Bab 22
"Mulai sekarang kamu cuma boleh keluar kalau ditemani Ardi."
Mawar menoleh ke arah abang sepupu yang juga impal (jenis persepupuan yang dalam suku Karo sangat dianjurkan untuk menikah untuk mempertahankan hubungan kekerabatan). Lelaki yang lebih tua darinya dan masih berstatus belum menikah meski sudah memiliki kekasih itu melempar senyuman manis padanya. Ardi pernah mendekatinya, tapi Mawar ogah karena Ardi terkesan memanfaatkannya saja. Ayah Mawar itu tipe orang yang sangat royal pada saudara, hal yang membuat orang tuanya beberapa kali berkelahi.
"Bang Ardi kan harus kerja juga, yah," sahutnya malas. Mereka sedang duduk di ruang tamu, bertiga. Ibu Mawar sendiri sedang di dapur, menyiapkan lauk untuk makan siang.
"Ya kamu keluar rumahnya waktu Ardi lagi nggak kerja lah. Emang kamu mau keluar ke mana? Kan udah nggak kerja juga."
Sulit sekali ternyata untuk berbakti pada orang tua. Mawar tidak bisa bernegosiasi dengan memberikan alasan logis. Tidak mungkin juga dia menjelekkan Ardi yang memang selalu bersikap baik di depan ayahnya.
"Sabtu Minggu abang free kok." Ardi akhirnya bersuara.
"Memangnya Abang nggak ngapelin cewek Abang?"
Ardi menggelengkan kepalanya. "Udah nggak sama dia lagi."
Jawaban itu membuat Mawar waspada. Dia masih menduga Ardi ingin memanfaatkan dirinya agar ayahnya semakin royal kepada lelaki itu. Dasar mokondo, batinnya.
Kris tidak boleh tahu hal ini. Dia bisa salah paham. Kemarin saja, Kris masih sempat melarangnya berteman dengan Dino. Sisa kecemburuan lelaki itu saat Dino memergoki mereka dan sempat melihat tubuhnya yang setengah telanjang ternyata masih ada. Padahal Mawar bersumpah Dino waktu itu menatapnya dengan senyum mengejek, menertawai, bukan tersenyum mesum. Suku mereka berbeda, tentu Kris tidak paham kalau tabu bagi Mawar secara adat untuk bersikap dingin pada Ardi.
"Kan sebenarnya bisa minta tolong Izzy atau siapa gitu, Yah, yang perempuan aja."
"Sekarang mendadak kamu anti sama laki-laki?"
Sindiran itu membuat Mawar diam. Dia menarik napas dalam agar kesabarannya bertambah dan tidak terpancing untuk membantah. Mungkin lebih baik dia menurut saja dulu, sampai nanti dia mendapatkan solusi yang tidak memberatkan semua pihak.
***
Hari ini, Mawar janjian dengan Siska. Bukan dia yang menghubungi lebih dulu, melainkan sahabatnya yang juga mantan kekasih Kris itu. Sebenarnya Mawar belum siap berhadapan dengan Siska setelah hubungannya dengan Kris diketahui orang-orang. Dia belum sempat bercerita dengan Siska dan belum bisa menebak sikap temannya itu setelah tahu, apakah mendukung atau sebaliknya. Menurut Kris, Siska ikut andil membuat ibu Kris marah.
"Loh, kok sama Ardi sih?" tanya Siska saat melihat kedatangan Mawar.
Senyum Mawar mengembang sebagai jawaban, malas menjelaskan. "Udah lama?" tanyanya sambil menarik kursi di hadapan Siska.
"Aku duduk di meja lain aja ya, biar kalian ngobrolnya lebih nyaman," ucap Ardi yang berdiri di sebelah Mawar.
"Okay, nggak papa. Pesan aja, ya. Tenang aja, hari ini aku yang traktir," ucap Siska yang memang selalu bersikap ramah.
"Jadi, ada apa nih?" Mawar bertanya setelah Ardi menjauh dari mereka.
Siska tersenyum semanis biasanya sambil menyodorkan buku menu. "Pesan dulu. Kita ngobrolnya sambil makan, biar enak."
"Kamu aja baru pesan minum doang."
"Nanti kita pesan makanannya barengan."
Sebenarnya Mawar malas berlama-lama dengan Siska. Firasatnya berkata temannya ini sesuai dengan yang Kris pikirkan, sekubu dengan ibu Kris. Jadi, melihat wajahnya dan mendengar suaranya saja membuat Mawar kehilangan selera makan. Namun, dia lumayan tergugah seleranya saat melihat menu paketan nasi yang di dalamnya ada ikan asin. Sudah lama rasanya dia tidak menikmati lauk favorit orang Medan itu.
"Aku pesan paket hemat B aja deh," ucapnya sambil meletakkan kembali buku menu ke atas meja lalu mendorongnya ke arah Siska.
"Samain aja. Aku ngikut pesanan kamu."
"Lah, tumben? Biasanya kamu pesan ayam kecap kan?"
Siska menggelengkan kepalanya. "Sesekali, aku mau ngerasain apa yang kamu sukain."
Sepertinya, itu sindiran, batin Mawar. Yang arah sindirannya bermuara ke hubungan Mawar dengan Kris. Harusnya analoginya tidak seperti itu kan? Periode kebersamaan mereka sudah jauh jaraknya. Siska berkencan saat mereka kuliah sedangkan Mawar mengencani Kris saat anak Siska sudah dua. Atau Siska menduga Mawar sudah menyukai Kris sejak mereka masih bersama? Ya tidak salah, sih. Cuma kan Mawar waktu itu cidaha alias cinta dalam hati.
"Jadi, apa kegiatan kamu sekarang?" tanya Siska selepas pelayan mencatat pesanan tambahan mereka lalu beranjak pergi.
"Kamu tau ... aku udah resign?" Mawar bertanya sambil menatap dengan mata memicing.
"Tau. Dari Izzy."
"Izzy bilang apa aja?"
"Dia bilang kamu ketahuan sama Kris dan dilarang kerja."
Jadi, dia sudah tau, batin Mawar. Dan bisa saja sedari tadi Siska memang sedang mengintimidasinya. Mawar pernah melihat Siska berkelahi dengan teman wanitanya, dan permusuhan mereka terjadi seperti yang pernah Mawar tonton di film remaja barat. Mungkin, Siska menonton film itu dan menjadikannya inspirasi.
"Tapi, kayaknya Kris sih nggak mau pisah dari aku." Mawar memberanikan diri memancing Siska. Dia harus segera tahu opini sahabatnya yang mungkin sudah bukan sahabatnya itu agar semua jadi lebih jelas. "Dia mau berjuang, katanya."
Bibir Siska tersenyum miring, wajahnya menunjukkan reaksi seolah dia sedang kehilangan harapan. "Dia memang begitu. Dulu juga, kan. Tapi jodoh kan cuma Tuhan yang tau."
"Kalau jodohku ternyata dia, gimana?" Mawar menanggapi dengan suara pelan. Memilih terus mengonfrontasi, tapi dengan intonasi yang terjaga agar tidak terkesan belagu. Dia masih menerka-nerka, soalnya. Jadi belum boleh menghakimi Siska.
"Aku dulu juga mikir gitu. Ternyata enggak. Tapi, syukurlah. Buktinya aku bahagia sekarang. Kalau sama dia, mungkin aku nggak akan hidup senormal sekarang. Banyak dramanya. Kamu juga, belum tentu sebenarnya kamu mau loh kalau jodoh kamu dia. Kamu kan cinta damai, benci drama. Eh btw, aku mau ngenalin seseorang ke kamu." Siska memegang tangan Mawar sambil tersenyum lebar, antusias. "Sesuai kriteria kamu banget. Umurnya beda lima tahunan sama kita. Udah kerja, pns. Anak bungsu dari 3 bersaudara. Nggak terlalu ganteng, tapi nggak jelek juga. Yang paling penting kulitnya putih. Kamu kan sukanya ala-ala oriental gitu kan. Cuma dia nggak terlalu tinggi sih. Tapi sisanya dia sempurna banget, sesuai kriteria kamu."
"Permisi, Kak, makanannya." Promosi Siska terhenti oleh ucapan si pelayan yang menyajikan pesanan mereka.
Sambil mulai mencuci tangannya dengan kobokan yang disediakan di mangkuk kecil, Mawar berkata, "Sebelum Kris nyerah aku nggak akan mau nyoba sama cowok lain, Ka. Kamu kan tau aku nggak terlalu butuh laki-laki. Pacaran juga nggak terlalu hobi. Masalah sama Kris aja udah buat aku sakit kepala, apalagi kalau ditambah satu orang lagi. Aku nggak selera."
Lebih selera ikan asin yang teronggok di antara ayam goreng dan dedaunan di liring Mawar. Giginya sudah tidak sabar menggigit ikan coklat itu. Lidahnya juga, ingin segera menikmati rasa asin yang khas.
"Justru ini untuk nyelametin kamu dari Kris. Dia nggak layak buat kamu. Percaya deh, sama aku."
"Makan-makan," Mawar menawari. Padahal jelas-jelas dia yang ditraktir. "Enak banget ikannya. Coba deh."
Mawar tidak peduli Siska kesal karena dia mengalihkan pembicaraan. Lagi pula, dia memang tidak berniat terlibat dengan lelaki lain. Dia sudah berjanji menunggu Kris. Memberi kesempatan lelaki itu untuk berjuang. Masalah jodoh tidak jodoh itu urusan belakangan. Namun, tanggung jawab untuk memegang teguh komitmen, itu urusannya.
Siska masih terus berusaha mengompori Mawar untuk berkenalan dengan lelaki yang dia sodorkan tadi, tapi Mawar menolak dengan alasan ayahnya sedang memingitnya. Tidak sepenuhnya salah. Demi menenangkan Siska, Mawar akhirnya berkata, "Kalau semua udah reda. Waktu orang tuaku mulai lupa dan nggak ngekang aku lagi. Kris juga nggak ganggu aku lagi. Kalau waktu itu tiba, aku yang akan minta kamu kenalin aku ke cowok-cowok single kenalan kamu."
"Tapi, kalau kelamaan nanti dia malah digebet sama yang lain."
"Artinya nggak jodoh." Mawar menjawab cepat lalu meraih gelas berisi es teh, meminumnya sampai sisa setengah lagi. "Sekarang aku cuma mau hidup tenang. Kayak kata kamu, aku benci drama."
"Ya udah deh. Tapi, kamu beneran jauhin Kris ya. Aku bilang gini karena aku peduli sama kamu. Dia cuma bakalan nambah beban di hidup kamu. Dia itu aneh orangnya. Posesif, kadang pshyco juga. Mungkin karena dia pernah nyabu, jadi otaknya agak miring sedikit. Belum lagi keluarganya penuh drama. Ibunya tuh juga banyak jinnya, kerjaannya ganggu kehidupan orang terus."
Mawar yang sudah kenyang dan mulai mengantuk, kembali siaga saat Siska mulai membahas ibu Kris. "Eh btw, kamu dulu diapain aja sama ibu Kris? Dia kejam ya? Atau gimana? Dia maki-maki aku dan ngaduin perbuatanku ke orang tuaku."
Siska yang belum selesai makan malah mencuci tangannya dan mengelapnya dengan tisu. Setelah menenggak es tehnya beberapa kali, dia pun menarik napas agak panjang. "Ibunya tuh suka nekan kita pakai kata-kata yang ngambang tapi merendahkan. Berkoar ke mana-mana. Hasut semua orang biar benci kita. Dan dia nggak akan peduli kalau nama bain kita hancur atau hubungan kita sama orang-orang jadi berantakan. Bahkan dia kadang sengaja mengadu domba kita sama orang yang dekat sama kita. Sekeji itu. Makanya aku suruh kamu menjauh. Aku aja nggak kuat, apalagi kamu."
***
Semua penjelasan Siska saat mereka makan siang tadi ada benarnya. Mawar mencerna setiap kata yang diucapkan. Dia merekamnya tadi, berjaga-jaga. Dengan uang Kris dia membeli 1 ponsel lain, berjaga-jaga seandainya ponselnya disita. Tadi dia menggunakan ponsel barunya itu untuk merekam dimulai sejak dia memasuki cafe. Sekarang, dia mendengarkan kembali dengan menggunakan headset agar tidak ada orang lain yang mendengar.
Poin di mana ibu Kris menekan dengan merusak nama baik, sudah dilakukan. Menghasut orang-orang, mungkin sedang dalam proses. Yang bagian mengadu domba, apakah ibu Kris sudah melakukannya? Mengadu domba Siska dengan Mawar dan Kris? Atau mengadu domba Kris dengan orang tua Mawar?
Siska tadi juga berkata, ibu Kris tidak segan membuat hidup orang yang memihak jadi berantakan. Sahabatnya itu memberi contoh saat dulu Siska masih berkencan dengan Kris, ibu Kris sengaja meminta orang merazia kosan Kris agar mereka terjebak dan masuk penjara. Saat itu Kris masih memakai sabu-sabu dan meski Siska tidak ikut menggunakannya, dia ada di sana. Saat itu Siska takut di darahnya juga mengalir zat terlarang itu karena dia berhubungan badan dengan Kris. Sepanik itu dia, karena memang sudah sering dijebak ibu Kris agar terjebak masalah. Membuatnya jadi parno tidak beralasan. Itulah mengapa akhirnya dia selingkuh. Sengaja. Karena hanya dengan cara itu Kris bersedia meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Ponsel Mawar bergetar, rekaman yang dia putar terhenti otomatis. Pesan masuk, sudah pasti dari Kris karena hanya pada pria itu dia memberi tahukan nomer lainnya.
Kris: Tega kamu, Mawar. Tega.
Hah? Maksudnya?
Mawar tidak mengerti.
Mawar: apa sih?
Kris: lihat aja nanti, cowok baru kamu itu aku kasih pelajaran.
Cowok baru? Mawar tidak paham. Dia baru saja mengetik balasan untuk meminta penjelasan dari Kris lebih lanjut, saat kemudian sadar kalau yang dimaksud Kris itu Ardi. Sepupunya. Memang mereka tadi naik motor berdua dan di perjalanan mereka ngobrol, yang membuat Mawar memiringkan tubuhnya agar bisa mendengar lebih jelas. Sesekali Ardi juga menoleh ke belakang sambil bicara. Apa itu yang dimaksud Kris?
Mawar menghubungi Kris, diabaikan.
Mawar: itu sepupu aku, syg. Jangan mikir aneh-aneh. Aku cintanya sama kamu. Percaya sama aku. Plis.
Kris: sakit mawar. Dadaku sakit karna kamu. Tega kamh sama aku!!!
Ternyata benar, mempertahankan hubungan dengan Kris, Mawar harus mempersiapkan diri dengan segala dramanya. Tapi, dia tidak boleh menyerah. Dia harus lebih cerdas. Mungkin ini maksud Siska, tentang fitnah dan adu domba.
Mawar: ketemuan ya syg, biar aku jelasin ke kamu langsung. Kamu di sini nggak? Ketemuan yuk?
Kris: aku jemput kamu 3 jam lagi.
Mawar: ok. Pap dulu. Aku mau lihat kamu.
Bukan karena rindu, tapi Mawar hanya ingin memastikan Kris tidak dalam kondisi mabuk. Dengan gambar pula, dia bisa menakar emosi lelaki itu, serta menerka kira-kira Kris sedang ada di mana.
Namun, tidak dibalas. Hanya dibaca saja. Mawar yang gelisah pun memaksa dirinya berpikir jernih dan mengatur rencana untuk kepergiannya 3 jam lagi. Tidak bisa tidak. Dia tidak mau Kris kalap dan beradu otot dengan Ardi. Kalau itu terjadi, nama Kris malah akan semakin buruk. Bisa-bisa orang tua Mawar malah semakin benci dan ogah memberi restu.
Mawar akhirnya memfoto dirinya dan dikirim ke Kris.
Mawar: foto kamu mana syg?
Ternyata umpannya dimakan. Kris akhirnya mengirimkan foto dirinya, yang kaku tentu saja. Gurat marah dan ngambek terlihat jelas di wajahnya. Tapi, Mawar rasa Kris tidak mabuk. Latar foto Kris merupakan ruangan dalam mobil.
Mawar: hati-hati di jalan syg 🌹
Setelah mengirimkan pesan itu, Mawar kembali mengatur strategi sambil bersiap-siap. Dalam hati dia berdoa, semoga dia bisa mengendalikan emosi Kris. Karena setahunya, Kris bisa sangat sabar dengan perempuan tapi sangat bengis pada laki-laki.
NB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top