Unboxing

Vote dulu sebelum membaca, ya (:
.
.
.
.
.
Chintya masih mondar-mandir dari dalam rumah sampai ke gerbang. Padahal, Prasetyo sudah menegurnya tadi.

"Perasaan, tadi gue udah ngomong sama lo, deh buat diem. Masih aja kayak setrikaan. Ngapain, sih?" tanya Prasetyo yang sudah melampaui batas kesalnya.

"Jangan kepo deh, Tyo!"

Prasetyo akhirnya menyerah dan membiarkan kembarannya sibuk dengan aktivitasnya yang entah apa. Ia masih memiliki urusan yang lebih penting daripada mengetahui apa yang tengah dilakukan Chintya.

"Teteh lagi ngapain?" tanya Harsa yang masih berkolor ria karena memiliki jadwal siang.

"Nunggu sesuatu, Sa. Lo gak kuliah? Anak baru kok bolos. Kesian emak bapak lo!"

"Atuh si Teteh. Kelasnya siang. Ya masa berangkat ke kampusnya pagi begini? Tuh, si Jian aja masih tamasya di pulau kapuk."

Chintya hanya terkekeh mendengar pembelaan Harsa dengan logat Sundanya yang kental. Harsa merupakan anak kosnya yang paling cerewet dan suka melawak meski kadang tidak lucu. Tapi, tetap saja membuat yang lain tertawa karena ulahnya yang ada-ada saja.

"Sa, lo gak ada kerjaan lain, kan?" tanya Chintya.

"Nteu aya, Teh."
(Gak ada, Teh)

"Oke kalo gitu. Lo bisa bantuin Tyo di belakang, gak? Dia lagi nata pot gitu lumayan gede. Tapi, gue mager. Padahal, kemarin gue emang janji bantuin dia," kekeh Chintya. "Tenang aja. Ada komisinya. Mie pangsit nanti malam."

Penawaran yang cukup menarik untuk Harsa yang doyan makan. Lelaki itu langsung mengiyakan dan berlalu dari harapan Chintya yang kini setia berdiri di depan pagar.

Entah apa yang tengah ditunggunya. Tetapi, ia sesekali membenarkan rambutnya yang tertiup angin. Juga mengecek pakaiannya apakah kusut atau tidak.

"Ah akhirnya..." sorak Chintya saat seseorang sudah berdiri di depan pagar. Ia menyambutnya dengan sangat bahagia.

Senandung kecil juga keluar dari mulutnya. Ia tak melepaskan tawa dari bibirnya sampai masuk ke dalam kamar. Namun, ia kembali ke luar saat melihat Harsa yang tengah mencuci tangan.

"Udah kelar, Sa?"

"Atos, Teh. Kunaon?"
(Sudah, Teh. Kenapa?)

"Pake bahasa Indonesia aja, please. Iya gue paham dikit-dikit, tapi dibiasain lah, Sa. Biar penghuni sini paham juga. Lo tau si Mario kadang gak ngomong sama lo? Itu karena dia gak ngerti."

"Aduh. Hapunten atuh, Teh. Saya gak tau. Kebiasaan."
(Maaf ya)

Chintya hanya memutar bola matanya dan berjalan ke arah kulkas. Ia meneguk segelas air dingin dengan cepat.

"Eh, Sa." Chintya mencondongkan tubuhnya ke arah Harsa sambil menengok ke kiri dan ke kanan. Memastikan kalau hanya ada dirinya dan Harsa di sini.

"Kenapa, Teh?" tanya Harsa yang memundurkan tubuhnya karena takut dikira berbuat apa-apa dengan sang ibu kos.

"Begini..."

"Gak begitu, kan?"

"Ih! Serius! Ini, Sa. Kamu tadi lihat motor di depan, kan?"

"Lihat, Teh. Oh, itu ke Teteh?"

Chintya mengangguk pelan. "Lo jangan berisik, ya. Tyo gak liat, kan?"

"Nggak kayaknya, Teh. A Tyo sibuk banget tadi."

"Oke bagus kalo gitu! Lo bisa jaga rahasia, kan?"

Harsa mengangguk pasti. Kalau meminta pertolongan, Chintya pasti akan menambah imbalan. Begitu yang ada di benak Harsa saat ini.

"Kalo ada siapapun yang dateng, jangan sampe ngetuk pintu kamar gue."

"Kenapa memang?"

"Gue belum kelar ngomong!"

"Oke sok mangga dilanjut, Teh."
(Silakan)

"Pokoknya, selama lo di sini. Jangan biarin siapapun ngetuk pintu kamar gue. Karena gue mau unboxing. Oke?"

Harsa mengangguk semangat. "Gampang itu. Kecil. Tapi, sekalian pop ice full topping ya, Teh?"

"Beres. Asal aman! Oke. Gue ke kamar dulu!"

Sepeninggal Chintya yang masuk ke dalam kamar, Harsa melihat ke sekelilingnya dan tidak ada orang. Prasetyo juga masih sibuk dengan tanamannya. Harsa memang tidak membantunya sampai selesai karena alasan takut telat ke kampus.

Memang, tidak sepenuhnya salah meski sedikit menipu. Harsa mengambil handuknya dan hendak pergi mandi sebelum Jian bangun dan mendahuluinya. Ia tahu, temannya yang satu itu akan sangat lama di kamar mandi kalau tidak di buru-buru kelas akan segera dimulai.

Selesai ritual mandinya yang tidak lama, alias hanya membasahi tubuhnya dari kepala sampai kaki sebagai formalitas, Harsa membangunkan Jian agar segera mandi karena kelas akan dimulai satu jam lagi.

"Ji, hudang! Telat nyaho maneh!"
(Bangun! Tau lo!)

Jian hanya memutar tubuhnya membelakangi Harsa.

"Oh ini mah mesti pake jalan gelap!"

Harsa menggosok rambutnya yang basah tepat di wajah Jian yang langsung membuat temannya itu menggelinjang dan bangun. Tidak lupa menoyor kepala Harsa sebelum bangkit.

"Eh, Ji. Kamu mau ke luar, kan? Saya mau pake baju, ini. Kalo ketemu a Tyo atau siapapun, bilangin jangan ngetuk pintu kamar teh Tya, ya. Lagi unboxing."

Jian yang setengah mengantuk itu pun hanya mengangguk dan berjalan ke arah kamar mandi.

Benar saja, Jian memang kebalikan Harsa. Lelaki itu menghabiskan setengah jam di kamar mandi yang tentu saja cukup lama untuk seorang laki-laki. Setelah mandinya selesai, ia berjalan santai dengan hanya menggunakan kolor bunga-bunga favoritnya.

"Eh, Jian. Lo baru kelar mandi?" tanya Prasetyo yang datang dari arah dapur.

"Iya, A. Sebentar lagi kelas."

"Oke, deh." Prasetyo berjalan santai menuju kamar Chintya.

"Eh, A Tyo mau ngapain?" tanya Jian panik sebelum Prasetyo mengetuk pintu kamar sang kembaran.

"Ada urusan, gue."

"Jangan, A!" cegah Jian lagi.

"Kenapa, dah?"

"Em, ini. Saya teh tadi dapet pesan dari Harsa. Teh Tya titip pesan ke Harsa."

"Gimana? Jangan berbelit-belit, dong." Prasetyo mulai tak sabar.

"Gini, teh Tya jangan diganggu lagi di unboxing kitu tea," kata Jian yang ragu dengan apa yang ia ucapkan sendiri.

"Oh. Siang-siang banget." Prasetyo menanggapinya dengan santai. Sampai, ia melihat seseorang di ambang pintu.

"Lah, Kun? Lo kok di situ?" tanyanya.

Kuncoro yang baru saja datang mengernyit heran. Kan, memang ia sudah mengatakan kalau ia pergi ke restorannya tadi pagi.

"Ini baru balik dari resto. Kenapa, ya?" tanyanya.

"LAH JADI?" pekik Prasetyo.

"KUN! LO JANGAN DIEM AJA, ANJIR!" teriakan Prasetyo tentu membuat Kuncoro yang baru saja datang itu ikut panik meski belum tahu apa sebabnya.

"Kun! Bini lo di unboxing siapa anjir? Kun! Cepat dobrak!"

Kuncoro masih belum menangkap maksud kembaran istrinya itu. Sementara, Jian malah menonton kehebohan antar ipar tersebut.

"Itu, si Jian bilang Tya lagi di unboxing gila, lo! Masa sama Dion? Cepet dobrak!" tunjuk Prasetyo ke arah kamar mereka.

"Ketuk baik-baik kan bisa. Nanti rusak." Kuncoro masih bersikap santai.

"Gila lo! Ini genting lo malah mikirin pintu! Cepet! Urusan pintu gampang diganti!"

Kuncoro akhirnya menuruti perintah Prasetyo dan mulai mendobrak pintu kamarnya sendiri. Sekali, dua kali dan yang ke tiga kali ia berhasil menjebolnya.

"HEH APA-APAAN NIH?" pekik Chintya yang langsung berkacak pinggang. Ia melihat suaminya yang terengah-engah dan Prasetyo yang menatapnya panik.

"Tya! Lo di unboxing sama siapa?" tanya Prasetyo.

"APAAN TYO ANJIR? LO GILA APA? GUE LAGI UNBOXNG MERCH IDOLA GUE! ITU NANTI BUAT GUE POST DI IG ANJIR! TERUS INI KENAPA MALAH KUNCORO DOBRAK PINTU?" Chintya menatap garang Prasetyo dan Kuncoro bergantian.

"Tyo yang nyuruh!" tunjuk Kuncoro yang menciut karena kemarahan Chintya yang menggebu-gebu.

"Jian yang bilang kalo--"

"HARSA! JIAN!" teriak Chintya memotong pembicaraan Prasetyo.

"Iya, Teh." Kedua lelaki yang sudah bersiap hendak pergi ke kampus itu pun langsung menghadap sang ibu kos yang tampak marah.

"Harsa gue bilang apa sama lo?"

"Jangan ada yang ganggu Teteh karena mau unboxing, kan?"

Chintya mengangguk. "Terus? Kenapa sampe Kuncoro dobrak pintu kamar gue, Harsa?"

"Gak tau, Teh. Saya titip ke Jian. Soalnya, saya mau siap-siap buat ke kampus."

Tanpa melontarkan pertanyaan, Chintya menatap ke arah Jian.

"Em, aduh, hapunten, Teh. Saya tadi ngantuk. Saya dengernya Harsa bilang Teteh lagi di unboxing," jawab Jian dengan tidak enaknya.

Chintya menepuk dahinya dan terduduk di lantai dengan lemas. Bisa-bisanya terjadi hal seperti ini. Padahal, ia tinggal menunjukkan member terakhir dan harus berakhir seperti ini.

"Adek, jangan pingsan. Nanti, Mas bantu unboxingnya, ya." Alih-alih menenangkan, perkataan Kuncoro malah terdengar ambigu.

"Diem lo pada! Jangan ada yang ngomong sama gue! Terutama Jian sama Harsa! Seminggu!" ancam Chintya sambil kembali masuk ke dalam kamar yang untungnya, pintunya tidak mengalami kerusakan yang berarti.













Jadi, menurut kalian ini salah siapa? Hahaha
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top