❝ 발문 ❞

발문- (n) epilogue
This is just a lil pieces of the story

.
.
✦▶✧◀✦
〔 ❁ -; ᴀ ᴅ ᴅ ɪ ᴄ ᴛ ᴇ ᴅ〕
.
.
.

Daniel menghela nafas kasar. Ia membanting pena di genggamannya, membiarkan pena itu memantul di meja kerjanya, kemudian jatuh ke lantai dan bergulir. Suara geraman dari dirinya terdengar begitu mengerikan. Kertas-kertas berisi biodata beberapa individu tampak mengisi permukaan mejanya.

"Bangsat!," Daniel menendang meja kerjanya hingga meja tersebut terhempas. Suara debuman yang begitu keras menggema di dalam kamarnya.

Jinyoung, pelayan yang kini tengah memaku di luar pintu kamar Daniel, hanya dapat menundukkan kepalanya khawatir. Makian, bantingan barang, dan emosi tuannya bukanlah kombinasi yang ia harapkan. Oh ayolah, ia masih ingin melihat hari esok dan bertemu Jihoon jika ia sempat. Tekankan pada kata jika, andai saja tuannya tidak memintanya untuk bekerja mati-matian besok.

Oh tidak, lebih bagus ia bekerja mati-matian ketimbang mati di tangan tuannya hanya karena tuannya melihat sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya. Setitik debu, misalnya.

"Brengsek, ganja sialan. Keparat sialan!," Daniel meremat surainya yang telah berantakan sebelumnya. Ia merematnya begitu erat, hingga kulit kepalanya tertarik kuat.

Tangannya segera beralih, meraih telepon genggam di sakunya. Beberapa gerakan menekan dan mengusap layar ia lakukan, kemudian mendekatkannya pada daun telinga kanannya. Nada sambung terdengar memuakkan dan berulang, hingga akhirnya sebuah suara menyapanya canggung.

❝Tuan?❞

❝Sebaiknya kau urus para keparat yang bahkan tidak bisa memindahkan ganja-ganja itu dengan baik, dan juga para anjing pemerintah itu. Lakukan sebelum aku yang mendatangimu dan benar benar memutuskan kepalamu dari tubuhmu di hadapan kekasihmu. KAU DENGAR ITU TAEDONG? BANGSAT!❞

Sekali lagi, Daniel membanting barangnya. Kali ini, ponsel dan dinding dingin kamarnya yang menjadi sasaran amukannya.

"SEONGWOO!"

Jinyoung tergopoh, segera melesat menuju kamar.... uh, kekasih? Mainan? Um... istri? Fwb tuannya? Yah, apapun itu, Jinyoung tak terlalu pikir panjang. Yang jelas, Jinyoung harus memanggilnya.

Tanpa ketukan, Jinyoung masuk ke dalam kamar siapapun-dia-bagi-tuannya Seongwoo. Jinyoung bergidik ngeri, melihat pria dengan surai hitam berombak itu tampak lelap, sangat lelap, dalam tidurnya. Tak peduli dengan teriakan amarah, bantingan meja, dan ledakan emosi dari kamar di sebelahnya.

"Tuan, tuan Seongwoo!," Jinyoung menepuk pundak pria itu berulang kali, dengan tempo cepat dan juga cukup keras. Sayangnya, Seongwoo tetap hanyut dalam lelapnya.

Jinyoung memutar kepalanya, memperhatikan meja nakas di tepi kasur Seongwoo. Sebotol obat tidur berdiri tegak disana. Tidak tidak, tuannya yang satu ini tidak memakainya secara salah. Ia memakainya hanya ketika Daniel mengurungnya dalam waktu yang begitu lama dan membuatnya harus memulihkan diri dengan cara tidur lama.

Jinyoung menggigit pipinya keras. Teriakan Daniel memanggil nama Seongwoo kembali terdengar, pula tepukan Jinyoung yang kini berubah menjadi guncangan pada tubuh Seongwoo. Namun tetap saja ia tak membuka kelopak matanya. Kedua kelopak itu tetap terpejam, seakan mengejek Jinyoung untuk "sebaiknya kau menyerah dan mati saja, bung".

"T-tuan Seongwoo, kumohon, tuan Daniel tidak-"

"Seongwoo tidak bangun?"

Demi Tuhan, Jinyoung bersumpah ia tidak pernah merasa seterkejut ini dalam hidupnya. Ia melonjak, segera menoleh, dan membungkukkan tubuhnya dalam pada Daniel yang tengah memperhatikan dari pintu kamar Seongwoo dengan kedua tangan terlipat

"S-saya sudah-"

Ucapan Jinyoung terputus begitu saja. Daniel berlalu dengan langkah tegas, berjalan menuju sisi kasur Seongwoo, mengabaikan Jinyoung begitu saja. Diraihnya gelas berisi air putih milik Seongwoo, kemudian ia siram- ah tidak, ia hempaskan di wajah Seongwoo keras.

"Kh!"

Seongwoo terbatuk beberapa kali. Bibirnya terbuka, berusaha mengais udara secepat mungkin diantara air yang membasahi wajahnya. Ia segera mengusap kelopak matanya, dan bangkit untuk duduk di kasur miliknya.

Seongwoo menatap Daniel dalam, sesekali ia mengerjap polos. Meski begitu, binar keterkejutan dan takut begitu jelas mewarnai manik legamnya. Pria manis itu menyadari kelamnya aura yang menguar dari diri Daniel.

"D-dad-?," cicit pria yang lebih muda pelan.

"Apa kau tidak mendengar aku memanggilmu?"

Seongwoo menggeleng pelan dan terpatah. Pandangannya yang semula tertuju pada wajah Daniel, kini sudah tak lagi menatap sang dominan. Mungkin, selimut adalah jawaban terbaik untuk pandangannya kali ini.

"Jawab dengan mulutmu, Seongwoo."

"T-t-tidak-," Seongwoo menggigil, antara ketakutan dan juga rasa dingin air yang menusuknya.

"Bahkan ketika Jinyoung membangunkanmu?," Daniel bersandar pada tiang kasur Seongwoo dengan kedua tangan di dalam saku celananya. Pandangannya tajam membelah rasa berani dalam diri Seongwoo, seakan hendak membunuh kucing kecil itu.

Air mata menggenang di pelupuk mata Seongwoo. "D-dad, I-I'm sorry-," Seongwoo terisak. Kedua tangannya meremat selimut yang masih membungkus kakinya.

Ayolah, ia bukan manusia yang mudah menangis, tidak terlalu mudah. Hanya saja- ini terlalu mendadak. Ia hanya terlelap, dan Daniel datang, melemparkan air pada wajahnya, dan tampak siap untuk membunuhnya jika ia salah sedikit saja.

Seongwoo takut.

"Aku tidak dalam keadaan baik," Daniel memutar tubuhnya, menghadap langsung pada Jinyoung yang turut menunduk. "Sebaiknya kau keluar sekarang juga sebelum aku membunuhmu, sialan."

Jinyoung, lagi dan lagi, berlari terbirit untuk segera keluar dari kamar Seongwoo. Lirikan maaf pada pria di atas kasur sempat ia layangkan, sebelum akhirnya menutup pintu kamar Seongwoo dan pergi menjauh. Ia tidak yakin ia tidak akan mendengar teriakan Seongwoo yang terdengar begitu... pasrah? Nikmat? Entahlah, ia tak mengerti. Ia hanya bisa berharap, tuannya tidak harus memanggil ambulance dan melarikan Seongwoo ke rumah sakit.

Selepas kepergian Jinyoung, Seongwoo hanya dapat mematung di atas kasurnya. Dengan isakannya, dan juga pikirannya yang berkecamuk. Ia tak mengerti, sungguh, ia tak mengerti dengan Daniel saat ini. Apa yang terjadi, mengapa Daniel bisa berada di titik amarahnya ini? Apa ia berbuat salah?

"Get on your knees," titah Daniel seraya ia menggulung lengan kemejanya, menampilkan kulitnya dan beberapa tonjolan urat mengerikan di baliknya.

Seongwoo terkejut. Kepalanya refleks menggeleng ribut dan terisak lebih keras. "N-no dad, no. P-please-."

"Aku tidak suka mengulang Seongwoo."

Seongwoo bergerak turun dari kasurnya. Bukannya melakukan apa yang Daniel perintahkan, ia justru memeluk erat tungkai Daniel dengan tubuhnya yang bergetar. Ia menarik pelan dan meremat celana kain yang Daniel kenakan, tak lupa, kepalanya tetap menggeleng ribut.

"D-dad please, I-I'm tired-."

Daniel tidak melunak. Rahangnya justru semakin mengeras, melihat Seongwoo yang tampak begitu ketakutan dan memohon padanya yang benar-benar sedang memiliki suasana hati buruk untuk tidak mendominasinya.

"Better to get on your knees now, Seongwoo. Sebelum aku berpikir untuk membunuhmu juga."

Skakmat.

Seongwoo menangis dengan nafas tersendat, beberapa kali ia terbatuk karenanya. Perlahan, ia memundurkan tubuhnya dari Daniel, dan berlutut di hadapan sang dominan. Pandangannya terus menunduk, tak berani untuk menantang Daniel yang benar-benar dalam suasana hati terburuknya.

"All four."

Seongwoo mendongak, mencoba untuk berani menatap Daniel kali ini. Ia benci, benci dimana ia harus bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Jangankan tatapan memohon darinya diindahkan, Daniel bahkan tak menatap dirinya. Pria Kang itu sibuk melepaskan sabuk yang melingkari pinggangnya.

Barulah, ketika Daniel merasa Seongwoo tak juga bergerak sebagaimana yang ia perintahkan, ia membalas tatapan memohon Seongwoo.

Dingin, tanpa bantahan. Itulah Daniel saat ini.

"Kau mau aku mengulanginya, Seongwoo?"

Seongwoo menggeleng, segera ia merubah posisinya menjadi bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Air matanya melesat turun, mulai membentuk genangan kecil di lantai.

"Bagus," Daniel mendengus, "karena aku tidak suka pengulangan dan bantahan."

PLAK!

"Kh-!," Seongwoo menggigit bibirnya kuat, menahan suara-suara yang mungkin keluar dari bibirnya.

Seongwoo paham aturannya. Tidak boleh ada desahan atau rintihan ketika Daniel tidak mengatakan ia boleh melakukannya. Biarpun sabuk kulit berwarna hitam itu terus menampar seluruh tubuhnya, mulai dari leher hingga kakinya, ia tetap tidak boleh bersuara. Daniel tentu tidak suka ketika peraturannya dilanggar.

Dan Daniel tidak suka, ketika Seongwoo menjadi terlalu penurut.

PLAK!

"AH!," tepat pada tamparan ke-20 Daniel yang lebih kuat dari sebelumnya, Seongwoo terjatuh. Ia tidak mampu menopang dirinya lagi. Tubuhnya bergetar menahan sakit di punggungnya. Erangan-erangan kecil meluncur, sesekali ia tercekat dan terbatuk di sela tangisnya.

Daniel mengarahkan sepatu kulitnya pada dagu Seongwoo, kemudian mendongakkan kepala dengan surai hitam itu. Wajah Seongwo memerah dan nampak berantakan. Tonjolan di balik celana kain Daniel menjadi bukti jelas, bahwa tak ada rasa kasihan terselip di dirinya. Seongwoo menggairahkan, dan hal itu membakar diri serta kewarasan Daniel.

"Sakit?"

Seongwoo menggeleng pelan. Tangisnya kian menjadi-jadi. Keringat dan air mata sudah memenuhi wajah mungilnya.

"Lalu kenapa kau terjatuh?," Daniel mendongakkan dagu Seongwoo lebih tinggi, memaksa tubuh itu untuk bangkit dan kembali ke posisinya. "Apa aku menyuruhmu untuk terjatuh?"

"N-no- hiks, m-maaf-," Seongwoo mengerang dan kembali pada posisinya semula, dengan dua tangan dan lutut sebagai tumpuannya.

"Apa aku menyuruhmu untuk bersuara tadi?"

Seongwoo menggeleng.

"LALU KENAPA KAU BERSUARA?"

PLAK!

"AHH! I-it hur- ARGH!"

Seongwoo kembali terjatuh. Tubuh itu meringkuk dan bergetar hebat. Keningnya berkerut, menahan serangan rasa panas dan kebas di sekujur tubuhnya. Tamparan Daniel yang baru saja langsung menutup ruam merah tamparan yang lain.

Itu adalah tamparan paling keras, tamparan yang bahkan sanggup membuat sekujur tubuh pucat itu memerah bak kepiting rebus.

Daniel berjongkok, mendekat pada Seongwoo. Jemarinya mengusap surai hitam Seongwoo lembut, mendatangkan sengatan terkejut pada Seongwoo.

"Get on your knees, baby."

Daniel meraih lengan Seongwoo, membantu- tidak, memaksa dengan lembut Seongwoo untuk bertumpu dengan kedua lututnya.

Seongwoo tak dapat berbuat banyak ketika Daniel menurunkan celana kain yang ia kenakan, mengeluarkan penisnya, dan mengusapkannya pelan pada bilah bibir Seongwoo.

"Open your mouth slowly."

Seongwoo menurutinya. Ia membuka mulutnya perlahan, seiring dengan derai air mata yang turut meluncur perlahan di pipinya.

"That's it! Such a good boy, that's my baby," Daniel tersenyum lembut. Jemarinya mengusap air mata di pipi Seongwoo perlahan. Dengan hati-hati dan intens, ia melesakkan penisnya pada rongga hangat Seongwoo.

Terus, dan terus melesak menuju pangkal tenggorokan Seongwoo, tanpa peduli dengan Seongwoo yang melebarkan matanya dan menahan pinggang Daniel.

"Ssh, baby don't cry," Daniel mengerutkan alisnya. "Bukannya aku sudah memulainya perlahan?"

Seongwoo memberontak, ia mendorong tubuhnya menjauh, selaras dengan Daniel yang mendorong kepalanya untuk terus mendekat dan mencapai pangkal penisnya.

"Hhk-!," Seongwoo nyaris muntah, bahkan mungkin akan muntah sebentar lagi.

Penis Daniel benar-benar masuk ke dalam mulutnya hingga menabrak pangkal tenggorokannya. Manik Seongwoo berputar, nafasnya tersendat, tubuhnya melemas. Dan ketika Seongwoo merasa ia akan menjemput gelap, Daniel mengeluarkan penisnya.

Seongwoo menarik nafasnya rakus, sebanyak yang ia bisa. Ia pastilah akan merosot kembali ke lantai, kalau saja Daniel tidak mencengkram lengannya erat.

"Sudah?"

Bukannya berakhir, Daniel melakukan deep throating lagi pada Seongwoo. Dan setiap kali pria itu nyaris kehabisan nafas atau pingsan, di saat itulah Daniel mengeluarkan penisnya. Ia terus menerus melakukannya, terus menekan kepala Seongwoo hingga hidung Seongwoo menabrak perutnya.

Daniel mengerti, kepala Seongwoo sudah pasti berdentam hebat. Nafasnya dipermainkan olehnya, karena Daniel adalah penguasa dari tubuhnya, juga jiwanya. Tapi apa Daniel peduli? Sekali lagi, ia tidak.

Ia menyukainya, ketika Seongwoo putus asa, berpikir untuk pingsan dan semakin melemah, ia tetap hadir dan memaksa Seongwoo untuk tetap membuka kelopak matanya. Dan Daniel yakin, Seongwoo juga menyukainya.

Kucing kecil milik Daniel menyukai bagaimana Daniel menghukumnya dengan keras. Lihat saja, bagaimana penis Seongwoo menjadi tegak dan basah. Precum pria manis itu menggenang, membasahi dirinya sendiri, dan menetes di kasur.

Daniel tersenyum remeh kala ia menjauhkan wajah Seongwoo dari penisnya, membuat pria dalam cengkramannya tersebut terbatuk cukup hebat.

"Want to say something, honey?," tanya Daniel sembari berjongkok, menyamakan jarak pandang keduanya. Wajah memerah dan berantakan Seongwoo nampak jelas, bagaimana saliva membasahi bibirnya hingga mengkilat, bagaimana peluh dan air mata membasahi seluruh keindahan di sana.

Daniel mengusap konstelasi bintang di wajah Seongwoo. Ia menunggu jawaban pria itu atas pertanyaan yang ia lontarkan. Meski pada dasarnya, Daniel tidak suka menunggu.

Siapa yang berani membuat Daniel menunggu?

Terkecuali, Seongwoo. Hanya Seongwoo. Hanya.

Seongwoo terisak. Tangannya terulur, berusaha menggapai Daniel, kemudian memeluk lehernya erat, seakan takut Daniel akan pergi meninggalkannya sendirian di dunia ini.

"D-dad, j-jangan- marah hiks! I'm scared-," Seongwoo merapatkan tubuhnya pada Daniel, berusaha menenangkan dirinya sendiri yang gemetaran tanpa henti.

"Apa kau berusaha membangkangku?," Daniel tersenyum, telapaknya menepuk punggung Seongwoo lembut, berusaha menenangkan pria dalam dekapannya.

Seongwoo lantas menggeleng, pelukannya pada Daniel semakin erat, meski ia begitu lemah saat ini.

"D-daddy, i love you- i-i'm here for you, j-jangan hiks- jangan marah denganku-."

Daniel menaikkan alisnya jenaka. "And if I won't stop it?"

"Can i u-use m-my safe word-?," cicit yang lebih muda dengan suaranya yang serak. Pasti hentakan Daniel di mulutnya tadi menyakiti tenggorokan Seongwoo.

Daniel tercenung. Cukup lama ia mendalami permintaan Seongwoo pada dirinya. Apa ia terlalu keras pada Seongwoo kali ini?

Karena sungguh, sekalipun, Seongwoo tidak pernah menggunakan safe word mereka. Bahkan Daniel sudah lupa dengan keberadaan safe word dalam hubungan mereka!

"I c-cant-?," suara Seongwoo terpecah di ujung kalimat tanyanya. Tubuhnya yang semula sudah mulai tenang, kini kembali bergetar takut di dalam dekapan Daniel. Jemari Seongwoo meremat kemeja Daniel cukup erat; tak mau berpisah dari dekapan sang dominan.

"Hey, hey baby- sshh, my princess," Daniel kembali menepuk punggung Seongwoo. Kecupan-kecupan manis Daniel layangkan, mulai dari pipi hingga bahu sempit Seongwoo. "Apa dad melakukannya terlalu keras kali ini?"

Seongwoo menggeleng sejenak di sela isak tangisnya. "K-kau menyeramkan, I dont like it- hiks! A-and you p-punish me s-suddenly, with no r-reason. I-i'm clueless-."

"Am I?," Daniel menghela nafasnya kalut. Dengan lembut dan perlahan, ia menggendong Seongwoo, dan membaringkan tubuh kurus itu dengan hati-hati di kasur, seakan Seongwoo adalah sesuatu yang mudah pecah kapan saja. "I'm sorry, princess. I just- hh, entahlah. Sebaiknya kita tidak usah membahas ini, okay?"

Seongwoo membuka bibirnya, hendak melayangkan protes. Namun, melihat amarah yang belum sepenuhnya reda di balik manik Daniel, maka ia mengurungkan niatnya. Sebagai gantinya, ia mengangguk perlahan dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Daniel.

"Honey, apakah dad dapat melanjutkannya?," bisik Daniel pada Seongwoo. Gigi kelincinya mulai menggigit daun telinga Seongwoo gemas.

"Umh... five minutes."

Daniel tidak memaksa. Tidak lagi. Mungkin, sudah cukup hari ini, meski sebenarnya amarahnya masih berkecamuk jika ia mengingat kegagalan anak buahnya dalam menangani transaksi ganja kali ini. Tapi, sudahlah. Bagaimanapun, ia tak bisa menyakiti Seongwoo lebih dari ini. Tidak setelah permohonan Seongwoo yang hebatnya dapat mengetuk hati Daniel.

Daniel merapikan surai bergelombang Seongwoo yang basah oleh keringat. Ketika pandangan keduanya bertemu, Daniel memberikan senyumannya yang begitu tulus. Sontak hal tersebut mengundang semburat merah pada pipi Seongwoo.

"Seongwoo?"

"Yes?"

"You know that I love you so much, dont you?"

Seongwoo menunduk malu. Kedua telinganya memerah, mengundang tawa kecil dari Daniel. "C-can you say it, p-please?," pintanya pada Daniel. Kembali ia mendongak, mempertemukan maniknya yang membulat polos, memohon pada Daniel.

Daniel tersenyum tipis pada Seongwoo. Telapaknya mengusap surai hitam itu, kemudian mengecup bibirnya lembut.

"I love you, ich liebe dich, wo ai ni, saranghae, ik khou van jou, je t'aime, jeg elsker deg, jag älskar dig, eg elska þig, min-"

"S-stop! T-terlalu banyak, sudah cukup-," Seongwoo menenggelamkan wajahnya kembali, dengan rona lebih merah dari sebelumnya tentunya.

"Kau tak mau mengucapkannya hm?"

". . . . U-umn, i love you too, daddy! I do love you so much, Euigeon daddy."

.
.
.
.
.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
* . · . ✧ THE ˚ END ✦ . · . *
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *

.
.
.
.
.

a/n: Do you miss me like I miss youuu💕
KANGENN UNTUK KALIAN SEMUA YANG JUGA MERASA KANGEN SAMA DD

Maafkan selama ini menghilang dari pertapaan. Sujud syukur, saia SBM mendapatkan hasil yang diharapkan. Hehe. Setelah itu, y gt. Ospek berat jadi ga bisa buka wattpad, ospek aja tidur cuma sejam karena ngerjain tugas kating, JAHAT KAO KATING Q😭

Ya udah lah, intinya sekarang udah liburan semester dari tanggal 4, fakultas udah uas duluan, univ udah uas duluan. In case kalyan semua penasaran univ apa, pokoknya univ yang uas selalu duluan WKWKWKWK💕

Maaffff harusnya semalem apdet. Sumpah dah udah tinggal publish, eH KETIDURAN DONG, WAH EMANG YA_____-

Semoga, semoga sih, rencananya mau nulis ff selama liburan sampe maret (iya univ dd liburan masuknya maret hehe), bcs liburan panjang means gabut, which is dd ga tau mau ngapain yHAAA.

Well, see you again, my luv💕

XOXO,
Jinny Seo [JY]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top