Bab 5
Selamat membaca
Love yeahhh
♡♡♡
"Kalau aku ... ada."
Kalimat Kris itu, masih terus terngiang di benak Mawar. Dia berharap, tapi juga menolak percaya. Terlalu mendadak, terlalu mulus, terlalu mudah. Selain mempertanyakan ketulusan lelaki itu padanya, Mawar sedang bertanya-tanya pada dirinya sendiri juga, tuluskan dia menerima Kris semisal lelaki itu memang benar-benar ingin menjalin hubungan normal yang serius dengannya.
Ini Kris. Lelaki yang dia ketahui hitam putihnya sejak lelaki itu menjadi kekasih Siska dulu. Dia tahu Kris adalah seorang pecandu. Tipe lelaki yang terbiasa hidup bebas. Juga, suka bergaul dengan sembarangan perempuan selama perempuan itu seksi.
Mawar jauh dari kategori wanita yang terbiasa terlibat dengan Kris. Begitupun Kris, jauh dari kategori lelaki idaman Mawar. Karena mereka sudah mulai berumur untuk kategori single dan kebetulan sama-sama kesepianlah, hubungan mereka bisa sejauh ini.
"Mawar ...."
Mendengar suara Dino, Mawar segera mengambil headset dan menyumpalkan ke telinganya. Memasang musik sekuat mungkin.
Dino yang pantang menyerah pun tetap mendekat dan menarik headset itu sampai terlepas dari telinga Mawar.
"Apa-apaan!" tegur Mawar dengan wajah berang.
"Kita udah tua, ya, nggak ada cerita karna masalah sepele jadi saling ngambek kayak gini. Terutama di tempat kerja."
"Siapa yang ngambek!" Mawar menarik kepala headset dari tangan Dino dan kembali menyumpal telinganya. Dan lelaki itu kembali menariknya.
"Pantes hubungan lo sama Kris mangkrak. Umur aja tua, kelakuan lebih parah dari ABG. Nih, berkas yang diminta sama bos buat lo scan. Tadi gue mau bantu karena iba sama lo yang galau diajak serius sama laki-laki yang udah jelas-jelas lo sukain. Tapi, karena lo sok-sok ngambek begini, ogah!!! Mending gue streaming aja berhubung kerjaan gue semuanya udah kelar. Bai!!!"
Dino memutar tubuhnya dan beranjak pergi dengan langkah yang agak gemulai. Mawar semakin yakin Dino agak 'berbeda'. Kurang tulen. Agak tumpul.
"Dasar banci!" gerutunya pelan.
Ada pesan masuk. Beberapa ... bahkan. Mawar terus melirik ke layar ponselnya setiap kali ada getaran pelan dari ponsel itu. Jika dari Kris, sengaja tidak dia buka. Namun, karena ini dari Siska, Mawar langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di meja dan membuka pesan tersebut.
"Kapan-kapan facial di Karos Clinic, yuk."
Sial, dalam hati Mawar. Padahal dia sudah terlanjur jantungan, mengira berita mengenai hubungannya dengan Kris sudah sampai ke telinga Siska dan sahabatnya itu akan mempermasalahkannya. Ternyata, malah membahas masalah muka.
"Boleh." Mawar menjawab singkat.
"Lagi padat nggak?"
Mawar paham, sahabatnya itu menanyakan pekerjaannya.
"Nggak terlalu. Kenapa?"
"Mau curhat sedikit. Tapi, nggak usah dibalas nggak papa. Soalnya nanti kebaca sama mas misua. Doi lagi di rumah. Makan siang."
"Nggak tau kenapa, ya, Babe, tadi malam aku mimpiin Kris coba. Padahal udah lama banget nggak komunikasi sama dia. Terakhir itu Februari lalu. Kata tetangga dia sih dia masih sendiri. Dia belum move on dari aku. Satu sisi aku merasa bersalah, tapi di sisi lain aku bahagia sama suamiku. Waktu galau lagi nggak akur sama mas misua aku memang ingat dia sih. Gimana ya, namanya juga pacar pertama dan pacarannya juga lama. Sebenarnya dia baik banget. Cuma gimana ya, waktu itu kan mamanya aja yang resek ikut campur hubungan kami."
Curhatan Siska yang tidak bisa dibalas itu, membuat mood Mawar jelek seketika. Dia jadi gelisah. Siska sepertinya masih ada perasaan. Jangan-jangan, Kris pun sama. Statuslah yang memisahkan mereka berdua. Plus orang tua Kris tentu saja.
Ada panggilan masuk. Dari Kris. Mawar bertambah badmood, bahkan sampai menggeram dengan mata terpejam. Mawar membiarkan panggilan itu sampai akhirnya terhenti sendiri. Namun, Kris menghubunginya lagi. Terpaksa, Mawar mengangkatnya.
"Ya?" tanyanya dengan nada sedikit ketus.
"Kamu di mana?"
Kening Mawar berkerut. Jam segini di hari kerja, Kris bertanya dia ada di mana? Basa basi busuk sekali.
"Kantorlah. Kenapa?"
Hening sejenak. Mawar menduga, Kris kecewa dengan sikapnya yang dingin.
"Aku mau ke kota. Ada kerjaan. Kebetulan Ibu ikut, sekalian ke rumah sakit untuk cek ke dokter. Kamu nanti bisa temanin Ibu nggak?"
Hah?
Mawar mengerjapkan matanya beberapa kali.
Menemani Ibu Kris? Yang benar saja. Mereka belum pernah bertemu sama sekali dan Mawar pun tidak punya pengalaman berinteraksi dengan ibu dari pasangannya. Ralat ... dia belum menjadi pasangan Kris. Namun, tetap saja kesannya seperti itu.
"Aduh ... aku ada kerjaan di kantor. Aku juga belum kenal sama ibu kamu, kan. Seganlah."
"Nggak bisa izin sebentar? Nanti aku kenalin dulu. Terus kita misah. Aku ke kerjaanku, kamu temenin Ibu. Itu kalau kamu bisa sih."
"Emang Ibu sakit apa?"
"Kakinya nyeri. Dirujuk sama dokter untuk ke rumah sakit yang ada fisioterapisnya."
"Tapi ... aku takut. Kalau ibu kamu mikir macam-macam gimana? Kalau pas nemenin akunya salah-salah bersikap dan ibu kamu malah jadi nggak suka sama aku gimana?"
"Ya kan dicoba, sayang ...."
Sialan! Kenapa Kris mendadak lembut sekali? Kenapa memanggilnya sayang dengan nada yang seserius dan semulus itu, seolah panggilan itu sudah biasa dilontarkan?
"Dicoba apanya sih? Kamu jangan gini dong. Kamu buat aku terjebak sendiri padahal kamunya belum tentu serius. Akunya yang tertekan sendiri."
Hening lagi. Kali ini ... lumayan lama sampai Mawar berpikir panggilan itu sudah berakhir. Dia menatap layar ponselnya, ternyata masih berlangsung.
"Kris ... ?"
"Ya udah kalau kamu nggak bisa, nggak papa. Jangan lupa makan siang, ya."
Kali ini, panggilan benar-benar berakhir.
Mood Mawar benar-benar buruk.
Di saat dia takut jadi korban atas ketidak jelasan semuanya, dia malah jadi tersangka dalam menyakiti Kris.
"Duh ... aku harus gimana dong," ucapnya lirih.
"Jangan ditolak, perasaannya."
"Buset!" Mawar yang kaget, mengumpat sambil menoleh ke arah sumber suara. Ke arah Dino yang ternyata menguping.
"Dino! Bisa nggak sih nggak usah ikut campur terus? Sumpah lah ya!!!" Mawar berteriak histeris.
"Buk, suaranya! Bisa kedengeran sampe ruko ujung tau nggak!" Dino segera mendekat dengan ekspesi menegur. Dia menarik kursi lalu duduk di sebelah Mawar.
"Bukan mau nguping, tapi Kris tadi sempat wa gue, minta bantu handle kerjaannya lo selagi lo cabut nemenin nyokapnya dia. Gue mau bilang sama lo, nggak papa, pergi aja. Tapi, ternyata, lo malah nolak ajakan doi kan."
Mawar menarik napas panjang lalu mengusap wajahnya. Untungnya hari ini dia tidak menggunakan make up, karena jika iya, maka usapan tangannya itu akan membuat wajahnya jadi berantakan. Hatinya yang sedang galau memang memupuskan semangatnya untuk melakukan berbagai hal, termasuk merias diri. Pikirnya, toh di kantor pun dia hanya berdua dengan Dino.
"Nggak taulah, No. Pusing."
"Ya karena elonya denial, Buk. Seakan-akan mustahil gitu ada cowok yang serius sama lo. Nggak percaya kalau doi mau serius. Nggak merasa layak dapat laki-laki yang selama ini lo anggap doyannya cuma sama cewek cakep doang."
Sialannya, ternyata Dino bisa membaca perasaannya dengan jelas.
"Ya tapi dia emang ... kita emang nggak ada niat serius, No. Semua salah paham doang dan mungkin dia kepepet aja karena umur. Mungkin karena ibunya mulai sakit-sakitan. Mulai ditanya-tanya kapan nikah."
"Jadi, lo cuma asal cap cip cupnya dia?"
Benar. Terutama karena sempat ada issue kehamilan di antara dirinya dan Kris. Mawar membenarkan dalam hati, tapi tidak mungkin menyuarakannya karena itu artinya Dino akan tahu bahwa dia sempat hamil.
"Buk ...." Dino meraih tangan Mawar dan menggenggamnya erat. Tidak terkesan seperti tindakan cabul, lebih ke memberikan kehangatan, menyalurkan kekuatan. "Lo sering nonton netflix kan ya? Lo lihat di sana deh, semua mungkin aja terjadi. Si cakep sama si buluk. Si periang sama si pemurung. Si pintar sama si dungu. Si beruntung sama si sial. Bahkan, si jeruk sama si jeruk. Gue susah ambil contoh untuk di sekitar kita. Tapi, kalau lo banyak bergaul lo bakalan nemuin kok ada saatnya seseorang malah jodoh sama seseorang yang nggak pernah dia duga. Saat takdir Tuhan udah ngambil peran, siapa yang bisa lari? Kalau hati udah ngerasa nyaman, mau sampe kapan bertahan sembunyi?"
"Tapi aku nggak nyaman sama dia," ucap Mawar sambil tertawa lucu, yang saat menatap mata Dino, tawanya pun perlahan berhenti. Seakan dia sedang mengatakan kebohongan dan Dino bisa melihat jelas melalui tatapan matanya.
Tidak kan? Mawar tidak nyaman dengan Kris? Kedekatan mereka selama ini hanya berdasarkan kebutuhan untuk saling memuaskan dan mengisi waktu luang di saat bosan?
Mawar kini mempertanyakan perasaannya sendiri.
NB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top