육
.
.
.
〔 ❁ -; ᴀ ᴅ ᴅ ɪ ᴄ ᴛ ᴇ ᴅ〕
.
.
.
Seongwoo menggigil dalam duduknya. Tubuhnya yang meringkuk di atas kasur tampak semakin kurus. Balutan kemeja basah sudah terlepas dari tubuhnya, tergeletak begitu saja di atas karpet, membasahi permadani hitam lembut itu.
Sosok pria berjalan masuk dari balik pintu. Di tangannya, ada semangkuk air dengan uap mengepul dan kompres kain, juga secangkir teh di tangan yang lain. Ia berjalan mendekat pada Seongwoo yang meringkuk tanpa terbalut apapun. Barang-barang yang ia bawa ia letakkan di meja nakas.
Daniel menghela nafas. "Aku sudah mengatakan padamu," ia melirik kemeja putihyang teronggok begitu saja di sofa kamarnya. "Pakai bajuku."
Seongwoo menggeleng. Wajahnya mendongak, membalas tatapan Daniel dengan tatapan sengit. "Tidak akan."
Grep
"Ahk!"
"Dengarkan aku," ucapan Daniel putus-putus. Nafasnya lebih berantakan dari sebelumnya. Jemarinya meremat surai Seongwoo semakin erat, sesekali ia guncangkan sehingga membuat seluruh tubuh lemah itu terguncang.
Seongwoo memejamkan kelopaknya, bentuk dari rasa enggan menatap kembali pada wajah Daniel.
"Jangan buat aku semakin marah, Ong Seongwoo."
"Kenapa?" Seongwoo menggerakkan bibir membirunya. "Itu terserah padaku. Kau boleh membunuhku sekalian kalau perlu. Aku beruntung, aku bisa bebas setelahnya."
Daniel tersenyum miring. Tubuh besarnya berpindah, tak lagi berdiri di sisi kasur. Ia melangkah menuju meja kerjanya yang juga ada di kamarnya. Ia kemudian menunduk, membuka laci meja kerjanya, dan tersenyum semakin lebar setelah dirasa telapaknya menyentuh benda yang ia cari.
"Seperti ini?"
Klik
Seongwoo terbelalak. Sebuah revolver yang tersemat di telapak tangan Daniel kini mengarah tepat pada dirinya. Punggungnya menegak hanya beberapa detik, kemudian kembali meringkuk seperti biasa.
"Tembak saja-"
Dor!
Kali ini Seongwoo benar-benar melonjak. Dua telapaknya menutup indra pendengarannya, dua maniknya memperhatikan permukaan tembok di dekat headboard yang berlubang dengan timah panas bersarang disana.
Seongwoo menoleh kembali pada Daniel.
"Sepertinya meleset," Daniel tertawa mengejek. Ia meletakkan kembali benda dalam genggamannya kembali ke dalam laci.
"Kau gila-"
"Terima kasih sayang," Daniel melangkah mendekat pada Seongwoo, kemudian duduk di tepi kasur. Tangannya segera mencengkram lengan Seongwoo kuat saat pria di atas kasur berusaha menjaga jarak.
"S-sakit-"
Daniel tak peduli. Rintihan dari bibir Seongwoo seolah hanya angin lalu baginya. Ia menarik tubuh kurus itu dan memaksanya menelungkup di kasurnya.
Seongwoo bergerak melawan. Ia menggeliat di bawah telapak Daniel yang menekan kepalanya. Kedua tangannya yang semula bergerak bebas mendadak di cengkram oleh pria Kang.
"Mau menghitung? Atau dad hitungkan untukmu?"
"A- apa-"
Spank!
"Akh!"
"Satu Seongwoo, satu."
Daniel menunduk, menatap cap merah di sisi kanan pantat Seongwoo. Tangannya yang berdenyut seakan menjadi rasa bangga baginya.
Spank!
"S-sakit! Berhenti!"
"Dua."
Spank!
Spank!
Spank!
"Hiks a-appo-"
Daniel tersenyum. Matanya yang menangkap bekss memerah di dua bongkahan pantat Seongwoo memnacarkan kerlingan jahil. Dia menatap tubuh kurus di kasur itu seakan tengah melihat sebuah hiburan.
Tubuh Seongwoo sendiri masih gemetar di kasur. Daniel menampar pantatnya dengan keras bukan main. Sepertinya, rasanya 11 12 dengan rasa sakit ketika pantatnya dipukul dengan sabuk.
"Berbaliklah."
Suara memerintah yang meluncur membuat Seongwoo mau tak mau membalikkan tubuhnya. Perlahan, tubuh kurusnya menghadap pada Daniel. Dua telapak tangannya ia gunakan untuk menutup gundukan di selangkangannya.
Daniel melihatnya, dan ia hanya mengulum senyum miring.
"Tatap mataku, sayang."
Sekali lagi, sialnya, Seongwoo memilih untuk menuruti perintah Daniel. Ia tidak mau, sebenarnya, tapi hatinya mengatakan untuk menuruti saja permintaan pria brengsek itu.
"Oh lihatlah," Daniel mengusap pipi Seongwoo pelan. Pria Ong itu sempat berjengit merasakan kulit Daniel menyentuh pipinya yang dingin. Rasanya begitu kontras. "Lihat tatapan ini, hm?"
Ada apa dengan tatapannya? Ia hanya menatap Daniel dengan sendu, efek dari direndam secara paksa di kolam renang dan terisak karena ditampar pantatnya baru saja.
"Fuck, babe. Jangan salahkan dad jika dad menerkammu tanpa kenal waktu."
Daniel merunduk. Perlahan ia mendekatkan wajah tegasnya pada Seongwoo. Di detik terakhir, Seongwoo bisa melihat dua manik Daniel yang begitu mempesona. Detik setelahnya, ia sudah terbelalak karena Daniel melumat bibirnya.
Lumatan itu terasa begitu lembut, lambat, dan menyesakkan. Oksigen di paru-parunya seakan dicuri begitu saja, bahkan belum beberapa detik berlalu. Bibir tebal Daniel terasa begitu panas menyapu bibir miliknya. Sesekali lidah Daniel melakukan gerakan mengusap pada bibir Seongwoo, seakan meminta akses bagi bagian tubuh lunak itu untuk menjelajah lebih dalam. Tapi, Seongwoo tak membuka mulutnya. Ia berusaha mengunci rapat bibirnya, sementara tangannya bekerja untuk mendorong bahu Daniel yang begitu kokoh. Pemilik dari tubuh itu seakan tercipta dari batu, sial.
"Ngh!" pekikan Seongwoo teredam semakin dalam ketika Daniel menggigit bibirnya keras, membuatnya mau tak mau membuka bibirnya.
Rasa panas dan lembut beradu dalam mulutnya. Lidah Daniel bergerak menggoda lidah Seongwoo, mengajak pria Ong itu untuk menikmati ciuman panas mereka. Merasa tak dapat respon dari Seongwoo, Daniel tetap melanjutkan pergerakannya. Lidahnya kini mengabsen satu per satu gigi Seongwoo.
"N-nnh-"
Simfoni penuh dosa meluncur dari Seongwoo yang pada awalnya menolak mentah-mentah. Daniel tersenyum, kemudian mengakhiri lumatannya dengan satu kecupan di bibir terbuka Seongwoo yang merah dan membengkak. Untaian saliva entah milik siapa terputus di udara.
"Aku bisa saja merusakmu detik ini juga, see?" Daniel melirik pada gundukan di balik celananya yang tampak menggembung. "Tapi aku tidak bercinta dengan seseorang yang sedang berada dalam keadaan ringkih seperti ini."
"Bangsat-"
"Ulangi sekali lagi?"
Seongwoo terdiam kembali setelah membisikkan umpatan pada Daniel. Maniknya melepas pandangan dari wajah dengan rahang tegas yang tengah menatapnya.
"Minumlah tehmu," Daniel beranjak, berjalan mendekat pada sofa kamarnya. Ia menyambar kemeja putihnya yang tergeletak disana, kemudian melangkah kembali, mendekati Seongwoo. "Pakai baju ini," tambahnya di akhir.
"Berhenti memerintahku- kumohon..."
Daniel tertawa kecil, seakan baru saja mendengar hal lucu yang dilontarkan oleh Seongwoo. Ia merendahkan punggungnya; tangan kirinya mengusap surai Seongwoo, bibir tebalnya memberi kecupan pada dahi yang lebih muda.
"Tidak akan, sampai kau yang meminta sendiri untuk aku rusak. Pengakuan itu akan meluncur bibir manis ini, suatu saat nanti."
"Kenapa?" Seongwoo menjawab dengan suara bergetar. "Kenapa kau sebegitu inginnya aku untuk memohon padamu untuk disetubuhi bak anjing betina dalam masa heat?"
"Tanya saja pada dirimu yang terlihat begitu seduktif ini," balas Daniel remeh.
"Kau gila?" Seongwoo mendengus sarkas. "Sebaiknya kau menyewa jalang daripada kau menghabiskan waktu berhargamu itu untuk menanti diriku mengucapkan permohonan sialan itu padamu."
Berkebalikan dengan apa yang Seongwoo ekspektasikan, Daniel justru tersenyum, atau bisa disebut setengah tertawa. "Begitukah yang kau mau? Tapi aku tidak. Aku benar-benar akan menanti dirimu mengatakannya, sayang."
Daniel menatap dua manik kelam Seongwoo. Tatapan sendu bercampur amarah, wajah memerah, alis tertaut tak nyaman...
"Shit."
Daniel berbalik cepat. Ia melangkah lebar menuju salah satu pintu; kamar mandinya sendiri, meninggalkan Seongwoo yang mengerjap tak paham setelah kegiatan tatap menatap dengan Daniel.
Seongwoo yang merasa mendapat kesempatan, mencoba menegakkan punggungnya. Tangannya meraih kemeja milik Daniel dan mengancingkannya cepat.
Sejenak, ia menoleh, menatap pada pintu dimana Daniel masuk ke dalam ruangan di balik pintu itu. Hingga ia mendengar gemercik air dan tak ada suara Daniel yang terdengar lagi, ia menyeringai tipis.
"Kau yang bodoh."
Ia berlari. Tak sempat meraih senjata di laci meja kerja Daniel, ia lebih memilih untuk menyelamatkan diri terlebih dahulu.
Blam!
Suara debum pintu yang tak terlalu keras berbunyi.
Daniel membuka salah satu kelopak matanya yang terpejam di bawah derai air hangat dari shower diatasnya. Ia melirik pintu yang menghubungkan kamar mandinya dengan kamar pribadinya.
"How bad you are, kitten."
Daniel memutar tuas di depannya. Air hangat berhenti mengalir dari atas sana. Kedua telapaknya menyambar bathrobe hitamnya, kemudian memakainya segera.
Ketika ia membuka pintu kamar, keberadaan Seongwoo sudah tak ditemukan lagi disana.
"Terus saja membantah, agar aku tidak bosan denganmu, Seongwoo."
Dengan langkah santai, ia berjalan keluar kamar, bersiap menjemput kucing kecilnya yang mungkin saat ini sedang tertahan di depan pintu rumah, mengingat Jinyoung sudah menguncinya tadi.
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
To be continue
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
.
.
.
.
.
a/n: Nah. Ini dia. Ayo kita sama sama siapin diri untuk masuk ke gerbang ena untuk chap chap selanjutnya🌚
Doakan saia mood nulis biar bisa apdet FF ini bisa secepatnya, besok misalnya🌚
Oh, ini cuma perasaanku apa emang mirip OngNyel ya;"))
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vomment ya yeorobun;)
XOXO,
Jinny Seo [JY]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top