6. Penderitaan Lion
Jalan di London terasa sangat ramai saat ini, biasa hal itu memancing banyak sekali pertanyaan dalam benak Lion. Namun, kali ini dia tidak berbicara sama sekali sepanjang perjalanan. Pikirannya melayang jauh, dan tentu saja itu tidak lain karena perjodohannya dengan Adella.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Abram sahabatnya yang kini sedang menyetir mobil.
"Apalagi yang bisa aku lakukan, setelah tahu nasib buruk melandaku di masa depan."
Abram tersenyum simpul, dia sangat mengerti Lion dan juga dia tahu bagaimana hubungan Lion dengan Adella dulunya. "Jangan seperti itu Lion, aku lihat kau sangat posesif kepada Adella saat pesta pertunangan kalian kemarin."
"Kau mengejek ku?!" Lion memicingkan matanya kepada Abram. "Kau itu beruntung bisa menikahi wanita yang baik, cantik, seperti Via. Sementara aku," kata Lion masih saja tetap mengeluh. "Tamat sudah kesenangan hidupku akibat Tarzan wanita itu!"
"Lion jangan terlalu meremehkan Adella, dia cantik. Kau saja yang tidak melihat itu karena selalu memandang dia buruk."
"Cantik dari mana? Kulitnya gelap, matanya besar, dan satu lagi yang paling membuatku kesal, dia tidak tahu mode."
"Jika itu masalahnya, kau berikan arahan agar dia bisa merawat kulitnya lebih cerah, dan berikan dia kelas mode dari desainer atau penata busana yang kau kenal."
"Kau gila Abram!" umpat Lion semakin kesal dengan nasehat dari sahabatnya itu. Padahal yang Abram katakan benar, dia hanya terlalu menilai buruk Adella, jadi tidak lagi terlihat kecantikan wanita itu.
Ponsel Lion bergetar, nama Alfa Derson__calon ayah mertuanya itu menelpon. "Siapa?" tanya Abram karena melihat Lion yang masih menatap gawai-nya tanpa diangkat.
"Halo uncle," jawab Lion pada akhirnya.
"Halo Lion. Bisa ke kantor ku sekarang?"
"Sekarang uncle? Ada apa?"
"Kemari saja, kau akan tahu nanti."
Lion menghembuskan napasnya lelah "Ab...putar balik. Alfa Derson memanggil ku untuk ke kantornya."
"Ada apa?"
"Mana ku tahu! Paling kembali membahas hubunganku dengan Adella. Pasti wanita itu mengadu aku tidak pernah menghubunginya setelah dua Minggu kami bertunangan."
"Tidak mungkin!" Abram tertawa kecil, sehingga menarik perhatian Lion. "Adella sedang sibuk di Paris, kau tidak tahu kalau dia membuka sebuah usaha disana?" Lion menarik satu alisnya. "Dia membuka membuka usaha jam tangan mahal, yang desainernya berasal dari Paris. Itu yang aku dengar dari Rose, dan juga Arabella. Hal yang membuat aku salut padanya, adalah dia wanita mandiri. Bahkan usahanya kali ini, tidak ada campur tangan keluarganya."
"Mudah saja, dia salah satu pemilik saham di Derson. Apapun bisa dia lakukan." Lion masih belum juga kagum akan pencapaian Adella. Dia selama ini tidak pernah tahu apapun tentang Adella, yang bagi banyak orang sangat luar biasa. Lion hanya mengetahui hobi Adella yang berwisata ke kota-kota kecil, mendaki gunung, atau mengikuti lomba bela diri, sesuai profesi Adella yang seorang Atlit Karate.
Abram mengantarkan Lion ke perusahaan utama Derson di London, tempat dimana Alfa dan keluarga mereka lainnya menjalankan perusahaan raksasa tersebut. "Selamat datang Lion," sambut Aidan dan Ed yang ada disana. Mereka bertemu di lobby kantor itu. "Hai...Lion," sapa Meera sepupu Adella juga tapi Lion belum pernah bertemu sekalipun.
Meera begitu cantik, menggunakan gaun selutut berwarna hitam memperlihatkan kaki jenjangnya. "Hai...apa kita pernah bertemu," kata Lion tersenyum lebar. Ingin saja Ed menghajar wajah Lion saat ini, jika tidak ingat pria itu adalah sahabatnya juga mungkin Ed akan mencaci maki Lion. Dia tahu tatapan nakal Lion kepada Meera.
"Kita tidak pernah bertemu, tapi aku kenal dirimu. Aku sepupu Adella juga," kata Meera sehingga Lion mengangguk paham.
"Pantas saja kau cantik, ternyata kau berdarah Derson juga. Hanya satu wanita yang tidak seperti keturunan Derson, dia...."
"Dia siapa sayang?" tanya Adella yang tiba-tiba muncul dan kini dia sudah menggandeng tangan Lion. Mata Lion bahkan tidak berkedip menatap Adella. Ada yang berubah dari Adella, tapi Lion belum sadar apa yang membuat Adella kini terlihat cantik sekali dimatanya. Rambut Adella terlihat panjang, dan dia menggunakan pakaian yang terlihat manis dimata Lion.
"Kenapa kau seperti melihat hantu?" tanya Adella risih ditatap seperti itu oleh Lion.
"Kau cantik," puji Lion tanpa dia sadar. Adella bersemu merah, sementara Aidan dan Ed tertawa dibuat wajah Lion yang terlihat sangat tolol saat ini. Tawa mereka menyadarkan Lion dengan apa yang terjadi. Dia sungguh menyesal sudah memuji Adella, untuk pertama kalinya.
"Ah....sial!" Batin Lion merutuki dirinya sendiri.
"Ayo kita ke ruangan Daddy, dia sudah menunggu lama."
"Baiklah...kalau begitu kami pergi dulu." Aidan dan yang lainnya juga berpamitan dengan mereka. Hanya Adella dan Lion saja yang menuju ruangan Alfa, sambil bergandengan tangan mereka masuk ke lift yang membawa keduanya tiba di lantai tempat Alfa berada.
"Bukankah kau di Paris?" tanya Lion karena dia ingat Abram mengatakan hal itu.
"Aku pergi ke Paris setelah tiga hari kita bertunangan, kemudian kembali ke sini semalam. Sudah jelas bukan?"
"Sangat jelas! Harusnya kau beritahu aku jika berpergian, kenapa kau berbuat sesukamu saja."
"Aku sudah mencoba menelpon mu Lion, tapi kau tidak menjawabnya. Ku pikir kau terganggu dengan telepon ku, jadi aku putuskan tidak memberi kabar apapun kepadamu."
"Bisakah kau tidak membuat aku kesal?"
"Bisakah kau tidak membuat kita terus bertengkar?" Adella juga kini menatap mata Lion, mereka berdua sama-sama kesal saat ini.
"Pokoknya aku tidak ingin kau pergi kemanapun tanpa mengabari ku. Aku merasa tidak becus saat orang lain yang memberitahu apa yang kau lakukan, dan dimana dirimu."
"Kenapa kau tidak jadi pacarku saja kalau begitu?"
"Bukankah kita sudah bertunangan? Kau lupa atau bagaimana?"
"Oh ..begitu! Aku pikir kau hanya sedang bersandiwara dengan bertunangan denganku. Bukankah alasan kau menerima ini karena ingin menyelamatkan perusahaan mu?"
Ini yang Lion tidak suka dari Adella, wanita ini selalu bisa mengalahkannya. Lion tidak lagi ingin memperpanjang urusannya dengan Adella, dia pergi masuk kedalam ruangan dimana Alfa sudah berada. Dibelakangnya Adella mengikuti, wajah Alfa tampan tersenyum ketika mereka masuk. Disana juga sudah ada Azka Orlando, dan juga Osman dan Francesa.
"Dad...ada apa?" tanya Adella ketika mereka semua sudah duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut.
"Adella...begini, keluarga Lion ingin rencana pernikahan kalian dipercepat."
"Ha...kenapa begitu?" tanya Adella kini dia menatap Lion yang juga terkejut. Apa-apaan orang tuanya ini, membuat keputusan tidak berbicara dengannya terlebih dahulu. Dia belum membuat Adella murka dengannya, hingga pertunangan berakhir! Ini malah minta pernikahan di percepat. Bisa benar-benar masuk Rumah Sakit Jiwa dia kalau seperti ini.
"Maaf Adella. Ini hanya permintaan kami saja, aku hanya takut anakku ini berbuat hal yang tidak baik padamu, jadi lebih bagus kalau kalian segera menikah bukan?" Adella kini menatap Lion yang duduk disampingnya, dia yakin Lion begitu terkejut. Orang tua Lion sungguh sangat memaksakan kehendak sendiri. Tidak perduli bagaimana perasaan Lion.
"Aku setuju apapun itu yang terbaik untuk semua." Lion tercekat mengatakannya, Adella tahu hanya saja dia pun tak bisa berbuat banyak.
"Baiklah kalau begitu, seperti permintaan keluarga Moller pernikahan kalian akan dilakukan satu bulan lagi. Persiapan boleh kalian urus berdua," ucap Alfa terlihat dia juga sangat bahagia seperti orang tua Lion. Hanya Adella dan Lion yang tampak tidak nyaman berada di ruangan itu.
Sepanjang pembicaraan persiapan pernikahan mereka, Lion tidak berkata apapun. Sementara Adella hanya menimpali seperlunya saja. Hingga sore menjelang dan semua keputusan hari pernikahan sudah di tentukan. Adella dan Lion memilih pulang masing-masing.
Adella langsung kembali ke rumahnya, sementara Lion memilih klub untuk merayakan hari menyedihkan itu. Di dalam kamarnya Adella gelisah, dia tahu ini tidak benar. Lion terlihat sangat sedih tadi, dia mengacak rambutnya frustasi. Hatinya kenapa memilih Lion? Kenapa bukan pria lain saja? Pertanyaan yang sudah entah berapa puluh atau ratusan kali Adella tanyakan kepada dirinya sendiri.
Ponsel Adella bergetar, dari namanya itu adalah teman pria yang Adella miliki. "Halo," jawab Adella.
[Adella...aku melihat tunangan mu di klub. Aku mengirimkan fotonya kepadamu, dan juga alamat klubnya.]
Sambungan telpon berakhir, Adella langsung mengecek pesan masuk yang ia miliki.
Bersambung....
Yuhu....sudah kangen sama mereka?
Cantik ya....Adella....🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top