kamis sial
Disclaimer : ini fic (sequel) untuk fic it's not good, ya-- punya nya society-kun
Characters belong to monsta
Im inspired to write the sequel of nextarsama's beautiful fic so here i am
Tags : kaga angst, humor galucu tapi ketawain aja, panjang gatau ah,yauda si,tau ah ngapain sih di google doc pake tags, aih dodol, aku dodol, taufan dodol, kita semua dodol, bumi ini ilusi.
°°°°°°
Mata Taufan sedikit membelalak ketika melihat sang kakak menggendongnya, "...kak Hali?"
Hali hanya mengangguk pelan, menatap adiknya dengan cemas, bagaimana tidak? Di depan pintu rumah mereka, jika ia telat sebentar saja, kepala Taufan sudah pasti akan mendarat ke pot keramik disitu.
"Kalau sakit kenapa malah sekolah tadi?" Tanya Hali sambil menggendong Taufan dengan mudahnya, menaiki tangga rumahnya.
Taufan terdiam, kepala nya seakan tertusuk, boro-boro dipakai untuk berfikir, rasanya terlalu sakit.
"..itu"
"Ada ulangan matematika.." jawab Taufan lirih, nafas nya yang sudah terpingkal karena rasa sesak itu membuat kesadarannya semakin berada di ambang ketiadaan.
"Kak Hali jadi repot kan? Gausa gendong gini ah, dikira aku anak kecil apa..?" Tanya Taufan berusaha menenangkan kakaknya, namun sepertinya usahanya gagal.
Yah,bagaimana lagi, Hali dan Gempa memang sangat mengerti tentang kebiasaan Taufan untuk berbohong untuk menenangkan mereka.
Kenapa aku sakit lagi sih?
Sepertinya semakin bertambah umur, kondisi fisikku malah makin parah begini?
.
.
Sebenarnya dia pun bingung dari kapan ia mulai sakit? Tapi jika diingat-ingat, satu minggu belakangan ini dia terlalu disibukkan oleh kegiatan ekstrakurikuler nya, jadi dia harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar karena pekan ulangan harian.
Dia harus mengorbankan jam tidurnya untuk belajar, ulangan fisika dan kimia di hari senin, biologi di hari selasa, bahasa inggris di hari rabu, Matematika wajib dan matematika 'peminatan' di hari Kamis.
Dia jadi sering begadang dan bangun di pagi buta untuk belajar.
Ia tak ingin membuat kembarannya malu, mereka berdua itu mendapat peringkat yang baik di kelas mereka masing-masing, Taufan tak ingin mengulang kesalahan, lalai dalam belajar dan remedial pelajaran matematika dengan guru yang sangat suka mempermalukan muridnya itu.
Dia masih ingat dengan rasa malu yang ia rasakan saat mereka bertiga sedang istirahat di kantin dan ibu guru itu datang dan seenaknya mempermalukan Taufan didepan saudara-saudaranya, mengatakan seberapa bodoh dan bedanya Taufan dari kedua saudaranya itu, dan bahkan mengatakan bahwa Taufan malas!
Yah memang malas sih-- Taufan kurang suka Matematika, tapi percayalah, dulu nilai dia selalu diatas kkm. Semenjak diajar oleh guru ini, ia tak lagi memiliki mood belajar Matematika, itulah kenapa nilai dia terjun bebas, ok?
Ini ke sepersekian kalinya Taufan menguap, rasa kantuk memaksa matanya untuk menutup tapi ia tak mau tidur, Tidak sampai ia mengerti bab ini.
Namun dia ketiduran.
Iya, tertidur di meja belajar nya.
Ia terbangun saat alarm yang sempat ia pasang di ponselnya itu berbunyi, pukul 03.00 pagi. Taufan segera mematikan alarm nya, memastikan agar kedua saudaranya yang masih terlelap tidak terganggu.
Ia menyadari ada selimut di atas punggungnya, tawa kecil terdengar dari sang pemilik manik biru itu "makasih, Gempa" bisiknya pelan.
Adiknya yang satu itu memang sungguh perhatian, dia dapat membayangkan Gempa yang menggelengkan kepala saat melihat dia tertidur di kursi seperti itu.
Taufan membawa buku dan alat tulis nya dan membuka pintu kamar dengan perlahan, berusaha tidak menghasilkan bunyi apapun.
Ia menaruh buku-bukunya di lantai di depan kamarnya, dan langsung menelengkupkan tubuhnya, melanjutkan kegiatan belajar matematika nya itu.
Soal demi soal ia coba selesaikan, sebenarnya ia merasa kepala nya sakit, seakan ada kawat yang menarik dalam kepalanya, ia mengernyitkan dahi nya, "ini aku alergi matematika kayanya"
.
.
Hari Kamis memang hari dimana Taufan akan berangkat duluan ke sekolah sebelum kakak dan adiknya. Iya, karena piket.
Ia membuka kulkas, ada beberapa telur dan nugget, Taufan segera mendadar telur dan menggoreng nugget itu, menata nya rapih di meja makan dan memakan nya sendirian, karena saudara-saudara nya masih sibuk bersiap.
"Kak hali! Gemgem! Aku berangkat duluan ya, Assalamualaikum!" Teriak Taufan, ia dapat mendengar Sahutan jawaban salam dari adik nya, dan keheningan dari Hali.
Yah, Hali lagi mandi jadi jawab salamnya dalam hati.
Di perjalanan berangkat, Taufan merasa pandangan nya berputar, ia mengedipkan mata nya, berusaha menormalkan kembali penglihatannya.
"...nanti pulang harus minum vitamin c kayanya" gumamnya, sedikit khawatir akan kondisinya sendiri.
.
.
Ia hampir saja terjatuh karena pandangan nya yang kini berkunang-kunang. Ia kadang merasa penyakitnya terlalu lebay. Beruntungnya Tangannya dengan sigap memegang pintu kelas untuk menopang tubuhnya.
"Assalamualaikum"
"Taufan,piket!" Ucap salah satu anak kelas nya.
"Jawab salam dulu bisa kali bro"
"Waalaikumsalam,sekarang, piket."
Taufan memberi gestur 'hilih' ke teman sekelasnya itu, menurunkan bangku nya dan menaruh Tas sekolahnya.
"Ayo Taufan, gamungkin kan debunya bersih semua disapu angin pagi?"
"Bac*t"
"Astaghfirullah,sodara nya ketua osis ngomong kasar"
"Cot"
"Heh laporin nih"
"Cot itu cotangent, belajar makanya"
"Ohiya anjir hari ini ujian mtk ya?"
Taufan tidak menjawab kawannya yang satu itu dan mengambil sapu, lagi, ia merasa pandangan nya berputar. Nafas nya sedikit terasa sesak dibarengi dengan sensasi nyut-nyutan di dahi nya.
"Taufan gausah pura-pura sakit demi ngga piket dah"
Ingin rasanya Taufan memukul kawannya itu pakai sapu, namun ia harus menyimpan energi nya.
"Eh--" mata kawannya terbelalak.
Taufan merasa ada cairan mengalir dari hidungnya, masa ia sih meler harus banget di depan temen? Batinnya kesal.
"Fan, hidungmu!"
Taufan mengusap hidungnya menggunakan punggung tangannya, namun bukan cairan bening yang terlihat namun cairan merah.
"Anjay mimisan-- astaga mimisan gw!" Ucap Taufan, darah yang terus mengalir dari hidungnya itu menodai lantai dan pakaiannya.
"Weh, ada tissue ga?"
"Assalamualaikum"
Pas sekali seorang gadis masuk dengan alim sambil mengucapkan salam.
"Yaya, kamu ada tissue ngga?"
"Jawab salam dulu kali"
"Waalaikumsalam, Yaya ada tissue ngga? Itu si Taufan mimisan" ucap kawan Taufan itu.
Mata Yaya kini tertuju ke arah Taufan, "ya Allah, bentar-bentar, aku punya tissue kok, Taufan jangan tenggak gitu kepalanya!"
Taufan mengangguk, menundukan kepalanya, darah terus mengucur deras dari hidungnya, "aduh lantainya jadi kotor lagi"
"Taufan, jangan nunduk juga." Ucap Yaya sambil mengeluarkan tissue dari tasnya.
"Lah terus aku harus apa ya? Kayang? Roll depan?"
"Ya ngga, biasa aja jangan nunduk jangan tenggak"
Taufan mengangguk, segera setelah ia menerima tissue dari Yaya ia langsung menyumpal hidungnya.
"Kamu mending ke UKS gih." Ucap Yaya sambil berinisiatif menarik sapu dari tangan Taufan.
"Ngga Ya, udah santuy aja kaya ginian doang mah gausa ke UKS segala" jawab Taufan.
Yaya mengernyitkan dahi, "yaudah sana duduk, biar aku yang gantiin piket"
"Gapapa nih?"
"Gapapa, udah sana duduk"
Taufan mengangguk sambil berterimakasih kepada ketua kelas yang sangat dapat diandalkan sekaligus peraup segala penghargaan di sekolah itu.
Tak lama, kelas pun dimulai..
.
.
Di antara semua hari , Taufan memang merasa hari kamis adalah hari yang berat. pertama, ia harus berangkat pagi karena piket, kedua, ada pelajaran prakarya yang entah kenapa dia yang jadi pesuruh guru. Ketiga, pelajaran kimia, keempat, pelajaran ini.
Pelajaran mengesalkan dengan guru yang juga mengesalkan.
Pelajaran apalagi selain matematika peminatan? Peminatan apanya? Lebih cocok diganti nama menjadi matematika pemaksaan.
Dan sayangnya, kamis ini menjadi kamis yang jauh lebih buruk dibanding kamis biasanya bagi Taufan.
Mimisan di pagi hari, dan pandangan yang terus-menerus berputar dan terkadang menggelap, membuat dia mual dan sulit bernafas.
Lagi, ia mengernyitkan dahinya, menahan rasa sakit yang menyerang kepalanya.
"..Taufan,kamu kenapa bengong aja? Itu kertas nya di oper." Omel guru matematika 'peminatan' itu.
Rasanya ingin Taufan intropeksi diri dan mencari dimana kesalahan nya sampai guru nya yang satu ini terus-terusan mencari masalah dengannya.
Taufan mengangguk "maaf bu" ucapnya sambil mengambil satu lembar kertas dan mengoper sisanya ke barisan belakang.
Guru itu terus-terusan ceramah akan anak zaman sekarang yang sudah akhlakless dan tidak beretika dan percayalah, itu membuat kepala Taufan semakin pusing.
Sesekali telinganya berdengung, saat mengerjakan soal kepala nya terus-terusan menyiksanya. Rasa sakit kepala yang cukup ekstrim baginya, ini lebih parah dari yang biasanya.
Rasanya kepala belakangnya seakan disetrum, sakit.
Ia tak dapat fokus mengerjakan soal karena rasa sakit ini, sial. Aku gamau remed lagi.
Taufan berusaha untuk mengerahkan segala fokusnya untuk mengerjakan soal-soal itu, setidaknya pas kkm saja.. dia tidak minta lebih dari itu.
Guru itu akhirnya meninggalkan ruangan ketika bel sudah berbunyi, menandakan waktunya pergantian jam pelajaran. Taufan menghela nafas lega karena dapat lepas dari guru mengesalkan itu.
"Gila bro soalnya susah banget" keluh Kawannya.
Taufan menarik nafas perlahan, menghembuskan nya lewat mulut, berusaha menenangkan rasa sakit di tubuhnya ini.
"Hari ini kenapa sih?" Keluhnya.
"Piket malah mimisan lah, pas istirahat gabisa ketemu sodara-sodaraku gara-gara guru kita seenaknya ngambil jatah istirahat lah-- ujiannya lebih keras dari ujian hidup pula" lanjutnya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri, merasa pusing akan segala hal yang beruntun terjadi kepadanya.
Syukurlah, guru mata pelajaran terakhir tidak masuk. Taufan bisa menggunakan sedikit jam kosongnya untuk tidur.
Fikirnya.
Nyatanya..
"Taufan, tugas B.indo dikumpulin besok! Sini bantu revisi"
Taufan menghela nafas panjang, "Ya Allah, laper." Ucapnya, teringat ia belum menyantap apapun di siang hari ini. Ia melangkah ke arah kawan-kawannya yang sedang mengerjakan tugas. Yah, namanya juga tugas kelompok, kamu harus ikut serta fan. Batinnya.
Kriiing
Akhirnya. Sungguh, Taufan sungguh sangat menunggu bel ini berbunyi. Bel tanda waktu pulang sekolah.
Ia merasa tubuhnya sudah tak kuat, ia harus segera sampai ke rumah, kalau lebih lama seperti ini siapa yang tahu? Mungkin ia akan pingsan di jalan raya.
Taufan berdiri dari bangkunya, dengan refleks tangannya memegang dahinya yang sakit itu. Ia tersenyum masam karena sangat lelah dengan sensasi sakit ini.
Pandangannya sudah seperti tv diluar jam tayang, hanya menampilkan layar kesemutan dengan bunyi bzzz bzzz.
Bedanya suara yang terdengar di telinga nya berbunyi dengungan yang kadang seakan terpendam.
"Oh iya, harus nyamperin Gempa sama Hali dulu.."
.
.
"Assalamualaikum, ada Gempa ga?" Ucap Taufan didepan kelas 11 IPA 2 , kelas yang paling dikenal ambis dibanding kelas lain.
Gadis berkacamata menyaut pertanyaannya, "Gempa lagi ada rapat OSIS kayanya"
"Owalah, makasih ya!" Ucap Taufan, berusaha terdengar enerjik walau sebenarnya ia bahkan tak akan kaget jika ia pingsan disini.
Ponsel nya berdering, sebuah pesan masuk dari sang Adik 'kak Taufan, pulang duluan bareng kak Hali aja ya, aku ada rapat sampe sore'.
'oke, jangan terlalu capek ya gem!' ketiknya sambil bersandar di tembok. Kini pandangan nya seakan dipenuhi filter vignette.
Taufan melangkah ke kelas 11 IPA 1 sekarang, lagi ia mengucapkan salam. "Assalamualaikum, ada kak Hali ngga?"
Namun yang membalas sekarang adalah benar suara kakaknya dan bukan suara orang lain.
"Taufan, aku ngepel bentar soalnya airku tadi tumpah. Duluan aja."
"Nggapapa aku tungguin kak" ucap Taufan, namun jujur matanya tak lagi dapat terfokus ke arah kakaknya. Ia terlalu pusing.
Dan sepertinya kakaknya menyadarinya. "Kamu pucat, pulang aja duluan deh."
Taufan terdiam sejenak lalu mengangguk. "Jangan lama-lama ngepelnya ya kak."
Ia melangkah pergi, kini ia semakin sempoyongan.
"Haduh,kangen rumah." Ucapnya, sepertinya perjalanan ke rumah kali ini akan cukup panjang.
.
.
Sudah terjatuh, tertimpa tangga pula. Rasanya Taufan relate banget sama kata-kata itu untuk hari ini.
Bayangkan, di perjalanan pulangnya, baru saja keluar gerbang sekolah, seekor angsa ganas sudah menunggu untuk menyosornya.
Suara yang bagaikan klakson honk honk itu cukup untuk membuat telinganya berdering cukup kencang dan tiba-tiba sayup untuk sesaat.
"Gila, dosa apasi aku?" ucap nya, setelah ia berhasil lari dari angsa honk honk itu. Kini mual nya semakin parah, mungkin karena pusing yang ia derita ini.. belum lagi ia belum makan siang.
Ia kira penderitaannya sudah berakhir, namun tidak semudah itu fergus-- Taufan, nyatanya, ini belum seberapa.
Saat ia berjalan dengan damai tentram walau tidak sejahtera, memastikan bahwa ia tak akan menghalangi kendaraan yang ingin lewat, ada bapak-bapak yang mengklakson nya berkali-kali. Membuat kepalanya serasa mau meledak. Taufan menggigit bibirnya, ia takut cairan masam di perutnya memaksakan isi perutnya untuk keluar.
Dan saat di perempatan, tiga menit lagi untuk sampai rumahnya, ada ibu-ibu barbar berdaster tanpa helm, mengendarai motor dan memberi sen kanan tapi belok kiri, dan bodohnya walau Taufan tidak berada di kanan ataupun di kiri ibu itu, ibu itu tetap saja berhasil menyenggol nya.
Subhanallah, keserempet motor.
Taufan merasa fikirannya kosong sejenak, pandangannya menggelap sejenak, ia merasa ada benda yang menubruk dirinya walau tidak terasa terlalu sakit sih..
Saat kesadarannya mulai kembali, ia menemukan dirinya, dengan celana seragam yang sobek di lutut karena lututnya berkenalan dengan aspal, dan sikut nya yang berdarah karena menahan agar kepala nya tak membentur dataran.
"Astagaaa dek! Makanya kalau jalan hati-hati!"
Excuse me bu???
"..bu tapi kan saya jalan nya udah di pinggir bu." Ucap Taufan lirih, meringis kesakitan.
Sebenarnya tak seberapa sakit, jika kondisi nya normal ia pasti tak akan sampai begini.
Masalahnya, hari ini ia merasa ia sedang simulasi cobaan hidup. Tak ada yang beres baginya di hari ini.
"Jadi adek nyalahin ibu gitu??? Jelas-jelas ibu udah ngesen kenapa adek ga liat!"
Taufan merasa jengkel. Sudah ibu itu menyerempet Taufan, bukannya minta maaf malah mengomel.
"Yaudah bu gapapa, ibu lanjut naik motor aja bu, saya ga akan lapor pak RT kok bu." Ucap Taufan sudah sangat pusing.
Darah mengalir dari hidungnya, menetes ke seragam sekolahnya. Pandangannya semakin rancu, kadang gelap total, kadang hanya menampilkan warna putih dengan percikan warna bersaturasi tinggi,
Ibu itu terlihat panik, takut akan disalahkan, ia langsung naik ke motor nya dan pergi meninggalkan Taufan.
"Semoga ga kecelakaan ya bu" gumam Taufan kesal.
Ia melangkah, menahan darah dari hidungnya menggunakan punggung tangannya.
Hanya satu hal dibenaknya, ia ingin rebahan.
Jalan nya tergopoh karena luka akibat diserempet motor, dia hanya berdoa semoga tak ada lagi nestapa yang akan menghampirinya.
Setiap lima langkah, tubuhnya seakan memberontak, membuatnya hampir pingsan, namun Taufan memaksakan diri untuk bisa sampai ke rumahnya.
Begitulah, ia entah bagaimana sudah berdiri didepan pintu rumah.
Namun tubuhnya sudah terlanjur menyerah, kehilangan kekuatan dan oleng.
°°°°
Tak lama setelah mengepel lantai, Hali langsung mengambil tas nya dan meninggalkan kelas.
Sebut saja ini insting kembar, namun ia merasa ada yang tak beres.
Taufan tadi terlihat sangat pucat, Hali sedikit merutuki dirinya sendiri kenapa ia sampai membiarkan Taufan pulang sendirian?
Ia mengirim pesan ke sang adik tengah, 'Taufan sudah sampai rumah?'
Namun tak ada balasan.
Harusnya sih, Taufan sudah sampai di rumah minimal lima belas menit sebelum Hali.
Makanya Hali terkejut saat melihat Taufan berdiri didepan pintu rumah mereka, mengapa Taufan baru sampai?
Namun ia melihat ada yang tidak beres, sikut Taufan yang berdarah dan seragam adiknya yang kotor itu..
Dan segalanya terasa sangat cepat, Tubuh Taufan oleng dan dengan secepat kilat Hali berusaha menangkapnya.
Ia dengan sigap memegang sang adik agar tak terjatuh, "Taufan!"
"Taufan- kau dengar aku?" Hali merasa panik,bagaimana tidak, bekas darah dihidung Taufan dan seragamnya, seragam celana yang sobek di bagian dengkul dan dengkul yang penuh luka, intinya sang adik terlihat sangat berantakan.
"Sial!" Keluhnya. Adik kembarnya itu kini mengerutkan dahi, menunjukkan ketidaknyamanan akan kondisinya.
Hali dengan sigap menggendong Taufan di punggungnya dan membuka pintu rumah.
"..kak Hali?" Tanya Taufan linglung, seakan masih tak dapat memproses apa yang terjadi.
°°°°
Setelah membaringkan Taufan di kasur Gempa, Hali langsung meraih ponselnya, menghubungi sang adik termuda.
Ia tahu Gempa sedang ada rapat dan tak boleh diganggu namun ini hal yang cukup darurat.
Dial yang cukup lama namun akhirnya suara terdengar dari balik ponsel "kak Hali? Kenapa menelpon? Aku lagi rapat kak"
Hali menghela nafas "Gem, Taufan pingsan.. badannya juga luka-luka, aku gatau dia kenapa."
Hali dapat mendengar suara terkejut Gempa, "kak Taufan pingsan?....oke kak, aku bakal izin rapat, kak hali hubungi dokter ya."
Kak Taufan, kak Taufan baik-baik saja kan?
.
.
Gempa sampai dirumah dan langsung beranjak ke kamar tidurnya,
Benar saja, ia menemukan Taufan yang terbaring lemah diatas kasur miliknya.
"Gempa.." panggil Taufan lirih.
Gempa menghampiri Taufan, alisnya berkerut saat melihat betapa berantakan tampilan Taufan.
Taufan didepan nya masih menggunakan seragam kotor , celana seragamnya digulung hingga paha dan dengkul nya diperban.
Taufan seakan sadar akan tatapan adiknya, dengan penuh usaha ia membuka mulutnya lagi "maaf..kasurmu jadi kotor gara-gara aku"
Gempa menggeleng,ia sangat panik, ia takut Taufan akan kenapa-kenapa. Cairan hangat membendung di mata nya, "kak kok bisa sampe begini?" Tanyanya.
Taufan tersenyum simpul, "banyak hal.."
"Tadi ada ibu-ibu nyerempet aku..aku ngga papa sih kayaknya" jelas Taufan dengan tawa lemahnya. Namun kepalanya langsung sakit saat tertawa.
"Ngga papa gimana, lihat lukamu! Nanti kita laporin aja ke RT" omel Hali.
"Dokter nya sudah di perjalanan mau kesini."
Taufan mengangguk kecil "aku mau mandi"
Gempa menggeleng, "gaboleh kak, kondisi kak Taufan masih parah begini."
"...yaudah, aku mau ganti baju aja." Ucap Taufan, ia tidak nyaman harus terus menggunakan seragam kotornya ini.
Gempa dengan sigap membuka lemari, mencari pakaian yang nyaman untuk Taufan pakai.
Ia membantu Taufan mengganti pakaiannya, hati nya dipenuhi kekhawatiran setiap Taufan meringis kesakitan.
Dia tahu betul kalau kembaran keduanya sedang tidak baik-baik saja.
Dan saat Taufan duduk untuk mengganti baju nya, ia terlihat sangat lemah dan rapuh.
Dan sedetik setelah Taufan berhasil mengganti pakaian nya dengan penuh perjuangan, tubuhnya terjatuh lemas ke pelukan sang adik.
Manik Hazel milik Gempa membelalak, ia dapat merasakan nafas berat Taufan di pundaknya "kak..?"
"Taufan--" , Hali langsung ikut menghampiri.
Taufan benar-benar kehilangan kesadaran setelah itu. Ia sudah tak dapat menahan rasa sakit yang bergejolak di tubuhnya.
°°°°
Gempa menatap dengan mata yang penuh kekhawatiran, setelah kakaknya kehilangan kesadaran, fikirannya langsung menghantuinya.
Ia takut akan terjadi sesuatu kepada Taufan.
Jujur, diantara ketiga kembar itu, Gempa itu yang paling sering sakit. Dan yang kedua adalah Kak Hali. Namun walau mereka lebih sering sakit, sakit mereka tidak pernah terlalu parah.
Paling hanya demam dan pusing, terkadang ditambah mual.
Namun sang anak tengah ini memiliki cerita yang berbeda. Orang tuanya pernah cerita kalau saat umur tiga tahun Taufan pernah muntah darah. Alasannya? Karena dia yang pecicilan sejak lahir dan rasa penasaran yang tinggi.
Ia kira cairan pel itu adalah minuman, karena ibunya yang sedang di dapur dan sedikit lalai, taufan perhasil memasukan kepalanya ke ember dan meminumnya.
Ia muntah darah sejadi-jadinya, membuat orang tua nya sangat panik. Bahkan katanya, di rumah sakit ia sampai di bawa ke icu.
Imun tubuh Taufan jauh lebih kuat, atau mungkin karena dia yang menganggap enteng sakitnya jikalau masih terasa ringan.
Sedikit sakit kepala bukanlah halangan baginya.
Namun sekalinya ia sadar bahwa ia sakit, ia seperti orang sekarat.
Penyakit lebay untuk orang santai sepertinya.
Gempa mengamati dokter yang sedang memeriksa Taufan. Dahinya mengerut, "tekanan darahnya rendah banget,dehidrasi juga." Ucap sang dokter.
"Lalu tadi keserempet motor ya? Lebih baik kita bawa ke rumah sakit, takutnya ada cidera."
Gempa menggigit bagian bawah bibirnya, jika saja tadi ia bangun lebih pagi dan mengecek kondisi Taufan sejenak, tidak membiarkannya berangkat sendiri, menghampiri kelas Taufan saat istirahat, jika saja..
Hali mengangguk, "ok ,dok." Ucapnya.
°°°°
Hali dan Gempa mendengar penjelasan dari dokter segera setelah pengecekan terhadap Taufan selesai.
"Dia gegar otak Ringan, mungkin karena keserempet motor."
Mata Gempa membelalak, "..lalu apa dia akan baik-baik saja dok?"
Dokter itu tersenyum, "tenang saja, namanya doang yang seram, gegar otak ringan bukanlah hal yang menakutkan..yah walau dia harus benar-benar istirahat untuk sementara waktu."
Kedua saudara kembar itu menghela nafas lega, setidaknya Taufan tidak dalam kondisi yang genting.
"Aku sudah menghubungi ayahmu, dia setuju agar Taufan dirawat dulu disini hingga kondisinya membaik, jadi kalian langsung saja ke ruang rawat ya, segala prosedurnya sudah di urus."
Kedua saudara itu mengangguk, mereka pergi menuju ruang rawat inap.
"Kak Hali.. sebenarnya aku merasa kak Taufan udah pucet dari semalam..harusnya aku larang dia sekolah ya.."
Hali terdiam, tangannya mengusap rambut sang kembaran termuda, "bukan salahmu. Ngga ada yang salah."
Sang adik membuka pintu kamar nomor 1027 itu, didalam ruangan yang dipenuhi aroma antiseptik yang tak dapat ditutupi oleh pengharum ruangan itu, terbaring sesosok laki-laki.
Saudara kembar mereka yang kedua, jarum infus tertanam di punggung tangan kanannya, namun sang empunya masih terlelap setelah disuntikkan obat dari dokter.
Helaan nafas panjang terdengar dari sang pemilik manik emas, menatap kakaknya yang sedang terbaring menggunakan pakaian rumah sakit itu.
Tangannya menelusuri rambut Taufan, mengusap kepala sang kakak, "kak,cepat sembuh.."
°°°°°°
Entah darimana kabar itu menyebar, Gempa tak merasa ia atau Hali mengatakan apapun, tapi mengapa sepupu-sepupunya kini ada disini?
Ya, Solar dan Thorn baru saja menghubunginya, mengatakan bahwa mereka sudah ada di depan Rumah sakit. Dan tadi orang tua Ice dan Blaze bilang, kedua kembar itu sudah berangkat naik kereta untuk menjenguk Taufan.
Gempa mengapresiasi niat baik mereka, namun sungguh, tidak perlu seperti itu. Terakhir kali mereka berulah, Taufan sampai Pingsan karena keributan mereka.
Sekarang kondisi Taufan lebih buruk dibanding kondisinya saat itu, Gempa sudah khawatir apa yang akan terjadi jika sepupu mereka berulah lagi.
Ia menghela nafas panjang, ada bagusnya dokter mereka menempatkan Taufan di ruang rawat VIP, jika tidak, Gempa sudah harus mempersiapkan alasan untuk meminta maaf jikalau pasien lain tiba-tiba serangan jantung karena suara menggelegar beberapa sepupunya itu.
Gempa menatap Hali yang sedari tadi mengerutkan dahinya sambil berusaha mengupas Apel, "kak Hali, sepupu kita mau pada kesini."
"Hah? Mau ngapain? RS bukan taman bermain."
"Ya mau jenguk kak Taufan kak, tapi aku agak takut, mereka kan sering ribut"
Hali menghela nafas panjang, kini manik rubi nya menatap kearah sosok adik yang sedang tertidur, "jangan sampai mereka mengganggu Taufan,kau tau seberapa sulit Taufan tidur saat ia sedang sakit."
Gempa mengangguk, "nanti kujelaskan pada mereka."
.
.
.
Bukan sekali dua kali pandangan mereka berubah menjadi kekhawatiran, sungguh, melihat Taufan yang biasanya ceria dan aktif, kini terbaring lemah sambil terkadang meracau dalam tidurnya, membuat mereka merasa..sedih? Khawatir? Tidak bohong jika Gempa dan Hali kadang berharap agar saudara kembarnya ini bisa diam, tapi jika diam berarti terbaring lemah seperti ini maka mereka akan memohon agar dia selalu berisik saja.
"Kak Gempa, ada hasil tes dari dokter tentang kak Taufan?" Tanya Solar.
Sepupu mereka ini baru saja datang 15 menit yang lalu, namun Gempa bersyukur mereka tidak berulah.
Solar mengerutkan dahinya, "kak..mulai sekarang pantau terus ya asupan makannya kak Taufan. Kondisi nya cukup mengkhawatirkan"
Gempa mengangguk, rasa nya sedikit lucu bahwa anak yang duduk dibangku pendidikan yang lebih rendah dibandingnya ini bisa se pintar ini.
Thorn berdiri di dekat ranjang yang ditiduri Taufan, "kak Taufan pucat sekali.." ucapnya dengan wajah yang sedih.
"Katanya kak Taufan diserempet motor ya kak?" Tanya bocah bermanik emerald itu.
Hali mengangguk, "iya, didekat rumah."
"Ibu-ibunya yang mana kak? Biar nanti aku serempet pakai traktor ku."
Kalau saja Hali tidak tahu tentang sifat Thorn, pasti ia hanya menganggap ini basa basi. Tapi sayangnya Hali tahu betul tentang Thorn dan sifatnya yang cukup menyeramkan kalau sedang marah. Ia sudah bisa membayangkan bahwa Thorn akan membawa traktor dari sawah milik ayahnya dan menyeruduk ibu-ibu itu.
"Ngga usah, Taufan juga pasti gamau kamu lakuin itu. Udah, doain aja biar dia cepet sembuh." Jawab Hali sambil mengusap kepala adik sepupunya itu.
Ekspresi kecewa terlukis di wajah Imut Thorn, tapi mau bagaimana lagi? Nyeruduk orang menggunakan traktor bukanlah keputusan bijak.
°°°°°
Kepala nya pusing sedari tadi, rasanya membuka mata sangat sulit untuk dilakukan.
Tadi dia sedang apa? Yang dia ingat, setelah mati-matian lari dari angsa honk honk, Taufan malah diklakson bapak-bapak dan belum cukup sial, ia diserempet motor ibu-ibu yang selalu benar.
Lalu..
Lalu, kepalanya terasa sangat sakit, dan di depan pintu rumah ia sepertinya kehilangan keseimbangan.
Setelah itu ingatannya buram, ia dapat mengingat samar-samar tentang Hali yang menggotongnya kekamar dan Gempa yang membantu nya mengganti pakaian.
Mata nya perlahan terbuka, manik biru nya perlahan mengamati pemandangan sekitarnya.
Langit-langit putih.
Ia ingat langit-langit kamar mereka berwarna hitam karena kak Hali yang edgy-- lalu langit-langit putih ini, dimana?
"Kak Taufan sudah bangun?" Tanya suara yang terdengar malas.
Taufan sedikit terkejut mendengar suara itu, tidak seharusnya sepupu yang tinggal cukup jauh dari tempat tinggalnya tiba-tiba muncul disini dimasa sekolah aktif.
"...ice?" Tanyanya, suaranya terdengar serak dan kering tanpa tenaga.
Kekhawatiran juga rasa lega terpantul di manik biru es milik Ice. "Iya kak, bentar ya kak.. Blaze,sana panggil kak Gempa"
"Kenapa harus aku?"
"Soalnya kak Taufan lagi sakit, orang berisik gaboleh deket-deket"
"Maksudmu aku beris--" mulutnya disumpal oleh tangan Thorn. "Blaze, ayo" Ucapnya sebelum Blaze sempat teriak.
Taufan masih bingung, lingkungannya ini, terlihat seperti..
"Kita di rumah sakit?" Tanyanya pada Ice.
Ice mengangguk.
"Lalu kenapa kau disini Ice? Bukannya sekolah belum libur?"
Suara pintu ruang 1027 terdengar, satu-satunya orang yang lebih tua dari Taufan..walau hanya beberapa menit lebih tua, kini ada didepannya.
"Bagaimana perasaanmu?" Tanyanya pada Taufan.
Seberapa keras pun usaha dia untuk memasang ekspresi datar, kekhawatiran nya terpantul jelas.
"Kak Hali kok kita di rs sih?" Tanya Taufan.
"Menurutmu?"
Taufan berusaha berfikir, namun kepalanya terasa sakit saat ia gunakan untuk berfikir.
Alisnya mengerut karena rasa ngilu dikepalanya.
"Kak Taufan kan pingsan kak.." ucap Gempa tiba-tiba, sambil membawa beberapa buah-buahan yang baru ia cuci di wastafel.
"Oh, iya ya?" Tanya Taufan.
Helaan nafas penuh kelegaan terdengar dari sosok adik kembarnya yang begitu peduli padanya, "iya, kemarin aku panik sekali."
"Kemarin?"
"Kak Taufan kan pingsan nya kemarin sore."
"Hah?" Ucapnya tak percaya.
"..maksudmu sekarang sudah hari jum'at?" Tanya Taufan sedikit panik.
"Tepatnya jam delapan pagi di hari Jum'at" ucap Solar yang entah darimana muncul.
"Aku pingsan atau simulasi mat--"
Jeweran kecil mendarat ditelinganya, "kak jangan ngomong begitu"
"Aku khawatir banget tau ngga? Kenapa bisa coba kakak keserempet motor begitu?"
Taufan tertawa kecil, "aku emang sedikit pusing sih kemaren, hehe"
"Hehe apanya? Aku tau dari ketua kelas kakak, katanya kakak kemarin mimisan? Kenapa nggak langsung kabarin?" Tanya Gempa dengan nada sedikit mengomeli.
Taufan sedikit bingung, "k-karena, aku ada ujian"
"Emang kalau ga ikut ujian kakak langsung gabisa lulus gitu?"
"Bukan gitu juga Gem-- aku cuma..guru nya kan galak Gem"
Gempa menghela nafas, dia dan Hali tahu bahwa Taufan sangat takut dengan guru matematika peminatannya itu.
Helaan nafas terdengar dari saudara-saudara Taufan. "Lain kali, jangan mengabaikan gejala sakit kakak seperti itu lagi ya.. kak Taufan malnutrisi, terlalu kelelahan, darahnya rendah, maagh nya kumat, belum lagi gegar otak ringan gara-gara keserempet motor" ucap Solar sambil memeriksa infusan Taufan.
"Sebentar lagi harus ganti infus" ucapnya.
Lagi, kadang mereka fikir Solar sangat cocok untuk menjadi dokter.
Taufan tertawa kecil, "penyakitku banyak amat. Terus kita kapan bisa pulang?"
Gempa menekan tombol dikasur Taufan, sandaran Taufan kini naik dengan pelan membantu pasien untuk duduk.
"Sampai kondisi kakak membaik, sini makan kak, harus cepet sembuh ya." Ucapnya sambil menyuapi Taufan dengan bubur.
Taufan menatap saudara-saudara nya. Baik saudara kembar tertua nya yang terlihat galak walau sebenarnya khawatir, saudara kembar termudanya yang sangat perhatian namun kadang hobi ngomel. Juga sepupu-sepupunya dengan sifat yang jauh berbeda namun sangat baik dan sangat ia sayangi.
Ia tersenyum "makasih ya, sudah repot-repot begini"
End.
//Author's note//
✨HATI2 DISOSOR ANGSA KALAU NGGA KOMEN JADI MARI KOMEN ATAU 🔪✨
Kan sudah kubilang aku ngga cuma bikin angst.
Ututu semoga kalian suka sequel ini abis aku cinta sekali plot dimana taufan sakit-- ok
Aku ada loooh satu lagi sickfic taufan tapi belum kelar bgt siih, kira2 upload ga ya?
Btw ada salah satu reader manis yg dm aku minta reup cerita yg ini, karena cerita yg ini aman, jd ku re up ya! Enjoy!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top