Bab 17




"Mawar!!!"

Teriakan yang awalnya samar, tetapi semakin jelas itu membuat Mawar yang sedang lemas pasca orgasme yang kedua kalinya pun langsung kembali berenergi. Panik. Itu suara Izzy dan Dino, dua manusia yang selalu siaga untuk dia mintai tolong.

Salahnya, tidak bisa memperkirakan adegan ini. Adegan di mana dia dan Kris bukannya bicara dari hati ke hati, malah terlena dalam ledakan birahi. Dia tidak mungkin membiarkan kedua manusia itu melihatnya dalam kondisi tidak layak begini.

"Itu teman-teman kamu?" Kris bertanya dengan wajah kaget bercampur bingung.

Mawar yang tadinya mendorong tubuh Kris agar beranjak dari atas tubuhnya pun mengangguk. Dia beranjak untuk mengambil pakaian dan mengerang saat tak menjumpai bajunya. Kris tadi melepaskannya di ruangan depan. Dan seingatnya, baju Kris pun bernasib sama. Meski tentu saja, rasa malu mereka saat harus ke depan tanpa atasan tidak akan sama.

"Kaosku di depan!" sungutnya kesal.

Bukannya prihatin, Kris malah tersenyum geli. Ralat, malah lebih ke menertawai Mawar yang kini berdiri sambil kembali mengenakan celananya.

"Mawar!" Teriakan Dino menggema seiring dengan pintu kamar terbuka. Raut yang tadinya panik, kini berubah datar, lalu usil. Sama seperti Kris, Dino menertawainya.

"Brengsek! Tutup pintunya!" Kris melempar Dino dengan laci plastik kecil yang terletak di dekat ranjang. Pintu itu memang langsung tertutup, diiringi dengan suara cekikikan yang agak teredam.

Mawar yang sadar pakaiannya belum sempurna, segera menutup bagian dada. Spontan, dia melirik kaget dan panik ke arah Kris yang justru masih telanjang. Terlihat tidak takut karena habis terpergok dalam keadaan tidak pantas, malah lebih ke marah. Lelaki itu segera berdiri, menghampiri Mawar, mengambil bra Mawar yang terletak di lantai dan memasangkannya dengan kasar.

"Ba—bajunya? Pakaian kamu?" Mawar bertanya linglung.

Kris masih diam. Dia berjalan ke sudut ruangan di mana ada lemari kecil berukuran 1 meter dan mengambil baju kaos dari sana. Memakaikannya pada Mawar.

Protes Mawar tertahan di ujung lidah karena sikap diam dan dingin Kris. Dia masih ragu, tetapi sepertinya sudah hampir pasti Kris marah. Padahal dalam situasi ini, harusnya mereka ketakutan kan? Malu? Perasaan normal orang-orang yang belum menikah dan terpergok mesum. Atau Mawar yang memang kurang update?

Setelah selesai berpakaian, Kris menangkup wajah Mawar dengan tangannya yang agak bergetar, dan mendaratkan kecupan dengan tekanan kuat. Fix, Kris marah.

"Kamu itu milik aku, Mawar," bisiknya sambil menempelkan kening mereka berdua. "Cuma milik aku."

Mawar mengedipkan mata cepat beberapa kali, masih bingung. Kemarahan Kris ini karena apa. Mereka habis bercinta. Itu sudah membuktikan akal sehat Mawar tidak sekuat biasanya. Dengan Kris, semua pembatas yang dia pasang, mudah sekali digoyahkan. Bukan dipaksa, dia bahkan menanti sentuhan demi sentuhan. Dia bahkan ikut berpartisipasi dalam upaya mereka mengejar kepuasan dengan ikut menggerakkan tubuhnya—meski sedikit.

Lalu, Kris memeluk tubuh Mawar erat. Seperti Mawar hendak pergi jauh dan lama. Seakan takut kehilangan.

"Kris ...." Mawar hendak berucap biasa saja, tapi yang terdengar malah bisikan. "Kamu nggak habis ngobat, kan?"

###

"Ya, kita ke sini bukan karena mau maling atau ngintip, ya. Kita diminta secara khusus untuk mendampingi, mengawasi, mengambil tindakan kalau terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan." Dino memberikan pembelaan saat Kris mempertanyakan kehadiran mereka berdua.

Dino dan Izzy duduk di seberang meja bar sedangkan Kris menyiapkan minuman. Mawar sendiri di suruh Kris duduk di kursi bar bagian dalam, bersebelahan dengannya. Mawar mulai mengerti kemarahan Kris. Agak-agaknya lelaki itu cemburu pada Dino.

Mawar ingin menertawai Kris, tapi takut lelaki yang sedang meletakkan gelas minuman satu per satu ke atas meja itu tersinggung dan semakin marah.

Yang benar saja. Dino? Mawar jadi geli sendiri. Bukan mau merendahkan, tapi Mawar selalu menganggap Dino itu segender dengan dirinya. Tidak pernah ada rasa tertarik satu sama lain 1% pun di antara mereka. Mawar yakin sekali, kegigihan Dino ikut campur urusannya belakangan ini, tidak lain karena Izzy. Dino naksir pada sahabat Mawar yang satu itu.

"Ulah kamu." Kris melirik Mawar malas.

"Ya ... kan jaga-jaga."

"Emang kamu takut aku apain?" Bukannya duduk, Kris malah berdiri di sebelah kursi Mawar dengan tangan kiri memegang minumannya dan tangan kanan tersampir di belakang pinggang Mawar, di atas bagian ujung kursi bar.

"Takut kamu ... ituin."

"Ituin apa?" Ketiga orang di sana bertanya serempak.

Wajah Mawar memanas. Spontan, dia mencubit bagian pinggang Kris untuk melampiaskan rasa malunya. Jelas-jelas mereka bertiga tidak akan percaya kalau Mawar takut disakiti. Lebih percaya kalau Mawar takut luluh seperti apa yang terjadi saat ini.

Kris menangkap tangan Mawar tadi, menariknya sehingga tubuh Mawar tertarik ke arah lelaki itu, lalu kecupan mendarat di kening Mawar. Membuat kedua manusia usil di hadapan mereka melontarkan seruan godaan.

"Kris, kamu tuh ...." Mawar semakin malu.

"Ngapain malu? Biar ajalah orang tau kamu punya aku. Makin banyak yang tau, makin bagus."

"Tapi seriusan, kalau memang kalian nggak sanggup pisah. Udah saling cinta. Sebegini terikatnya. Kalian harus nikah sih." Izzy berkata dengan bijak.

"Mamanya Kris, Zzy." Mawar mengeluh. Tubuhnya langsung merosot, duduknya sedikit bungkuk. Ingatannya tentang kejamnya lisan ibu-ibu tua itu yang bukan hanya menyakitinya tapi juga kedua orang tuanya berputar dan membuat perutnya mual.

"Kita hadapin sama-sama, Sayang. Kamu udah janji." Kris merapatkan tubuh mereka sehingga meski tidak dipeluk, Mawar bisa merasakan saluran kehangat dan tubuh lelaki itu, yang membuatnya sedikit lebih tenang.

"Orang tuaku ...." Suara Mawar mulai tercekat. Matanya sudah memanas. Dia tundukkan kepala karena yakin air matanya akan tumpah. "Aku nggak tega sama orang tuaku." Susah payah dia menyelesaikan ucapannya.

Tangan Kris kini menjalar memeluk pinggang Mawar lalu lelaki itu mengecup kepala Mawar. Tangan Kris yang satu lagi nengelus lengan Mawar. Semakin dibujuk dengan perlakuan manis, semakin Mawar merasa sedih. Dia ingin menyuruh Kris berhenti bersikap seperti itu, tetapi tenaganya habis.

"Sebenarnya, Kris pernah di posisi ini, dan Mawar pernah ikut andil meski cuma jadi pihak yang menyaksikan dari sisi Siska. Sorry kalau ungkit masa lalu, tapi faktanya begitu."

Mawar mengusap air matanya dan mengangguk pelan. "Tissu," bisiknya ke Kris. Bukannya memberi tisu itu pada Mawar, Kris malah menempelkannya langsung ke hidung Mawar seolah ingin memberi layanan atas proses pembuangan ingus tersebut. Mawar hendak mengambil alih dari tangan Kris, tapi ditahan.

"Udah, keluarin aja." Kris memberi perintah.

Akhirnya, Mawar pasrah. Dia menarik napas lalu membuangnya dalam satu dorongan kuat. Membuat bunyi khas terdengar keras dan cairan yang memenuhi hidungnya keluar semua. Kris tidak jijik. Lelaki itu membuangnya lalu mengambil tisu lain, kembali membantu Mawar membersihkan cairan hidungnya. Mengambil tisu berikutnya untuk membersihkan wajah Mawar. Telaten sekali.

Mawar tidak pernah menyangka seorang lekaki bisa bersikap semanis itu. Ini lebih romantis baginya dibanding diberi bunga. Mungkin karena sejauh Mawar mendengarkan kisah percintaan, semuanya tidak jauh dari hal seks, hadiah, dan gombalan manis. Sedangkan dia aslinya hanyalah wanita sederhana yang lebih butuh perlakuan-perlakuan sepele tapi menunjukkan perhatian dan kepedulian.

"Itu benar," jawab Mawar setelah jeda karena pembuangan ingus. "Aku ikut nginap di rumah Siska waktu dia dihakimi keluarganya. Karena kasus yang sama Kris dulu." Sialannya, rasa sedih itu kembali lagi.

"Udahlah nggak udah dibahas, kalau buat kamu sedih," potong Kris.

"Kamu sih, kasusnya itu-itu aja!" Mawar berkata ketus.

"Aku juga nggak pernah mau, cinta sama cewek, tapi hubungannya gagal serius. Kamu tau sendiri gimana gilanya aku berusaha mempertahankan hubungan kami. Aku bahkan ngajak Siska kawin lari. Aku mau dia berjuang. Kata kamu dia berjuang. Padahal—"

Kris yang tadinya tenang, kini terpancing emosi. Mawar jadi merasa bersalah.

"Maaf karena aku malah deketin kamu dan mengulang kisah yang sama," cicitnya dengan upaya maksimal dalam menahan isakan. Apa yang Kris katakan semuanya benar. Dalam urusan lain, Kris memang brengsek. Totalitasnya bermaksiat benar-benar tanpa batas. Tapi dalam hal berhubungan, anehnya dia bisa setia.

"Bukan itu yang aku maksud." Kris memutar kursi bar Mawar sehingga kini mereka berhadapan. Ditangkupnya wajah Mawar. Dan saat pandangan mata mereka bertemu, Mawar melihat kepedihan. "Aku nggak mau semua berakhir buruk. Nggak sama Siska dulu, dan lebih nggak mau ini semua sekacau ini waktu aku sama kamu. Kalau kamu bilang kamu cinta aku, kamu nggak punya perbandingan karena aku satu-satunya laki-laki dalam hidup kamu. Sedangkan aku ... aku bisa menjamin kalau aku amat sangat mencintai kamu. Karena setelah semua yang kualami, diantara perasaan yang pernah ada di hatiku, dibanding kisah-kisahku yang lain ... dengan kamu semua lebih dalam."

"Ukhuk!"

"Ekhem!!!"

Kedua manusia yang menjadi saksi bisu beberapa saat tadi memberi kode pada Mawar agar jangan bertindak agresif dengan menyosor Kris begitu melihat gelagat Mawar yang terlena dan seperti ingin memajukan tubuh agar bisa mencium pria yang ditatapnya penuh puja di hadapannya.

"Fix sih, kalian harus berjuang. Harus nikah." Izzy berkata seperti orang yang putus asa, bahkan sambil menggaruk kepalanya.

"Orang tua yang hidupnya dulu lurus mungkin nggak paham konsep suka sama suka dalam seks bukan berarti murahan selama dilakukan dengan perasaan dan hanya dengan pasangan." Dino membela diri.

"Tidak membenarkan!" Izzy memotong dengan tegas. "Tapi memang ada kalanya kita berbuat salah dan menikmatinya. Sekarang saatnya kalian bertanggung jawab satu sama lain. Karena toh, kalau bukan kalian yang menjadi pasangan, maka belum tentu kalian bisa saling membahagiakan serta mencintai pasangan lain kalian nanti di masa depan."

"Eh btw, apa karena itu si Siska jadi devil ya? Karena dulu nggak mau berjuang, dan nggak bahagia sekarang?" Dino menyahut.

"Bahagia kok." Izzy menepuk Dino sambil melemparkan tatapan menegur. "Orang dua anak, masak nggak bahagia."

Dan sebagai manusi muka tembok dan tidak bisa diatur, Dino tidak bersedia mengganti topik. "Dua anak itu karena seks dan nggak semua seks karena cinta. Lo lebih tau temen lo itu dulu bersedia doing seks buat duit, bahkan, bukan cuma demi nafsu. Iya sih nafsu, nafsu setan."

"Mawar!!! Kris!!!" Celotehan Dino yang terlalu frontal dan membuat ketiga orang lainnya bingung harus menjawab apa, disahuti oleh panggilan yang disertai terbukanya rolling door pintu ruko.

Orang tua Kris dan orang tua Mawar ikut mampir ... entah atas undangan siapa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top