang bergerak gelisah.

"Maaf belum bisa menemuimu otou-san"




◇•▪•◇



Latihan tim voli Shiratorizawa berakhir lebih awal dari jadwal membuat [Name] tersenyum penuh kebahagiaan, setelah membantu para anggota merapikan gym [Name] segera mensejajarkan langkahnya dengan langkah milik Hayato.

"Oh kau sudah selesai" kata Hayato saat melihat sosok [Name] yang sudah rapi dengan barang bawaannya, keduanya berjalan menuju loker sekolah.

Disepanjang perjalanan mereka bertukar banyak cerita, hingga Hayato mengangkat topik yang begitu tak terduga.

"Jadi kau benar benar mengantar Semi ke bandara?" tanya Hayato dengan tatapan terkejut, [Name] hanya mengangguk dalam diam.

"Mau bagaimana lagi hanya aku yang bisa dia hubungi saat itu" [Name] meneguk jus jeruk miliknya, membiarkan rasa asam buah berwarna orange itu mengalir melalui kerongkongannya.

"Kau itu sama saja menumpuk rasa cemburu, dasar [Name] bodoh" [Name] mengerang kesal.

"Berhenti mengataiku Hayato, bagaimana aku bisa menolak permintaannya jika ia datang padaku dengan wajah putus asa"

Hayato menghela napas lalu mengangguk seakan mengerti perasaan [Name], "Menyerahlah dan hapus perasaanmu sebelum kau tersakiti lebih dalam"

Setelah mengatakan itu Hayato berjalan menjauhi [Name], "Hayato sialan kau pikir semudah itu"

"Berusaha lah [Name]"

"Aku juga tahu!"

[Name] berlari mengejar Hayato yang berjalan mendahuluinya, keduanya akhirnya sampai diloker sekolah.

Saat [Name] membuka loker miliknya tampak sepucuk note dan setangkai mawar putih yang menghiasi loker nya.

"Ada apa [Name]?" tanya Hayato saat melihat [Name] terdiam sembari menatap loker miliknya, pemuda itu mendekat sebelum kembali menatap [Name].

"Apa ini hadiah dari pengagum rahasiamu?"

"Mungkin"

[Name] menatap mawar putih itu dengan tatapan bingung, bagaimana sang pengirim bisa tahu bunga kesukaannya. Manik nya beralih menatap note yang berwarna senada dengan mawar yang ia genggam.

Perlahan [Name] membuka lipatan note hingga deretan kata tampak begitu jelas di matanya, tulisan yang rapi dengan tinta hitam legam tampak begitu indah.

Cinta yang agung.

Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia..

Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata 'Aku
turut berbahagia untukmu'..

Apabila cinta tidak berhasil...
Bebaskan dirimu...
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi..
Ingatlah... bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..

Tapi.. ketika cinta itu mati..
kamu tidak perlu mati bersamanya

Deretan puisi milik Kahlil Gibran bergema pelan dibibir sang gadis, puisi itu begitu bermakna bahkan tanpa harus gadis itu resapi begitu dalam.

Hayato menatap [Name] yang masih terdiam, "Puisi ini begitu cocok denganmu, pemuda yang mengirim ini pasti begitu mengagumimu dan memperhatikanmu"

[Name] menghela napas, "Sayang sekali ia jatuh cinta pada orang yang salah"

"Kau merasa bersalah karena kau tidak bisa membalas untaian perasaan ini?"

"Kau benar, dia mungkin begitu menyukaiku hingga bisa begitu memahamiku nyatanya aku dan dia tak ada bedanya. Dia menyukaiku dan aku menyukai Semi, bukankah ini seperti rentetan takdir yang membingungkan?"

"Kau benar, banyak untaian perasaan yang datang padamu namun kau begitu terfokus pada satu untaian rasa dan bertindak menolak untaian yang mungkin bisa membawa kebahagiaan padamu"

[Name] tersenyum, "Kau begitu mengenalku Hayato, kau seakan bisa membaca semua apa yang aku pikirkan"

"Mau bagaimana lagi, kita sudah berteman sejak lama"

[Name] terkekeh, "Kau benar, waktu mengubah segalanya"

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan menyimpan semua ini, aku juga ingin menghargai setiap untaian rasa yang datang padaku" kata [Name] sembari menata note dan bunga di tas miliknya.

"Kau benar, walau tidak suka perasaan ini perlu dihargai walau mungkin ini tampak memberi harapan namun semua perasaan ini punya tempat untuk pulang"

[Name] menggulung tawa, "Kau puitis sekali, padahal biasanya kau tidak seperti ini"

"Salahkan dirimu yang selalu memintaku membaca buku buku sastra kesukaanmu"

Tawa semakin mengeras membawa seulas senyum untuk ikut singgah, "Maaf tapi bukankah ini tampak menyenangkan? Segala proses didunia ini perlu diabadikan dengan beberapa rangkaian sajak"

"Hentikan sikap puitismu itu"

"Padahal kau juga suka mendengarku mengoceh"

"[Name]..."

"Baiklah aku berhenti"

Keduanya berjalan beriringan, bibir keduanya tak jarang mengeluarkan beberapa kata ejekan yang membawa kehangatan tersendiri untuk hati yang kesepian.

Tanpa keduanya sadari keduanya sadari, sosok lain tampak telah menguping percakapan mereka sejak awal.

Pemuda itu mengulas senyum lalu berbisik pelan, "Walau mungkin sajakku bersinar begitu redup setidaknya ia telah tersampaikan padamu"



Mungkin diantara untaian perasaan kau mungkin kebingungan menelaah arti dari semua rahasia semesta, namun aku ingin menjelaskan padamu bahwa semua untaian ini punya tujuan untuk pulang. Termasuk perasaanku yang menganggap hatimu sebagai rumah ternyaman untukku.

[???]

-First- : Complete

P u b l i s h : March 05, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top