삼
.
.
.
〔 ❁ -; ᴀ ᴅ ᴅ ɪ ᴄ ᴛ ᴇ ᴅ〕
.
.
.
Keadaan Wahl VVIP Club and Casino kembali ramai seperti sedia kala. Itu semua terdengar dari suara gema keriuhan yang kembali memecah.
Seongwoo tak berani mendongak untuk memastikan. Ia cukup sadar diri dengan pandangan orang-orang yang dilemparkan secara terang-terangan padanya. Ia terus memperhatikan sepasang sepatunya yang melangkah pelan, mengikuti gerak pria yang telah berjalan lebih dulu di depannya.
Ketika pria di depannya melangkah naik menuju tangga, barulah Seongwoo mendongak. Ia mematung, tak berani melangkahkan kakinya pada tangga yang mengarah ke lantai upper base. Menyadari tak ada pergerakan di belakangnya, pria yang di depan berhenti dan membalikkan tubuhnya.
"Kenapa tidak mengikutiku?" musik yang berdentam seolah tak mengganggu suara yang meluncur dari bibi tebal itu. Seongwoo bahkan dapat mendengarnya dengan jelas, seakan pria itu berbisik tepat di telinganya.
"A-aku ti-tidak berhak-"
"Tidak berhak?" alis sang pria terangkat. "Siapa yang mengatakan kau tidak berhak, sementara aku bersamamu dan mengharuskanmu mengikutiku?"
Seongwoo meneguk salivanya. Pria bernama Daniel itu memang masih memasang tatapan ramah padanya, tapi mendengar suaranya, Seongwoo tidak yakin itu adalah suara yang bersahabat.
Daniel menggerakkan kepalanya, memberi perintah secara non-verbal pada Seongwoo untuk melanjutkan langkahnya dan mengikuti Daniel yang kembali menaiki tiap anak tangga. Dengan pasrah, Seongwoo melangkahkan kakinya gugup, mengekori Daniel.
Suara riuh lantai base perlahan memudar, tak lagi memekakkan telinga. Lantai upper base seolah di rancang bagi mereka yang memiliki jabatan atau dompet tebal untuk memperhatikan liarnya lantai base, sementara mereka di atas sini menikmati kemewahan penuh dosa.
Daniel memimpin langkah dan mengarah pada satu meja dimana ada seorang pria bersurai biru duduk, sementara disekelilingnya ada beberapa pria berjas hitam berdiri tegak. Seongwoo yakin, orang tersebut cukup berpengaruh, dilihat dari pengawasan pengawalnya.
"Jadi, bagai- oh wow, siapa dia?" alis pria bersurai biru terangkat keheranan saat keduanya berjarak beberapa langkah darinya. Jelas ia bertanya mengenai eksistensi Seongwoo di lantai istimewa itu.
"Aku akan pulang, Kwon," bukannya menjawab, Daniel justru membungkuk dengan tangan terjulur, memungut kunci mobil di meja pria yang ia panggil Kwon itu.
"Kau membawanya pulang?" pria bersurai biru semakin mengangkat alisnya. "Kau tidak pernah membawa pulang.. mainanmu."
Nafas Seongwoo terputus sesaat. Rasa sesak karena terkejut atas kalimat yang dilontarkan pria bersurai biru membuatnya limbung. Beruntung dia tidak terjatuh; Daniel sudah mencengkram lengannya terlebih dahulu.
"Dia bukan mainan satu malam seperti yang kau maksud, Kwon Hyunbin," balas Daniel dengan nada remeh.
Hyunbin merubah posisi duduknya mendengar penuturan salah satu kawannya itu. "Jadi, siapa dia?" nada penasaran terselip di sela pertanyaan Hyunbin.
"Dia?" Daniel menoleh pada Seongwoo. Dalam cahaya samar, pemilik surai hitam bisa melihat seringai lain dari seorang Daniel.
"Milikku."
Seongwoo meraih satu dari sekian spekulasi yang berlarian di dalam kepalanya. Bodohnya, ia barulah menyadari kebenaran yang seharusnya ia pikirkan sejak tadi.
Daniel itu berbahaya.
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
Seongwoo beberapa kali memindah posisi duduknya. Terlihat jelas bahwa ia tak nyaman duduk dalam kendaraan dengan merk Alfa Romeo itu. Pikirannya terus mengira, apakah mantel bututnya akan menggores tempat duduk berlapis kulit warna hitam itu. Dirinya memperingatkan untuk duduk dengan tenang tanpa mengganggu Daniel yang berkutat di balik kemudi, tapi ia tak bisa. Suasana yang begitu mencekik membuatnya ingin terus merubah posisi untuk menemukan kata nyaman.
"E-em, maaf- aku akan b-bertanya beberapa hal."
Daniel tak melirik Seongwoo. Pria itu hanya mengangguk singkat, sementara tatapan seriusnya masih terpaku pada jalanan.
"A-aku akan b-bekerja seperti apa?"
Daniel tak segera menjawab. Bibir tebal pria itu terbuka perlahan, seakan menguji kerja jantung Seongwoo yang terus menjerit ketakutan.
"Seongwoo."
Seongwoo bisa merasakan tubuhnya bergidik mendengar suara Daniel yang terdengar sangat dalam, gelap, dan serak.
"Y-ya?"
"Ini adalah kali pertamamu ke club, right?"
Kepala dengan surai hitam legam itu perlahan merunduk samar. Seongwoo tak lagi menjatuhkan fokusnya pada jalanan di depan sana.
Ia malu, sangat malu untuk mengakui kebenaran yang Daniel ucapkan.
Jadi, Seongwoo hanya memainkan jemarinya dengan kikuk di kursi penumpang, tanpa menjawab pada Daniel yang menanti.
"Ong Seongwoo."
"I-iya, ini k-kali pertamaku."
Daniel menoleh sejenak pada dirinya. Dengan sebuah senyuman, salah satu tangannya bergerak menjauh dari kemudi. Telapak yang lumayan besar itu mengusap surai Seongwoo dengan gerakan acak.
"Aku harap kau tidak terlalu polos untuk menyadari apa yang terjadi ketika kau mengikat perjanjian atau kontrak di club."
Seongwoo mengangguk terpatah. "Aku t-tau. Aku sadar d-dengan resikonya."
Telapak Daniel menjauh. "Baguslah," jawabnya singkat.
Seongwoo kembali diam. Berbagai tebakan kembali melintas di dalam kepalanya; saling bertubrukan dan hancur-atau membentuk tebakan baru lainnya.
Ingatannya seketika menampilkan kejadiaan beberapa saat lalu, saat pria yang Daniel panggil dengan nama Kwon Hyunbin berujar pada Daniel.
"Kau tidak pernah membawa pulang.. mainanmu."
"D-Daniel-"
Daniel membalas dengan sebuah dehaman panjang.
"Apa a-aku bekerja sebagai- pemuas sexmu? M-mainanmu?"
Rem kendaraan ber-roda empat itu di injak dengan begitu mendadak. Seongwoo yang tak siap, terlempar ke depan, membentur dashboard mobil lumayan keras. Suara decit ban diluar sana terdengar hingga dalam mobil. Kendaraan itu berhenti tepat pada garis yang seharusnya di lampu merah.
Seongwoo menoleh pada Daniel ragu-ragu.
"Begitukah caramu berbicara pada pemilikmu?"
Manik Seongwoo terbelalak perlahan. Tidak ada Daniel yang ia lihat di club tadi, seakan pria ramah itu mendadak di telan oleh bumi dan lenyap. Yang tengah berbicara padanya saat ini adalah seseorang dengan wajah penuh intimidasi yang tak bersahabat sama sekali.
Telapak Daniel meraih rahang Seongwoo kasar. Sang surai hitam refleks menahan pergelangan Daniel dengan dua tangannya.
Seongwoo meringis, bentuk rasa ketakutan dan juga kesakitan karena cengkraman kuat Daniel.
"Jawab aku."
Daniel menguatkan cengkramannya. Tak peduli akan lampu merah yang sudah berganti warna, atau juga sahutan klakson di belakang sana, ia tetap menjatuhkan seluruh fokusnya pada satu titik; manik jernih Seongwoo yang menatapnya bergetar.
"M-maaf-kan a-aku-"
Daniel melepaskan cengkramannya, sedikit ia memberi hempasan, sehingga kepala Seongwoo tersentak ke samping. Pria itu kembali meletakkan telapaknya pada kemudi mobil dan menjalankan kendaraannya seperti sedia kala.
Setelahnya, Seongwoo tak lagi bertanya. Pria itu diam, setengah meringkuk di kursi, juga menjaga jarak dari Daniel dengan begitu jelas. Wajahnya menampilkan raut shock yang tak juga luntur.
Kenapa Daniel marah?
Ada apa dengan cara bertanyanya?
"Ganti pertanyaanmu."
Seongwoo mengerjap. Tubuhnya tersentak, terkejut saat Daniel berbicara padanya; seakan suara itu akan menyikiti dirinya. Bibirnya bergetar, mencoba untuk menjawab meski ia begitu takut.
"Seongwoo, I'm waiting."
"Si-siapa n-ama le-lengkapmu? M-maksudku A-Anda-"
"Kau sudah mengetahuinya, Seongwoo."
"-please?"
Seongwoo bisa menangkap sudut bibir Daniel yang tergerak ke samping, membentuk sebuah bentangan seringai di wajahnya.
"Kau sudah belajar dengan baik," Daniel melirik pada Seongwoo sekilas. "Kang Daniel, remember it."
"D-dan pe-pekerjaan-"
"Bertransaksi akan beberapa barang."
Seongwoo tidak mau bertanya lebih jauh mengenai barang apa yang Daniel jual atau beli. Ia tidak ingin Daniel menyakiti rahangnya lagi jika ia terlalu banyak bertanya.
"U-sia-"
"34 tahun."
Seongwoo menoleh cepat tanpa sadar. Ia mengerjap kikuk ketika menyadari bahwa ia baru saja menatap Daniel tepat di wajah pria itu.
"Kenapa terkejut, sugar?"
"S-sugar?"
Daniel mengangguk. Perlahan, laju kendaraan melambat. Pria di sisi Seongwoo itu meraih remote kecil dari kantungnya dan mengarahkannya ke depan, pada sebuah pintu yang begitu tinggi menjulang dan kokoh.
"M-maksudku- kenapa sugar?"
Daniel tidak menjawab. Pria itu melajukan kembali kendaraannya memasuki halaman bangunan yang baru saja ia buka gerbangnya. Seongwoo tau, Daniel tengah membuatnya menanti atas jawaban yang akan meluncur dari bibirnya.
Ketika kendaraan terhenti, Daniel memutar tubuhnya ke samping, menghadap pada Seongwoo dan menatap wajah Seongwoo tepat pada satu titik.
"Kau bertanya kenapa?"
Seongwoo mengangguk.
Daniel menyeringai tipis. "Cause you are my sugar baby boy, and I'm your sugar daddy, Ong Seongwoo."
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
To be continue
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
.
.
.
.
.
a/n: Sebenernya, mau apdet besok. Apa daya, tangan ini gatal untuk klik publish;")) Saia harap karakter Daniel lumayan keliatan disini hEHEHEHE🌚
Now playing:
✓ Gashina - Sunmi.
✓ Chase Me - Dreamcatcher.
Tulunq aq kobam dua lagu itu wey;")) Dan saia pas denger + suka Gashina itu sehari sebelum Wanna One bilang kalau mereka suka Gashina, like OMG SATU SELERA SAMA BIAS;")))
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vomment ya yeorobun;)
XOXO,
Jinny Seo [JY]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top