Bab 12




Hati Mawar berbunga-bunga. Meski kisah romansanya dengan Kris diiringi skandal, setidaknya status mereka kini resmi, mulai agak normal. Jadi, setelah melakukan hubungan penuh peluh itu, mereka keluar dari kamar sambil bergandengan tangan. Tentu saja setelah mereka bebersih agar lebih segar.

Kris miliknya. Akan benar-benar menjadi miliknya. Akhirnya, dia akan menjalani kisah yang selama ini membuatnya iri. Memiliki kekasih dan melakukan hal-hal romantis.

"Seandainya kamu bisa diajak kompromi lebih awal, mungkin sekarang kamu udah kenalan sebagai pasangan aku ke Mama dan orang tua kita udah bisa bahas pernikahan."

"Ya ... kamunya juga nggak meyakinkan sih. Kurang gigih juga."

"Bisa aja ngelesnya. Untung sayang," ucap Kris yang melepaskan genggaman tangan mereka untuk mengacak rambut Mawar lalu menarik kepala wanita itu agar mendekat sehingga dia bisa mengecupnya. Lalu, Kris merangkul bahu Mawar.

"Enak aja ngeles. Orang beneran juga," gerutu Mawar sambil tersenyum.

"Aku antar sampai rumah, kan?"

Sebenarnya, Mawar ingin menolak. Aneh rasanya jika sehabis melakukan hal yang tidak pantas--meski nikmat--lalu mereka malah menanpilkan muka di depan orang tuanya. Seolah tidak merasa bersalah sama sekali. Mawar punya kok rasa bersalah itu, tapi sedikit. Faktanya dia memang sebusuk orang-orang lain.

"Boleh deh."

Langkah kaki Kris terhenti. Dia memutar tubuhnya, yang membuat Mawar melakukan hal yang sama hingga mereka pun kini berdiri berhadapan.

"Serius?"

Mawar merasa geli melihat Kris yang tampak sangat bahagia, seceria anak kecil yang dijanjikan ke pasar malam.

"Apaan sih. Biasa aja kali!" ucap Mawar sambil menepuk siku Kris pelan. "Dasar lebay!" ejeknya, sambil kemudian meraih tangan Kris untuk menggandengnya. Menuntun lelaki itu kembali menghadap ke pintu lift. Ditekannya tombol paling bawah.

"Punya aku," gumam Kris sambil lalu, terdengar oleh Mawar, tapi samar-samar.

"Hah?"

"Sebentar lagi kamu sepenuhnya jadi milik aku," klaim Kris. Dia menarik dagu Mawar lalu mencium Mawar dengan posisi tubuh yang masih sama-sama menghadap ke lift. Agak sulit bagi Mawar yang belum banyak bereksperimen, tetapi tetap diladeninya karna ikut terbawa suasana dan kebetukan sedang tidak ada orang.

Bunyi lift pertanda pintu akan terbuka. Mereka saling melepaskan pagutan, tetapi tangan mereka masih saling menggenggam. Mawar yang merasa hangat di seluruh tubuh oleh keintiman yang baru saja terjadi pun tidak berniat menghapus senyum dari wajahnya.

Pintu terbuka. Dan senyum itu pun memudar dengan sendirinya.

Tubuh Mawar mematung. Napasnya tercekat. Dan semua mendadak memudar di pandangannya. Dia berusaha melepaskan  genggaman tangan yang sialnya malah diperkuat Kris, dan gagal. Di depannya, di dalam lift yang baru saja terbuka, sedang berdiri beberapa orang yang di antaranya ada Ibu Kris dan Siska.

Kedua wanita itu menatap Mawar dengan pandangan yang menuduh. Mawar memang ingin hubungannya dengan Kris diketahui oleh ibu Kris dan Siska, tetapi tidak begini caranya. Sudah jelas, kini kedua orang itu akan mengecapnya murahan, rendahan, wanita sundal super gatal.

"Ma ...." Kris menyapa ibunya.

"Ini jadi mau masuk nggak, Masnya?" tanya seorang bapak yang menekan tombol tahan.

Genggaman tangan itu semakin dipererat Kris lalu lelaki itu melangkah ke depan. Mawar menoleh untuk melemparkan tatapan protes, yng dibantah Kris dengan mencium kening Mawar lalu mengusap kepalanya. Tangan lelaki itu merangkul Mawar dengan sedikit dorongan sehingga mau tidak mau tubuh Mawar maju ke depan.

Tubuh Mawar sekaku patung. Dia ingin menangis, ingin menghilang, juga ingin memukuli Kris meski tahu semua ini salahnya. Dia yang meminta pertemuan kali ini. Dia yang bernafsu dan ingin dipuaskan Kris lagi dan lagi.

***

Sesampainya di lantai bawah, Kris pun mengurus keluarnya mereka dari hotel (check out). Mawar mau tidak mau mengekori pria itu karena memang ditarik. Tapi toh, jika tidak mengekor di belakang Kris, dia mau ke mana? Duduk di sofa tunggu dekat resepsionis dengan ibu Kris? Lebih baik Mawar lari ke luar area hotel dan memesan taksi.

"Kita hadapi bersama," bisik Kris sambil mengecup pelipis Mawar juga mengelus lengannya.

"Kamu tuh udah jelas mama kamu mergokin kita di hotel. Bisa nggak sih nggak usah terlalu ramah gitu bibir sama tangannya? Mama kamu makin mikir aneh-aneh pasti!" keluh Mawar dengan suara pelan yang bergetar. Dia sedih, malu, juga kesal dan semuanya dilampiaskan pada Kris.

"Udah terlanjur basah, Sayang. Siapa tau kita malah langsung dinikahkan."

"Nggak lucu bercandanya." Sialnya, air mata Mawar malah mengalir saat tangannya menyubit perut Kris.

"Aku serius. Aku udah siap, kamu pun udah sepakat. Tinggal masalah waktu kan. Masalah aib, semua orang punya aibnya masing-masing. Seenggaknya semua ini berujung pada keseriusan kamu dan aku. Toh aib kita bukan jenis aib yang menyakiti orang lain. Kita cuma lagi merusak diri sendiri dan lagi dalam proses saling memperbaiki, kan?"

"Tapi aku mauny dikenali mama kamu sebagai wanita yang baik, meskipun aku sama aja sih kayak perempuan-perempuan yang dekat sama kamu sebelumnya. Duh, sumpah aku malu banget sama mama kamu. Mana ada Siska lagi. Aku tuh cerita tentang kita cuma sama Izzy dan Bella doang."

Kris terus membisikkan ucapan untuk menenangkan Mawar. Tidak ingin terlihat lebih memalukan lagi di depan ibu Kris, Mawar pun menarik napas panjang dan berusaha menstabilkan emosinya. Dia tidak boleh terlihat aneh atau salah bicara. Dia harus lebih tenang dan mengusai situasi.

Akhirnya, Mawar dan Kris menghampiri Siska dan Ibu Kris.

"Ma ... kita bicar di sini atau ...."

"Kita bicara di sini aja. Nggak perlu tempat khusus dan panjang lebar." Meski wajahnya tampak ayu, ibu Kris ternyata bisa sangat tegas.

"Suaranya, Ma. Malu sama orang."

"Malu? Oh kalian masih punya malu? Kalau kalian punya malu, kalian nggak akan ke hotel di siang bolong. Astaga Kris ... kenapa harus seperti ini lagi? Kenapa harus ada Siska yang lain???" Gantian, kini Ibu Kris yang memangis.

Siska yang namanya dibawa-bawa hanya diam saja duduk di sebelah ibu Kris. Mawar ikut menangis. Meski begitu, dia masih sempat mempertanyakan motif Siska mendampingi ibu Kris saat melabraknya.

"Ma ... Mawar bukan Siska. Mereka beda."

"Beda dari mana? Mereka sama-sama hanya ingin memanfaatkan kamu, Nak. Menjerat kamu dengan kenikmatan sampai kamu jatuh dalam perangkap mereka, lalu kamu diperbudak seperti ini! Kenapa kamu tidak jera juga?"

"Siska mungkin begitu, tapi Mawar tidak! Dia bukan wanita mata duitan, Ma. Keluarganya pun sama," bantah Kris cepat. Suaranya kini sama besarnya dengan suara ibunya, membuat Mawar menoleh ke arah resepsionis, merasa tidak enak hati karena mereka membuat keributan yang berpotensi menjadi bahan tontonan. Untungnya di area itu memang sedang sepi. Hanya ada petugas hotel.

"Ma, Kris, mungkin ada baiknya kita bicara di tempat lain," ucap Mawar, berusaha berbicara dengan tenang dan jelas.

"Nggak usah ngatur kamu, hei, perempuan sundal!" Ibu Kris menunjuk Mawar kasar.

Mawar kaget. Mulutnya terbuka, tapi dia tidak bisa berkata-kata.

"Mama!" Kris menyergah ibunya sendiri.

"Hah? Berani kamu membentak Mama demi perempuan ini? Demi perempuan yang mengkhianati sahabatnya sendiri dengan ikut memperalat kamu demi uang kamu?"

"Di nggak begitu, Ma!"

"Tanya pada dia. Tanya juga pada Bapaknya yang sibuk menawarkan investasi bodongnya itu pada Mama! Sudah jelas sekeluarga otaknya uang saja!"

"Papa ...." Mawar tergagap sejenak. Dia menoleh ke arah Kris sejenak lalu kembali menatap ibu pria itu. "Papa saya menawarkan investasi bodong pada tante? Kapan, Tante? Dari mana Papa saya kenal Tante?"

"Ya dari kamu, lah! Kalau enggak dari siapa lagi coba? Pakai bilang kalau keluarga kamu habis jual kebun! Sama aja. Sekeluarga pembohong semua!"

Mawar tidak bisa tetap ada di sana. Sepertinya tuduhan ibu Kris tidak akan berhenti sedangkan Mawar sama sekali tidak tahu realitanya. Ibu Kris juga tampaknya sengaja ingin mempermalukannya dengan membahas masalah itu di depan umum. Dia tidak bisa membiarkan dirinya jadi bulan-bulanan. Kris membelanya pun hanya akan membuat perempuan tua itu semakin meradang.

Akhirnya, Mawar mengambil keputusan. Dia menghentak tangan Kris hingga genggaman tangan mereka terlepas dan dengan segera dia berlari.

"Mawar!!!"

Dia berlari, mengabaikan panggilan Kris. Tentu saja dengan mudah Kris bisa mengejar dan menangkapnya. Bahkan saat ini mereka masih di area parkir hotel yang letaknya memang di seberang lobi.

"Aku nggak bisa, Kris. Semua ini ... aku nggak bisa!!!"

"Kamu udah janji kita akan memperjungkan semua ini, Mawar, dan aku nggak akan membiarkan kamu meninggalkan aku. Enggak."

Demi Tuhan, Mawar bisa melihat dan merasakan ketulusan. Tapi dia tidak mau Kris menjadi malin kundang hanya demi dirinya. Tidak siap pula untuk mengemis restu pada ibu pria itu saat dia sibuk melontarkan tuduhan yang belum sepenuhnya bisa Mawar cerna.

"Seenggaknya jangan di sini. Jangan sekarang," pinta Mawar.

"Aku antar kamu pulang. Kamu boleh menenangkan diri malam ini. Tapi besok kita akan menghadapi orang tua kita bersama-sama. Sudah terlanjur ketahuan mamaku. Besar kemungkinan dia akan memberi tahu orang tuamu."

"Kok kamu bilang begitu?"

"Karena itu yang dulu dilakukan mamaku pada orang tua Siska."



Nb

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top